Vanessa Angel Tersangka, Siapa kliennya, Mengapa Identitasnya tak Diungkap?
SURABAYA | Koranrakyat.co.id — Polisi akhirnya mengubah status aktris Vanessa Angel menjadi tersangka untuk kasus prostitusi online, menyusul pengungkapan lima nama baru, antara lain dua finalis Puteri Indonesia, namun identitas para klien mereka yang disebut adalah para pria kalangan atas, tak juga diungkap.
Kepala Kepolisian Daera (Kapolda) Jawa Timur Inspektur Jenderal Luki Hermawan, mengatakan, Vanessa Angel ditetapkan sebagai tersangka, “karena yang bersangkutan dengan sengaja mengekspos gambar dan videonya untuk pelacuran daring,” katanya di Surabaya, sebagaimana dikutip Antara.
Ia menyebut yang dikirim kepada muncikari ES dan pelanggannya itu, adalah “gambar dan video porno”.
“Bukti itu kita peroleh berdasarkan hasil digital forensik dari ponsel milik Vanessa dan ES. Ia tak menyebut, siapa pelanggan yang dimaksud.
Namun disebutkan, Vanessa sudah terlibat di jaringan itu sejak 2017, dalam sembilan transaksi yang berlangsung di Singapura, Jakarta, dan Surabaya.
Vanessa, katanya pula, akan dipanggil dalam status barunya sebagai tersangka, pada Senin (21/1) mendatang.
Sebelumnya, berbagai kalangan mengecam polisi, khususnya setelah mereka menampilkan Vanessa Angel dalam sebuah jumpa pers, dan dalam acara itu sang aktris menyampaikan permintaan maaf.
Dalam hukum Indonesia, hanya mucikari yang dipidanakan untuk kasus pelacuran. Sementara pelaku prostitusi dan pelanggannya hanya sebagai saksi.
Sebelumnya, Luki Hermawan mengungkapkan pula lima selebritas lain dari 45 perempuan yang diduga terlibat kasus prostitusi online jaringan muncikari yang menaungi artis Vanessa.
Luki menyebut, dua di antara mereka adalah finalis Putri Indonesia tahun 2016 dan 2017.
Namun sejauh ini tak ada nama pelanggan mereka yang diungkap polisi, selain Rian, seorang yang disebut pengusaha tambang pasir asal Lumajang, Jawa Timur.
Siapa kliennya?
Sejauh ini polisi menyebut, mayoritas pengguna jasa prostitusi kelas atas tersebut adalah pengusaha dan ada pula pejabat.
Untuk kasus Vanessa, Polda Jawa Timur menyebut laki-laki yang menggunakan jasa Vanessa adalah seorang pengusaha tambang pasir asal Lumajang, Jawa Timur, bernama Rian. Lelaki berusia 45 tahun itu berdomisili di Jakarta Pusat.
Menurut polisi, Rian mengaku baru sekali menggunakan layanan prostitusi artis. Kepada polisi, Rian juga mengatakan dia adalah penggemar Vanessa.
Rian telah diperiksa pihak kepolisian sebagai saksi dalam kasus ini, sama seperti Vanessa, namun tak ada rincian lebih jauh, tak ada jumpa pers yang menampilkannya, tak juga ada fotonya.
Belakangan, pengacara dari Endang Suhartini alias Siska (ES), salah satu tersangka muncikari dalam kasus ini, mengatakan bahwa Vanessa dijemput di Bandara Juanda Surabaya oleh mobil plat merah. Ia kemudian diantar menuju hotel untuk menyelesaikan transaksinya.
Namun, pernyataan ini kemudian dibantah oleh Kapolda Jawa Timur.
Sementara itu, polisi belum mengungkapkan identitas laki-laki yang menggunakan jasa Avriellia Shaqqila, seorang model majalah dewasa yang ditangkap bersama dengan Vanessa, juga klien-klien lain yang tecatat di jaringan tersebut.
Dalam beberapa kasus sebelumnya, nama-nama pejabat dan pengusaha juga muncul
Desember lalu, terpidana korupsi Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan tertangkap tangan berada di sebuah hotel di Bandung, diduga bersama seorang aktris muda, padahal ia dalam status tahanan di LP Sukamiskin Bandung.
Tak mau buka aib?
Kabid Humas Polda Jatim Kombespol Frans Barung Mangera mengatakan sebetulnya pengungkapan nama-nama pengguna jasa itu tidak rumit. Tapi, jika hal itu diungkap, aib mereka akan tersebar.
“Siapapun bisa kita buka. Cuma memang polisi mengungkapkan aib atau nggak?” kata Frans.
Adapun Vanessa, katanya, identitasnya muncul sebagai konsekuensi pengungkapan sebuah fakta kasus. Vanessa, lanjutnya, terkait dengan tindak pidana ini.
Ia membantah persepsi masyarakat yang menduga polisi melindungi nama pemakai jasa prostitusi karena latar belakang mereka sebagai pengusaha atau pejabat.
“Mau diungkap juga bisa. Polisi bukan mau mencari aib kok. Masa mau diungkapkan laki-lakinya?” katanya.
Frans mengatakan publik bisa melihat pihak-pihak yang terlibat di kasus ini, termasuk laki-laki yang menggunakan jasa prostitusi, di persidangan nanti.
“Pada saat gelar di pengadilan baru lah akan kelihatan siapa-siapa yang ada dalam situ, termasuk laki-lakinya,” katanya.
Untuk dukung proses penyidikan
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti mengatakan kepolisian mungkin masih merahasiakan nama pengguna jasa yang lain untuk memperlancar proses penyidikan kasus.
“Untuk pengguna yang lain (selain kasus Vanessa), saya menduga karena belum atau tidak tertangkap tangan, maka polisi dapat menutupi identitas agar yang bersangkutan tidak mempersulit pemeriksaan, misalnya dengan melarikan diri atau menghilangkan barang bukti,” katanya.
Dia menambahkan, untuk pengungkapan kasus yang dalam proses penyelidikan dan penyidikan, demi menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah, maka penyebutan tersangka, korban dan saksi seharusnya menggunakan inisial.
“Terlebih jika kasus mendapat perhatian besar dari media, maka agar tidak terjadi ‘trial by the press’, penggunaan inisial adalah yang paling tepat,” ujar Poengky.
Ia menegaskan, seharusnya polisi tidak memperlihatkan sosok perempuan terduga pemberi jasa prostitusi kepada media.
Persamaan di mata hukum
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISeSS) Bambang Rukminto mengatakan polisi harus mengedepankan persamaan hak pemberi jasa dan pengguna jasa prostitusi di hadapan hukum.
Secara hukum, pengguna dan pemberi jasa prostitusi tidak bisa dipidana. Yang bisa dipidana, katanya, adalah muncikari yang menghubungkan penjaja jasa dan klien-kliennya. Tapi, menurut Bambang, untuk menginvestigasi kasus ini dan mengungkap peran muncikari yang terlibat, polisi perlu memanggil baik penyedia jasa maupun pengguna jasa prostitusi.
“Persamaan di mata hukum harus dikedepankan, tidak bisa melihat siapa pejabat, pengusaha, atau yang lainnya. Tapi, harus bisa dipanggil,” katanya.
Sekarang ini, lanjutnya, polisi terlihat hanya mengekspos identitas penjaja jasa prostitusi secara luas.
“Pelaku dan pengguna seharusnya disamakan dalam hukum.” kata Bambang.
“Kelihatan sangat tidak adil bahwa perempuan begitu serta mertanya diekspos dengan nama dan lain-lain. Sementara laki-laki (pengguna) ini dibiarkan melenggang tanpa sentuhan hukum. Setidak-tidaknya laki-laki ini pun harus segera dipanggil (sebagai saksi).”
Bambang Rukminto juga mempermasalahkan cara polisi menengani berbagai kasus yang melibatkan selebritas perempuan.
“Beberapa kasus yang melibatkan artis, polisi sepertinya masih main-main dengan popularitas nama seperti itu, karena isu artis dan seks ini sangat sensasional, digemari masyarakat,” ujarnya.
Bambang mengatakan jika hal ini tidak dibenahi, polisi bisa terlihat tidak profesional.
“Prestasi apa yang bisa dibanggakan kalau hanya sekadar mengejar berita popular seperti itu, tapi substansi hukumnya tidak ada?” kata Bambang. (bbc.com)