Kemas H.A. Halim Ali Berharap Tradisi Safari Ramadhan Tidak Melemah

PALEMBANG | Koranrakyat — Sesepuh masyarakat Sumatera Selatan Kemas H.A. Halim Ali, mengungkapkan keprihatinannya terhadap tradisi Safari Ramadhan, yang dimotori oleh pemerintah daerah, setiap tahun semakin mengendor dan melemah. Ia berharap, tradisi ini dihidupkan kembali, sebagaimana di masa kepemimpinan Sumsel terdahulu.

Keprihatinan itu disampaikan H.A. Halim Ali, saat memberikan sambutan pada acara haul kedua orangtuanya, Almarhum Kemas. M. Ali Bin Kms. H Ding Ke- 49 Dan Almarhumah HJ. Nyimas Ningayah Binti Kms. Syafaruddin Ke 13, Ayahanda Dan Ibunda Kemas H.A. Halim Ali sekaligus dalam rangka Syafari Ramadhan 1440 hijriah.
Peringatan Haul ini berlangsung Senin (27/5) malam di Graha Kanzul Munawir Binurris Sholat (Graha Dakwah Al-Halim) Jl. Dr. M. Isa No. 01 Palembang. Selain itu juga diisi dengan Shalat Isya dan Tarawih bersama serta tausiyah oleh Syaikh Ali Jaber.
Tampak hadir dalam perhelatan ini, Pangdam II Siriwijaya, Kapolda dan Wakapolda Sumsel, Gubernur Sumatera Selatan H. Herman Deru dan Asisten III M. Nadjib, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumsel, tokoh Ulama Prof Dr. Said Agil Almunawar Alhafiz, Rektor Unsri Prof Dr. Ir. H anis Sagap M.Ed Alhafiz, Pimpinan Bank Indonesia, Kapolresta Palembang, Pimpinan Pondok Pesantren, serta sejumlah kepala OPD di lingkungan Pemprov. Sumsel.

H.A Halim berkisah, pada masa gubernur Sumsel dijabat Asnawi Mangku Alam (1967 – 1978), kemudian Sainan Sagiman (1978 – 1988) hingga masa kepemimpinan Gubernur Ramli Hasan Basri (1988 – 1998), tradisi Safari Ramadhan antara pimpinan pejabat daerah, pengusaha, tokoh ulama dan tokoh masyarakat, sangat hidup. Bahkan berlangsung sebulan penuh, berpindah-pindah dari satu daerah ke daerah lainnya.
Di masa itu, lanjut H.A. Halim, ada empat pengusaha daerah yang ditokohkan masyarakat sebagai penanggungjawab, baik tempat maupun soal pendanaan, dan masing-masing sudah berbagi wilayah. Khusus untuk wilayah Kota Palembang, Safari Ramadhan dipusatkan di Mushala di area kediaman H.A Halim sendiri.
”Jadi kegiatan Safari Ramadhan seperti saat ini, sebenarnya sudah menjadi tradisi sejak tahun 1974 dikomandoi oleh Gubernur waktu itu. Karena itu sekarang Mushalahnya kita geser mundur ke sini, dan jadilah gedung yang kita pakai sekarang ini,” ujar H.A Halim berkisah tentang histori Graha Dkawah Al-Halim, yang dulunya hanya berupa gedung kecil.

Hanya saja, lanjut Sesepuh dan Pengusaha Sumsel yang terkenal dengan kedermawannya ini, tradisi Safari Ramadhan sekarang semakin ‘melemah’. Pada saat awal, tradisi itu berlangsung sebulan penuh, meski berpindah-pindah daerah. Belakangan tinggal separuh bulan, dan kini tinggal 10 hari saja.
Mestinya, tradisi Safari Ramadhan ini dipertahankan, jangan sampai mengendor, karena ini merupakan momentum yang menjadi wahana bertemunya para pemimpin dan pejabat daerah, dengan para ulama, tokoh pengusaha, tokoh pendidikan dan umat muslim di wilayah Sumatera Selatan, di bulan suci ini.
Selain itu, menurut H.A. Halim, moment ini juga menjadi pemersatu bagi umat Islam, dalam meningkatkan tali silaturahmi dan persaudaraan. Pada kesempatan ini, menurutnya, kehadiran para pemimpin daerah dalam setiap Safari Ramadhan, juga menjadi penilaian tersendiri bagi masyarakat, apakah si pemimpin pantas dijadikan panutan atau sebaliknya.
”Saya ngomong begini, jangan dianggap tujuan politik. Disini ada Pangdam dan Kapolda. Tidak, tidak ada maksud saya seperti itu. Tapi harus kita akui bahwa masyarakat itu pasti menilai seseorang itu pantas atau tidak ditokohkan, karena perbuatannya. Kalau di acara Safari Ramadhan, dimana semua tokoh berkumpul, masih ada yang tidak datang. Itu tentu tak patut dicontoh,” ujarnya.

Sementara itu Gubernur Sumatera Selatan H. Herman Deru juga menilai acara safari ramadhanya kali ini cukup berkesan selain untuk meningkatkan syiar Islam sekaligus sebagai ajang menjalin silaturahmi serta saling mendoakan, satu sama yang lainnya termasuk juga mendoakan keluarga yang telah meninggal.
“Melalui kegiatan Safari Ramadhan 1440 Hijriah, seperti sholat Isya dan tarawih ini. Kita harapkan dapat mengeratkan silaturahmi. Jika selama ini kita tidak dapat bertemu karena kesibukan masing-masing. Ditempat ini kita dipertemukan dan saling kenal mengenal satu dengan yang lainnya,” tegas Herman Deru.
Herman Deru berharap apa yang telah dilakukan keluarga besar Kemas. H.A. Halim Ali dapat menjadi contoh bagi warga Sumsel lainnya.
“Melalui acara ini Abah Kemas. H.A. Halim Ali bisa mempersatukan semua kalangan. Kedepan acara seperti ini dapat ditiru oleh warga lainnya,” harap Gubernur.
Selanjutnya Syeh Ali Jaber dalam tausiahnya mengingatkan jemaah agar bulan ramadhan ini diisi dengan banyak ibadah. Terutama bersedekah terlebih pada 10 malam terakhir bulan Ramadhan.
Salah satu Imam Masjidil Haram ini, juga berkisah bahwa kenikatan beribadah dan beramal di Indonesia benar-benar dirasakan tanpa hambatan. Ia mencontohkan di negeri Palestina, umat Islam tidak bisa bebas datang ke Masjidil Aqso karena maish dikuasai Israel. ”Disana kita mau beribadah harus minta izin dulu dengan para pengawal di Masjid. Lebih ironisnya, terkadang umat dicuragai sebagai teroris, lalu ditangkap bahkan dibunuh. Mereka benar-benar berkelakuan sesuka hati saja,” ujarnya.

Pahala seorang Muslim pada masa itu dilipatgandakan Allah menjadi 10 kali lipat terutama pada malam Lailatul Qodar atau setara dengan 83 tahun. Mengingat usia seseorang sangat terbatas.
Dia juga menegaskan dirinya kembali ke tanah air pada tahun 2008 lalu untuk mencetak generasi Indonesia yang cinta Al-Qur’an.
“Tujuan saya datang ke Indonesia pada 2008, bukan untuk berleha-leha, tapi mewujudkan mimpi bisa mencetak satu juta penghafal Al Quran di Indonesia ini,” ucap Syeh Ali Jaber.
Sementara itu Kemas. H.A. Halim Ali dalam sambutannya berharap doa dari jemaah yang hadir. Dengan harapan keluarga besarnya ke depan lebih baik lagi dan dapat mempererat silaturahmi dengan merangkul dan menyentuh masyarakat. (*)
editor: dahri maulana