Wako Palembang, ‘Siram’ ASN dengan Tunjangan Kinerja Milyaran Rupiah, Protes Bermunculan
PALEMBANG | Koranrakyat.com — Ihkwal tunjangan kinerja (Tunkin) pejabat Palembang, yang jumlahnya cukup fantastis, mulai menuai protes. Organisasi Gerakan Rakyat Muda Menggugat (Geram), misalnya. Kaget mengetahui banyaknya uang rakyat yang bakal dibagi-bagi itu. MUlai dari pejabat Kepala Dinas, hingga pejabat dibawahnya.
“Untuk eselon II bisa sampai Rp 35 juta per bulan, berarti satu tahun hampir setengah milyar. Sementara apa kinerja hebat yang ditunjukkan pejabat eselon II di Palembang tersebut? Bukankah jalan-jalan masih banyak yang rusak, rakyat miskin juga masih sangat banyak. Saya dan kawan-kawan meminta dengan hormat tolong stop tunjangan kinerja untuk ASN Palembang itu,” kata anak muda ini ketika dimintai komentarnya, sehubungan pernyataan Kepala Bagian Humas Pemkot Palembang, Amiruddin Sandy sebagaimana diberitakan koran TRANSPARAN MERDEKA, 30 Juni 2019.
Amiruddin Sandy yang merupakan putra mantan Pejabat Walikota Palembang, Dr. Akhmad Najib mengungkapkan Walikota Palembang meningkatkan tunjangan kinerja bagi ASN di Pemkot Palembang pada tahun 2019. Sebelumnya pada tahun 2017, tunjangan untuk ASN tersebut istilahnya Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) yang jumlahnya, lebih kecil dari TPP pegawai Pemprov Sumsel. Namun, pada 2018, menjelang Pilkada Palembang, TPP dinaikkan oleh Pejabat Walikota, Akhmad Najib dengan menerbitkan Perwali.
“Kami minta stop pemberian Tunkin. Berikanlah tunjangan kepada rakyat miskin di Palembang yang jumlahnya masih banyak. Kan, tidak adil bila ASN apalagi pejabat struktural yang sudah diberi gaji yang cukup besar dan untuk pejabat eselon II dapat tunjangan jabatan serta mobil dinas dimana minyaknya pun dibayar dengan uang rakyat, justru mendapat tunkin yang jumlahnya jauh lebih besar dari gaji pokok dan tunjangan jabatan,” katanya.
Enho meminta agar, Walikota Palembang dan DPRD Palembang menganggarkan tunjangan untuk rakyat miskin dan orang-orang terlantar. “Jika tunjangan kinerja bagi pejabat disediakan milyaran, sedangkan rakyat miskin tidak diberikan tunjangan atau uang kesejahteraan, kita khawatir Walikota dan DPRD Palembang bisa dianggap melanggar konstitusi (UUD 1945). Bukankah di UUD 1945, fakir-miskin dan anak-anak terlantar dipelihara negara?” katanya.
Dengan Tunkin yang dinaikkan Walikota Harnojoyo pada 2019, maka Tunkin Pemkot Palembang tertinggi di pulau Sumatera. Jumlahnya sama dengan yang diterima ASN di sejumlah kota besar di pulau Jawa. Eselon II, kata Amiruddin Sandy sekitar Rp 35 juta per bulan atau sekitar Rp 420 juta setahun. Tetapi besaran tunjangan yang diterima tidak flat, tergantung kinerja.
Selain pejabat eselon II, tunkin juga diberikan kepada Para pejabat struktural lainnya. Misalnya eselon III sampai ke bawahnya. Semua ASN menerima tunkin yang jumlahnya variatif, tergantung kinerja masing-masing.
Enho yang sempat menggelar aksi di Kantor Walikota Palembang, Rabu (10/7/2019) bersama sejumlah tokoh mahasiswa dari Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah, Stisipol Chandradimuka dan Universitas Bina Darma Palembang tersebut menggugat kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
“Kami akan siapkan aksi untuk mempersoalkan tunjangan kinerja bagi ASN Palembang ini. Stoplah dulu bagi-bagi uang rakyat untuk para pejabat dan pegawai Pemkot Palembang. Utamakanlah dulu atasi kesulitan rakyat miskin,” katanya.
Enho mengapresiasi Gubernur Sumsel, H Herman Deru, yang tidak merealisasikan peningkatan TPP atau Tunkin bagi pejabat dan ASN Pemprov Sumsel pada tahun 2018. “Kita apresiasi gubernur, karena Pak Herman Deru melihat ada kepentingan rakyat yang lebih penting yang harus diprioritaskan. Mestinya, seluruh walikota dan bupati di Sumsel mencontoh Gubernur,” katanya.
Aktivis muda yang mengajak para mahasiswa untuk tahu dan peduli dengan tata kelola uang negara yang biasa disebut uang rakyat tersebut serta mengkritisinya dengan baik, sempat membaca berita pernyataan mantan Sekda Palembang, Harobin Mustafa di media massa yang menyebutkan Tunkin Sekda Kota Palembang lebih besar dari Tunkin Sekda Sumsel. “Kalau tidak salah disebutkan di atas Rp 75 juta sebulan,” katanya.
Sehubungan dengan hal tersebut, Enho dan kawan-kawan akan meminta Perwali dan jika ada Perda yang mengatur tentang Tunkin buat ASN di Kota Palembang tersebut. “Kita akan kritisi masalah tersebut. Kalau dibiarkan bisa semacam perampokan terhadap uang rakyat dengan berlindung kepada peraturan perundang-undangan yang ada,” katanya.
Yang jelas, Enho bersama sejumlah kawan-kawannya sudah mengingatkan Walikota Palembang melalui Asisten II Sekda Kota Palembang, Shinta Raharja agar Walikota Harnojoyo jangan sembarangan buat Perwali yang membuat resah masyarakat. Salah satu kebijakan Walikota Palembang yang menimbulkan reaksi keras banyak kalangan adalah kenaikan pajak bumi dan bangunan (PBB) yang sebagian luar biasa besarnya.
“Kami juga sudah pertanyakan tentang pajak untuk nasi Padang bungkus, pecel lele dan terakhir pempek. Kami dapat jawaban bahwa itu baru wacana. Kalau wacana jangan diberlakukan. Harus disampaikan sebagai wacana,” katanya.
Ungkapan Enho dibenarkan oleh kawan-kawannya yang hadir mewakili massa aksi. Antara lain; Elva Novianti (Wakil Ketua Gerakan Rakyat Muda dan alumni UIN Raden Fatah Palembang), Marina (Presiden Mahasiswa Stisipol Chandradimuka Palembang), dan Eko Wahyudi (mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang).
“Kami sengaja bawa pocong dan bawa kembang yang diambil dari kuburan ke Kantor Walikota pada aksi kemarin itu,” katanya seraya menambahkan, sejumlah rakyat miskin, terutama tukang beca yang hidup mereka makin susah, juga ikut aksi tersebut.
Geram, kata Enho, akan terus mengkritisi kebijakan pemerintah. “Saya dan kawan-kawan akan selalu katakan yang salah itu salah. Dan, kita setuju dengan tekad Gubernur Herman Deru, yang terpenting walikota dan bupati serta para pejabat di semua daerah di Sumsel berusaha keras mengatasi kemiskinan. Menurunkan angka kemiskinan. Bukan sebaliknya, memperkaya pejabat dan ASN,” katanya. Gaji para pejabat terutama dan ASN umumnya, sudah cukup besar. Umumnya di atas UMP. Dan, mereka yang punya posisi di eselon II dapat tunjangan jabatan dan berbagai fasilitas. Termasuk mobil dinas serta bahan bakar dan uang untuk biaya perawatan. Selain itu, kalau berangkat ke luar kota dapat dana lagi.
“Rakyat miskin tidak dapat tunjangan dan fasilitas dari Pemkot Palembang,” katanya. “Padahal mereka lebih berhak sesuai dengan UUD 1945,” tambahnya seraya menambahkan berbagai fasilitas penunjang pekerjaan di Kota Palembang dibiarkan dalam keadaan tidak begitu baik. Contohnya truk-truk pengangkut sampah, sebagian sudah banyak yang bolong-bolong.
Selain itu, kinerja yang dipertunjukkan para pejabat di Pemkot Palembang juga patut dipertanyakan. Sebab, hujan sebentar saja, sudah banjir. Kemacetan sering terjadi. Selain itu, sampah masih banyak berserakan. Badan jalan dijadikan tempat berjualan seperti di ruas jalan depan Pasar 16 Ilir Palembang. Padahal, seharusnya tidak boleh jualan apalagi pasang meja di badan jalan.
Geram juga mempertanyakan sikap DPRD Palembang yang menyetujui atau membiarkan Tunkin yang tinggi tersebut. “Mestinya DPRD sebagai wakil rakyat melakukan pengawasan dan mencegah uang rakyat jangan sampai memperkaya diri, orang lain atau korporasi,” katanya.
Enho menantang DPRD Palembang agar punya taji dan kesungguhan mengamankan uang rakyat dengan cara, membatalkan Perwali tentang Tunkin dan atau Perda jika sudah ada. “Uang untuk Tunkin itu mestinya dialihkan untuk rakyat miskin agar mereka bisa menjalani kehidupan dengan baik,” katanya.
Di dalam aksi di hadapan Kantor Walikota Palembang, Jalan Merdeka, Geram juga mempertanyakan kenaikan PBB dan dibuatnya pajak untuk nasi bungkus, pecal lele dan pempek itu untuk siapa? Apakah juga untuk pejabat. “Jangan-jangan ada kaitannya kenaikan PBB dengan tunjangan kinerja bagi ASN itu,” tanya Elva.
Mengenai penjelasan Amiruddin Sandy yang mengatakan, dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Palembang sebenarnya Rp 2 triliun setahun sedangkan realisasi pada tahun 2018 hanya Rp 1,1 triliun, berarti kinerja Walikota dan jajarannya tidak hebat. “Kalau potensi Rp 2 trilun, tetapi realisasi hanya Rp 1,1 triliun, berarti kurang dari 60 persen. Jadi belum pantas dapat tunkin,” katanya.
“DPRD Kota Palembang mestinya membatalkan dan menolak Perwali tersebut. Tugas DPRD Mencegah. Jangan sampai Perwali terealisasi. Nasi sudah jadi bubur, sekarang tinggal dikasih air. Kita hari ini menyayangkan DPRD tidak menolak Perwali. Harusnya mereka bisa mencegah Perwali yang tidak populis itu. Mereka punya wewenang menolak dan sekarang bisa membatalkan. Mereka wakil-wakil rakyat tersebut harusnya bisa menghentikan Perwali dan Perda yang berpotensi memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau korporasi,” paparnya seraya menambahkan, memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi itu masuk unsur korupsi.
Pengambilan dana APBD untuk Tunkin itu bisa dianggap sebagai “perampokan uang rakyat”, sebab rakyat miskin yang mestinya memperoleh haknya sesuai UUD 1945, tidak mendapat bahagian yang wajar.
Sementara itu, Sekda Kota Palembang, Drs Ratu Dewa ketika ditemui terpisah mengatakan, tunkin diberikan dengan aturan dan penilaian yang jelas. “Jadi tidak semua eselon II terima Rp 30 jutaan per bulan. Tergantung absensi dan kinerja mereka. Ada penilaian,” katanya.
Namun demikian, ketika wartawan Transparan, Buana Indonesia.com dan Koran Rakyat meminta Perwali tentang Tunkin tersebut dan aturan lengkapnya, mantan Kabag Humas Pemkot Palembang yang dekat dengan pers ini menjanjikan akan memberikannya. Namun, sampai kemarin belum diperoleh Perwali atau peraturan lain dari Sekda. (led)