Kejati Sumsel Telusuri Fee Pembelian Gas PDPDE Mengalir ke Kantong Siapa Saja?
PALEMBANG | Koranrakyat.co.id — Penyidik Kejaksaan Agung RI dan Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan terus berupaya menelusuri ke kantong siapa saja dana yang diduga dikorupsi terkait pembelian gas oleh Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) tahun 2010 s.d 2019. Sejak Rabu (29/9/2021), sudah 10 orang saksi diperiksa, termasuk dua mantan wakil gubernur, yang menjabat selama dua periode kepemimpinan Alex Noerdin.
Dua Wagub yang diperiksa tersebut adalah Eddy Yusuf mantan Gubernur Sumsel periode 2008-2013 dan Ishak Mekki mantan Wakil Gubernur Sumsel 2014-2018. Sementara delapan orang lainnya adalah Sekretaris Badan Pengawas PDPDE Sumsel Muhar Lakoni, Kepala Biro Perekonomian/Anggota Badan Pengawas PDPDPE Sumsel Arian Juni, Tenaga Ahli hukum dan Administrasi Suryadi, Direktur Operasional Samsul Rizal, Prima Safitri Yanti, Iransyah, mantan Kepala BPKAD Sumsel Akmad Muklis dan mantan Sekda Sumsel Mukti Sulaiman.
“Para saksi ini dimintai keterangan untuk kepentingan penyidikan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri guna menemukan fakta hukum tentang tindak pidana korupsi yang terjadi pada perusahaan daerah pertambangan dan energi (PDPDE) Sumatra Selatan,” ujar Kepala Penerangan dan Hukum Kejaksaan Tinggi Sumsel, Khaidirman SH MH, memberikan keterangan kepada wartawan, Rabu (29/9/2021).
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, kasus ini menyeret Mantan Gubernur Sumsel Alex Noerdin sebagai tersangka, dan dia ditahan terhitung tanggal 16 September hingga 5 Oktober 2021, oleh penyidik Kejaksaan Agung di Rutan Kelas I Cipinang cabang Rutan KPK.
Selain Alex Noerdin, Kejagung juga menetapkan tiga orang terasangka lainnya, yaktu Wakil Ketua Umum Komite Olimpiade Indonesia (KOI) sekaligus Komisaris PDPDE Muddai Madang, mantan Direktur Utama PDPDE Sumsel Caca Isa Saleh S, dan Direktur DKLN merangkap Direktur PT PDPDE Gas berinisial AYH.
Khaidirman juga menyebutkan sejauh ini Kejagung telah menemukan indikasi kerugian negara sebesar Rp433 miliar. Dugaan tindak pidana korupsi tersebut bermula dari perjanjian jual beli gas bagian negara antara KKS Pertamina Hulu Energi (PHE), Talisman dan Pacific Oil dengan Pemprov Sumsel.
Pada tahun 2010 PDPDE ditunjuk oleh negara sebagai pihak pembeli gas. Hal ini dimaksudkan agar Sumsel dapat mendapatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari pengelolaan gas.
Namun pada praktiknya, PDPDE dinilai melanggar aturan meski berdalih jika belum memiliki pengalaman teknis dan dana untuk membentuk perusahaan baru yang fokus pada pembelian gas.
Akhirnya, PDPDE mengajak pihak swasta PT Dika Karya Lintas Nusa (DKLN) dalam menggarap pembelian gas melalui perusahaan PT PDPDE Gas. Pada prakteknya juga DKLN menerima saham lebih tinggi yakni 85 persen sedangkan PDPDE Gas hanya 15 persen, tidak sesuai dengan tujuan awalnya.
Khaidirman juga tak menutup kemungkinan masih akan ada tersangkan lainnya yang akan terjerat. Karena itu dalam kasus ini tim penyidik Kejagung terus menelisik kemana saja aliran dana Rp 433 miliar itu mengalir, dengan memeriksa sejumlah saksi yang berhubungan langsung dengan proyek pembelian gas ini.
Kesaksian Eddy Yusuf
Mantan Wagub Sumsel periode 2008-2013, Edy Yusuf, yang dijumpai wartawan usai diperiksa mengatakan dirinya tidak banyak tahu ikhwal perkara pembelian gas oleh PDPDE ini. Ia mengkau tidak pernah dilibatkan sama sekali, kendati sebenarnya ia juga diberikan jabatan sebagai Dewan Pengawas.
”Apalagi menyangkut fee dan alirannya kemana saja. Saya tidak tahu apa-apa tentang itu,” ujarnya sembari mengatakan sepanjang pemeriksaan, ia dicecar terkait pemberian fee dan uang yang diduga diselewengkan.
Edy yang saat weawancara didampingi Muhar Lakoni (mantan Sekretaris Badan Pengawas PDPDE), juga mengaku selama mendampingi Alex pada periode 2008-2013, ia tidak diberi kewenangan apapun terkait kebijakan stretegis yang dilakukan gubernur. Sebagai wagub, ia lebih banyak ditugaskan menghadiri wisuda dan undangan peresmian saja.
“Selaku wakil gubernur waktu itu saya tidak diberi kewenangan apapun dalam menjalankan Pemprov Sumsel. Maka saya menghadiri wisuda, menghadiri undangan resmi aja, kasihan saya kan? Semua sudah tahu itu,” ujarnya menambahkan.
Edy mengungkapkan dirinya diperiksa sebagai dewan pengawas PDPDE saat awal didirikan hingga masa jabatannya berakhir pada 2013. Jabatan Wagub Sumsel sekaligus dewan pengawas digantikan Ishak Mekki saat Alex Noerdin kembali mencalonkan diri untuk periode kedua pada 2013.
Ketika diminta tanggapannya seputar ditetapkannya mantan Gubernur Sumsel Alex Noerdin sebagai tersangka dugaan korupsi jual beli gas ini, ia hanya tersenyum kecil dan mengaku prihatin.
“Saya sudah bisa membayangkan dari awal ya bakal seperti itu kejadiannya. Karena saya dalam lima tahun menemani dia [Alex Noerdin], paham saya. Jadi dalam kejadian ini beliau dimasukkan [ke tahanan] seperti ini, saya sudah maklum,” ujarnya.
Lalu bagaimana pula dengan Ishak Mekki, yang mendampingi Alex Noerdin di periode ke dua (2013 – 2018)? Hingga berita ini dirilis, belum berhasil dihubungi. Diperoleh keterangan setelah dilakukan pemeriksaan oleh tim penyidik, ia langsung pulang sekira pukul 12.30 WIB.
Begitu juga dengan mantan Sekda Sumsel, Muhktar Sulaiman. Pemeriksaan terhadap dirnya dilakukan di Rutan Pakjo Palembang karena statusnya sebagai tersangka dalam perkara lain.
Sementara itu Muhar Lakoni yang juga ikut diperiksa sebagai saksi oleh tim penyidik pidsus, mengatakan kapasitas dirinya diperiksa, sebab kala itu ia menjabat sebagai Sekretaris Badan Pengawas PDPDE.
Untuk diketahui, awalnya dugaan kasus ini awalnya diusut oleh Kejati Sumsel. Namun dalam perjalanannya penyidikan kemudian diambilalih oleh Kejagung RI.
Bahkan, pada Desember 2020 silam guna mengungkap dugaan kasus ini, tim Jaksa Penyidik Pidana Khusus Kejati Sumsel telah menggeledah mess PDPDE di Jl Natuna Palembang, dan Kantor PDPDE di Hotel Swarna Dwipa. Dari penggeledahan tersebut diamankan sejumlah dokumen barang bukti.
Selain itu, dalam perkara ini Kejati Sumsel telah menerima sebagian pengembalian uang kerugian negara terkait fee sebesar Rp652 juta lebih yang diserahkan oleh salah satu perusahaan dari tujuh perusahaan, yang diduga turut menerima total fee penjualan gas PDPDE sebesar Rp66 miliar.
Diketahui kasus korupsi dalam operasional PDPDE sangat menarik perhatian publik masyarakat Sumsel, sebab dalam perjalanan penyidikan kasus ini, sudah banyak saksi yang telah diperiksa Jaksa Penyidik Pidana Khusus Kejati Sumsel
Adapun dugaan korupsi ini berawal dari perjanjian jual beli gas bagian negara antara KKS Pertamina Hulu Energi (PHE), Talisman dan Pacific Oil dengan Pemprov Sumsel. Dimana Hak jual ini merupakan Participacing Interest PHE 50 persen, Talisman 25 persen dan Pacific Oil 25 persen yang di berikan dalam rangka meningkatkan PAD Pemprov Sumsel.
Namun nyata – nyatanya bukan Pemprov Sumsel yang menikmati hasilnya tapi perusahaan swasta PT Dika Karya Lintas Nusa yang menerima keuntungan yang fantastis. Kurun waktu 2011– 2019. Sedangkan PDPDE Sumsel selaku wakil Pemprov Sumsel hanya menerima total pendapatan kurang lebih Rp. 38 milyar dan dipotong hutang saham Rp8 miliar atau bersih-bersihnya kurang lebih Rp 30 miliar pada kurun waktu 9 tahun.
Sementara PT DKLN Gas didgua mendapatkan banyak keuntungan dari penjualan gas bagian negara ini. Diprediksi pendapatan kotornya kurang lebih Rp977 miliar dan patut diduga pendapatan bersih kurang lebih Rp711 miliar. Adakah kesepakatan terselubung antara PPDE dan PT KLNI ini, yang menguntungkan banyak pihak di lingkungan Pemprov Sumsel? Dan siapa saja yang menerima aliran fee sepanjang tahun 2010 hingga 2019 tersebut?. Pertanyaan inilah yang terus ditesuri tim penyidik Kejagung bekerjasama dengan Kejati Sumsel. (red)