MAKI: Sebelum Muncul Kasus Korupsi, Lahan Mesjid Sriwijaya Sudah Bermasalah
PALEMBANG | Koranrakyat.co.id – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Sumbagsel mengatakan penyebab mangkraknya pembangunan Mesjid Sriwijaya, selain persoalan dana yang diduga dikorupsi secara berjemaah, juga karena lahan yang digunakan hampir 70 persennya, adalah milik harga yang belum dibebaskan.
Kurang lebih ada 9 hektar lahan yang dicadangkan untuk pembangunan mesjid termegah di Asia Tenggara ini. Namun, 7 hektar masih berstatus milik warga. ”Sisanya, sekitar 2 hektar, juga milik warga tapi sudah dihibahkan,” ujar Deputi MAKI Sumbagsel, Ferry Kurniawan, di Plembang, Kamis (23/9/2021).
Ferry juga mengatakan pada saat pertama pembangunan mesjid dilakukan, pihak Yayasan Wakaf Sriwijaya sudah bermasalah dengan warga pemilik lahan. Bahkan warga pemilik tanah mengajukan gugatan ke pengadilan. Sejak itu pembangunan dihentikan. Bahkan kasusnya sampai bergulir ke Mahkamah Agung.
”Alhasil MA memenangkan warga pemilik tanah, karena memang mereka memiliki alas hak yang sah. Karena itu proyeknya tidak bisa dilanjutkan. Putusan Mahkamah Agung, pemilik tanah itu (masyarakat) menang dan inkrah. Jadi tidak bisa dilanjutkan,” kata Ferry menambahkan.
Masjid Sriwijaya Palembang dibangun di Jalan Pangeran Ratu, Jakabaring, Palembang. Lokasi lahan hanya berjarak sekitar 500 dari kantor Kejati Sumsel.
Di lokasi tersebut terlihat plang atau segel yang bertulisan ‘Kawasan & Bangunan ini dalam proses penyidikan Tipikor Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan’.
Kasi Penerangan dan Hukum (Penkum) Kejati Sumsel Khaidirman turut membenarkan bahwa menurutnya tanah tersebut memang bukan sepenuhnya milik pemerintah, melainkan sebagian milik masyarakat. Cuma 2 hektare milik Pemda, 7 hektarenya sudah resmi milik warga dan sudah inkrah.
“Memang benar lokasi pembangunan masjid itu sebagian bukan milik Pemda, ada sebagian lagi milik masyarakat,” kata Khaidirman, dilansir detikcom, Kamis (23/9).
Kasus dugaan korupsi ini diusut Kejati Sumsel sejak awal tahun lalu. Penyidikan kasus tersebut bermula dari mangkraknya pembangunan masjid.
“Dari hasil penyelidikan adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi dalam proses pembangunan Masjid Sriwijaya, Palembang, sehingga dinaikkan ke tingkat penyidikan,” kata Kasi Penkum Kejati Sumsel, Khaidirman, Minggu (14/2).
Pembangunan Masjid Sriwijaya oleh Yayasan Wakaf Sriwijaya ini menggunakan dana hibah Pemerintah Provinsi Sumsel tahun 2016 dan 2017 sebesar Rp 130 miliar. Namun pembangunan fisik tersebut diduga tidak sesuai dengan anggaran proyek tersebut.
“Namun, dilihat dari fisik bangunan tersebut, tidak sesuai dengan dana yang telah keluarkan sehingga pihak Kejati Sumsel melakukan penyelidikan,” ungkapnya.
Ada 9 orang yang terjerat dalam kasus ini. Sebanyak enam orang tengah menjalani persidangan di Palembang.
1. Eddy Hermanto selaku Ketua Panitia Pembangunan Masjid Sriwijaya;
2. Dwi Kridayani sebagai KSO Brantas Abipraya-Yodya Karya
3. Syarifudin MF selaku Ketua Divisi Pembangunan dan Ketua Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Pembangunan Masjid Sriwjaya; dan
4. Yudi Arminto selaku KSO Yodya Karya.
5. Mukti Sulaiman selaku mantan Sekda Pemprov Sumsel
6. Ahmad Nasuhi sebagai mantan Plt Kepala Biro Kesra Pemprov Sumsel
Dalam surat dakwaan keempat terdakwa pertama, disebutkan bahwa proyek Masjid Sriwijaya itu mendapatkan dana hibah yang bersumber dari APBD Pemprov Sumsel, yaitu Rp 50 miliar pada 2015 dan Rp 80 miliar pada 2017.
Dana total Rp 130 miliar itu dialirkan ke Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya yang menurut jaksa aneh karena beralamat di Jakarta, bukan di Palembang. Kasus ini diwarnai sejumlah kejanggalan.
“Penganggaran dana hibah tersebut tidak sesuai dengan prosedur sebagaimana dalam peraturan perundang-undangan,” kata Kapuspenkum Kejagung, Leonard Eben Ezer, dalam jumpa pers virtual, Rabu (22/9).
Kasus ini juga diwarnai persoalan kepemilikan lahan. Pemprov Sumsel awalnya menyebut seluruh lahan Masjid Sriwijaya Palembang milik mereka. Belakangan, ternyata sebagian lahan adalah milik warga sekitar.
“Lahan pembangunan masjid tersebut semula dinyatakan oleh Pemprov adalah sepenuhnya aset Pemprov ternyata sebagian adalah milik masyarakat,” sebut Leonard.
Dari dana Rp 130 miliar yang cair, proyek pembangunan masjid ini belum berwujud bangunan. Jaksa mengatakan kerugian keuangan negara dalam kasus ini sama dengan kucuran hibah Pemprov Sumsel, yaitu Rp 130 miliar.
“Pembangunan Masjid Sriwijaya tersebut juga tidak selesai. Akibat penyimpangan tersebut telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 130 miliar,” kata Leonard.
Kemudian kejaksaan menetapkan tiga tersangka baru, yakni:
1. Alex Noerdin selaku Gubernur Sumsel Periode 2008-2013 dan 2013-2018;
2. Muddai Madang selaku mantan Bendahara Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya; dan
3. Laonma PL Tobing sebagai mantan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Sumsel. (*)
Sumber: detik.com