Duka Warga di Lombok, Kekurangan Bantuan dan ‘Makan Sekali Sehari’
MATARAM | koranrakyat.co.id — Sejumlah titik pengungsian korban gempa bumi di Lombok, Nusa Tenggara Barat, kini kekurangan bantuan logistik, baik makanan maupun terpal. Beberapa desa dilaporkan berebut bantuan.
Namun Satuan Tugas (satgas) Penanganan Korban Gempa Lombok mengklaim telah mendistrikbusikan bantuan secara merata ke seluruh daerah.
Atas alasan jumlah personel yang terbatas, pengungsi didorong mengambil sendiri bantuan ke kantor-kantor pemerintahan.
“Kemarin ada bantuan datang, tapi disetop pengungsi desa sebalah, bantuan diambil dan tidak jadi diantar ke desa kami,” ujar Azhar, pengungsi di Desa Labuhan, Lombok Timur, Kamis (23/08) lalu.
Azhar menyebut panganan yang tersedia di pengungsiannya hanya mi instan. Akibat keterbatasan itu, klaimnya, belakangan beberapa pengungsi terpaksa makan sekali sehari.
“Bantuan terakhir dari swadaya warga, kami makan apa yang ada. Mau cari ke mana, rumah juga rusak semua, takut roboh, tidak berani pulang,” tuturnya.
Kondisi serupa juga terjadi di kawasan Senaru, Lombok Utara. Menurut kantor berita Antara, Rabu lalu tak seluruh tenda pengungsian masih menyimpan bahan makanan.
Nursa’ad, warga Senaru, menyebut bantuan dari pemerintah daerah terakhir ke pengungsiannya datang dua pekan lalu. Sementara bantuan yang datang belakangan disebutnya merupakan inisiasi masyarakat.
“Di desa ada saya lihat bantuan, tapi banyak yang menumpuk. Penyalurannya tidak merata,” kata Nursa’ad.
Namun Komandan Satgas Penanganan Korban Gempa Lombok, Kolonel Ahmad Rizal, menyebut pendistribusian bantuan telah terkoordinasi dan mencapai berbagai wilayah terdampak bencana.
Ahmad mengatakan pemda menyalurkan bantuan, bukan hanya melalui jalur darat, tapi juga helikopter untuk menjangkau daerah terpencil.
“Logistik sudah didistribusikan, dikoordinasi oleh Dinas Sosial, dengan bantuan babinsa dan babinkamtibmas, diserahkan ke kecamatan, lalu kelurahan dan dusun.”
“Mungkin ada beberapa masyarakat yang belum puas. Tingkat kepuasan kan beda-beda,” kata Ahmad via telepon.
Untuk mempercepat distribusi bantuan, Ahmad mendorong pengungsi mengambil bantuan ke kantor-kantor pemda terdekat. Ia beralasan, personel yang bekerja terbatas.
“Kami minta proaktif masyarakat, jemput bola ke desa dan kecamatan. Jangan menunggu,” ujarnya.
Meski begitu, Azhar dari Desa Labuhan, menyebut pengambilan bantuan di kantor pemda juga terkendala. Ia mengklaim harus memenuhi sejumlah persyaratan, padahal bantuan mendesak dibutuhkan.
“Harus ada prosedur, tidak cepat, harus tanda tangan ini itu. Kan repot. Ini masalahnya perut.”
“Kalau tidak ada bencana, tidak ada bantuan tidak apa-apa. Ini bencana, perekonomian lumpuh. Toko semua tutup,” kata Azhar.
Sementara itu, pemerintah menargetkan pembangunan kembali pemukiman warga korban gempa bergulir September mendatang.
Kolonel Ahmad Rizal mengatakan, pekan depan pemda harus sudah memverifikasi 10 ribu rumah rusak agar bantuan tunai rehabilitasi dapat dicairkan.
Terdapat tiga kategori kerusakan rumah akibat gempa Lombok. Pemilik rumah rusak berat akan diganjar bantuan Rp50 juta per unit.
Adapun mereka yang rumahnya rusak sedang dan rusak ringan masing-masing akan mendapat Rp25 juta dan Rp10 juta.
Fachrurozi, warga Desa Pohgading, Lombok Timur, berharap bantuan perbaikan rumah dapat segera cair agar dapat meninggalkan pengungsian.
“Rumah saya setengah ambruk, mau saya tempati tapi dinding sudah retak. Karena ada gempa susulan, makin banyak yang rusak.”
“Saya ingin konstruksi yang tahan gempa. Biar beda tidak apa-apa yang penting tahan,” ujarnya saat dihubungi dari Jakarta.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) berjanji akan segera menyediakan material rumah tahan gempa ke Lombok. Langkah ini vital karena Wakil Presiden Jusuf Kalla menargetkan rehabilitasi Lombok selesai dalam enam bulan.
“Yang kami dorong teknologi fabrikasi agar masyarakat tidak membuat rumah dari nol atau dari material mentah seperti semen atau baja. Jadi tinggal dirakit agar lebih mudah.”
“Rumah yang kami sarankan bisa dibangun cepat, enam jam sampai atap. Kalau masyarakat membangun konvensional tidak mungkin selesai enam bulan,” kata Arief Sabaruddin, Kepala Puslitbang Perumahan dan Pemukiman.
Sejak gempa berkekuatan 7 skala richter mengguncang Lombok pada 5 Agustus lalu, lindu masih terus terjadi di pulau tersebut.
Korban meninggal akibat bencana lindu ini telah mencapai 515 orang, sementara sekitar 7.145 orang luka-luka.
Hingga 21 Agustus lalu, pengungsi di Lombok tercatat mencapai 431 ribu orang. Rumah yang rusak pascagempa sebanyak 73 ribu unit. (red)