14 Februari 2025

Kebijakan Amerika Serikat Dibawah Presiden Baru: Dampak dan Rencana Indonesia

Ahmad Usmarwi Kaffah. SH., LL.M., LL.M.,PhD

Staf Khusus bidang Luar Negeri Menko Hukum Ham dan Imigrasi permasyarakatan

KoranRakyat.co.id —Selama masa pemerintahannya dari 2017 hingga 2021, Donald Trump membawa perubahan besar dalam kebijakan luar negeri Amerika Serikat melalui pendekatan “America First.” Kebijakan ini menempatkan kepentingan domestik AS sebagai prioritas utama, yang berdampak langsung pada hubungan bilateral dengan berbagai negara, termasuk Indonesia. Kebijakan Trump terhadap Indonesia memberikan berbagai pengaruh, baik positif maupun negatif, yang mencakup sektor perdagangan, investasi, keamanan, hingga diplomasi. Dalam menghadapi dampak ini, Indonesia perlu bersikap proaktif untuk mengelola hubungan bilateral dengan negara adidaya tersebut.

Di bidang ekonomi, kebijakan Trump memberikan beberapa manfaat bagi Indonesia. Salah satu dampak positifnya adalah peningkatan kerja sama investasi. Beberapa perusahaan besar Amerika, seperti ExxonMobil dan Chevron, terus meningkatkan investasi mereka di sektor energi Indonesia. Selain itu, perusahaan teknologi seperti Google dan Microsoft juga memperluas operasi mereka di Indonesia, mendukung pertumbuhan ekonomi digital di Tanah Air. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun Trump berfokus pada kepentingan domestik, perusahaan-perusahaan AS tetap melihat potensi besar di Indonesia sebagai salah satu pasar berkembang dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil.

Dari sisi perdagangan, Indonesia berhasil mempertahankan ekspor ke AS meskipun Trump kerap mengkritik negara-negara yang memiliki surplus perdagangan dengan Amerika Serikat. Produk-produk Indonesia seperti tekstil, elektronik, karet, dan minyak kelapa sawit tetap masuk ke pasar AS dengan dukungan fasilitas Generalized System of Preferences (GSP). Perpanjangan fasilitas GSP ini memberikan keuntungan bagi Indonesia untuk mempertahankan daya saing produk lokal di pasar internasional. Namun, di balik manfaat tersebut, ancaman terhadap surplus perdagangan Indonesia tetap menjadi bayangan selama pemerintahan Trump. Kebijakan proteksionisme yang sering digencarkan, termasuk ancaman tarif tambahan, menciptakan ketidakpastian yang dapat memengaruhi stabilitas perdagangan jangka panjang.

Dalam bidang keamanan, pemerintahan Trump memperkuat kemitraan strategis dengan Indonesia melalui dukungan militer dan alutsista canggih. Bantuan berupa pesawat tempur dan radar, misalnya, menjadi bagian dari upaya AS untuk memperkuat kemampuan pertahanan maritim Indonesia. Ini penting mengingat posisi strategis Indonesia di kawasan Indo-Pasifik, yang kerap diwarnai ketegangan, terutama di Laut China Selatan. Meski demikian, pendekatan Trump yang lebih konfrontatif terhadap Tiongkok turut memengaruhi dinamika kawasan. Indonesia, yang memiliki hubungan dagang erat dengan Tiongkok, harus menghadapi tantangan akibat disrupsi rantai pasok global yang terjadi selama perang dagang antara AS dan Tiongkok. Selain itu, kebijakan Indo-Pasifik yang dikaitkan dengan upaya menahan pengaruh Tiongkok menempatkan Indonesia dalam posisi sulit, karena harus menjaga keseimbangan hubungan dengan kedua kekuatan besar tersebut.

Di sisi lain, kebijakan Trump menunjukkan kelemahan dalam isu-isu global seperti lingkungan dan hak asasi manusia. Penarikan Amerika Serikat dari Perjanjian Paris pada 2017 menunjukkan rendahnya komitmen pemerintahan Trump terhadap perubahan iklim. Hal ini berdampak buruk bagi negara-negara seperti Indonesia yang rentan terhadap bencana akibat perubahan iklim. Penurunan dukungan dari AS pada isu lingkungan juga memengaruhi peluang investasi hijau yang selama ini menjadi salah satu fokus kebijakan Indonesia dalam mencapai pembangunan berkelanjutan.

Retorika Trump yang cenderung mengabaikan isu-isu demokrasi dan hak asasi manusia juga menjadi tantangan tersendiri. Sikap ini memberikan legitimasi kepada beberapa negara untuk melemahkan standar demokrasi dan HAM. Indonesia, sebagai negara demokrasi terbesar di Asia Tenggara, menghadapi tekanan untuk mempertahankan posisinya sebagai model demokrasi di kawasan. Dalam konteks ini, pemerintah Indonesia perlu terus menegaskan komitmen terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan HAM di tengah pengaruh kebijakan Trump yang cenderung pragmatis.

Melihat dampak positif dan negatif yang ditimbulkan oleh kebijakan Trump, pemerintah Indonesia perlu merumuskan langkah strategis untuk menjaga kepentingan nasional. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah diversifikasi pasar ekspor. Dengan mengurangi ketergantungan pada pasar Amerika Serikat, Indonesia dapat memperluas pangsa pasar ke kawasan lain seperti Eropa, Afrika, dan Amerika Latin. Diversifikasi ini tidak hanya melindungi ekonomi Indonesia dari risiko kebijakan proteksionis, tetapi juga membuka peluang baru bagi produk lokal.

Selain itu, pemerintah Indonesia perlu memperkuat peran dalam kerja sama regional, khususnya melalui ASEAN. Sebagai salah satu pemimpin utama di ASEAN, Indonesia dapat memanfaatkan platform ini untuk mendorong stabilitas kawasan dan memperkuat posisi ASEAN dalam menghadapi tekanan dari kekuatan besar seperti AS dan Tiongkok. Di tingkat global, Indonesia juga harus terus aktif dalam forum internasional seperti G20 dan WTO untuk memperjuangkan kepentingannya dan mengatasi dampak kebijakan unilateral dari negara-negara besar.

Dalam hal investasi, Indonesia harus fokus pada pembangunan berkelanjutan. Pemerintah dapat menarik investasi hijau dari negara-negara lain dan sektor swasta global untuk menggantikan penurunan dukungan AS terhadap isu lingkungan. Langkah ini dapat mencakup pengembangan energi terbarukan serta penerapan kebijakan yang mendukung keberlanjutan lingkungan di tingkat nasional.

Keseimbangan hubungan dengan AS dan Tiongkok juga perlu menjadi prioritas. Dalam menghadapi dinamika geopolitik di kawasan Indo-Pasifik, Indonesia harus tetap berpegang pada prinsip kebijakan luar negeri bebas aktif. Ini berarti menjaga hubungan baik dengan Amerika Serikat tanpa mengorbankan hubungan strategis dengan Tiongkok. Sebagai negara yang memiliki posisi strategis di kawasan, Indonesia dapat memainkan peran sebagai penjaga stabilitas dan mediator untuk mengurangi ketegangan antara kedua negara besar tersebut.

Kebijakan luar negeri Donald Trump memberikan dampak yang kompleks bagi Indonesia. Di satu sisi, peluang di sektor investasi, perdagangan, dan keamanan muncul. Namun, di sisi lain, tekanan proteksionis, ketegangan geopolitik, serta lemahnya komitmen terhadap isu global menciptakan tantangan yang harus diatasi. Dengan langkah-langkah strategis yang tepat, Indonesia dapat memanfaatkan peluang yang ada sekaligus mengelola risiko yang muncul, sehingga kepentingan nasional tetap terjaga di tengah dinamika hubungan bilateral yang terus berkembang.(*)