Bupati Natuna Serahkan 325 Sertifikat TORA Untuk Warga Kecamatan Subi
KR Natuna -Sertifikat program Tanah Objek Reforma Agria (TORA) diserahkan kepada 325 warga kecamatan SUBI oleh Bupati Natuna Wan siswandi saat kunjungan kerja ke Kecamatan Subi, 325 serifikat ini merupakan egiatan redtribusi tanah tahun anggaran 2023,
Dalam Sambutanya Bupati Natuna, Wan Siswandi menyampaikan apresiasi atas sinergi Pemerintah Daerah dan Badan Pertahanan Nasional (BPN) dalam penyelenggaraan penertiban sertifikat tanah kepada masyarakat Subi.
“Sertifikat tanah memiliki peran yang sangat penting dalam melindungi hak kepemilikan atas tanah dan mempermudah proses admintrasi. Oleh karena itu, sangat penting bagi pemilik tanah untuk memiliki sertifikat tanah yang sah dan terdaftar di Badan Pertanahan Nasional,” kata Wan Siswandi dihadapan warga Subi ynag memenuhi gedung serbaguna Kecamatan Subi, Senin (18/09/23).
Wan Siswandi mengingatkan warga agar sertifikat ini dapat dimanfaatkan sebaik mungkin dan dijaga sebaik mungkin. Karena pengurusannya membutuhkan waktu dan harus ke ibu kota Kabupaten.
Pembagian sertifikat ini merupakan tindak lanjut program Presiden Jokowi yang diluncurkan sejak 2018 lalu dengan nama Reforma Agraria.
Capaian redistribusi tanah Provinsi Kepulauan Riau 3.881 bidang seluas 2.892 hektar sampai tahun 2020. Sementara itu, bidang yang belum terdaftar sebagai objek Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) adalah 55.000 bidang seluas 111.066,32 hektar. Dari luasan tersebut, 35.000 bidang dapat diusulkan sebagai objek TORA dan dilanjutkan untuk redistribusi tanah. Kantor Wilayah BPN Provinsi Kepulauan Riau bersama Pemerintah Daerah setempat berkomitmen untuk menyelesaikan redistribusi tanah 35.000 bidang pada tahun 2023 yang terdiri dari 15.000 bidang di tahun 2021 serta 10.000 bidang di tahun 2022 dan 2023.
Sasaran Program Tanah Objek Reforma Agraia (TORA)
Petani dan nelayan memiliki posisi yang sangat strategis dalam pemenuhan pangan masyarakat Indonesia, sehingga peningkatan komoditas pertanian dan perikanan amat perlu dilakukan. Konflik agraria dan sengketa tanah menjadi salah satu gesekan yang mengganggu efektivitas kehidupan pertanian dan perikanan.
Setidaknya ada dua pemicu konflik agraria, pertama kurang tepatnya hukum dan kebijakan pengatur masalah agraria, baik terkait pandangan atas tanah, status tanah dan kepemilikan, hak-hak atas tanah, maupun metode untuk memperoleh hak-hak atas tanah. Kedua, kelambanan dan ketidakadilan dalam proses penyelesaian sengketa tanah, yang akhirnya berujung pada konflik.
Akibatnya, banyak petani dan nelayan yang kehilangan mata pencaharian dan akhirnya menjadi pengangguran. Pengangguran menyebabkan bertambahnya penduduk miskin di daerah terpencil seperti pedesaan yang sebagian besar adalah petani dan nelayan. Oleh karena itu, Reforma Agraria hadir untuk mempersempit ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah yang sejatinya akan memberikan harapan baru untuk perubahan dan pemerataan sosial ekonomi masyarakat secara menyeluruh.
Reforma Agraria merupakan salah satu Program Prioritas Nasional yang ditingkatkan Pemerintahan Jokowi-JK dalam upaya membangun Indonesia dari pinggir serta meningkatkan kualitas hidup; sebagaimana terkandung dalam Nawa Cita Jokowi-JK. Menilik sebelumnya pada UU Pokok Agraria tahun 1960, terdapat tiga tujuan mulia yang ingin dicapai: Pertama, Menata ulang struktur agraria yang timpang jadi berkeadilan, Kedua, Menyelesaikan konflik agraria, dan Ketiga menyejahterakan rakyat setelah reforma agraria dijalankan.
Reforma agraria secara fundamental memberikan program-program yang dapat menuntaskan masalah kemiskinan masyarakat desa, meningkatkan kesejahteraan dengan kemandirian pangan nasional, meningkatkan produktivitas tanah, memberikan pengakuan hak atas tanah yang dimiliki baik secara pribadi, negara, dan tanah milik umum yang pemanfaatannya untuk memenuhi kepentingan masyarakat.
Reforma agraria bentuknya ada tiga, yaitu legalisasi aset, redistribusi tanah dan perhutanan sosial. Dalam bentuknya reforma agraria yang ditargetkan akan dilaksanakan seluas 9 juta hektar sebagaimana Lampiran Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019, dalam skemanya legalisasi aset 4,5 juta hektar yang meliputi legalisasi terhadap tanah-tanah transmigrasi yang belum bersertipikat. (red)
(red)