Saatnya Kemenag Tuntaskan Sengkarut Haji 2024 dengan Reformasi Total, Bukan Sekadar Janji Kosong
KoranRakyat.co.id – Berbagai persoalan pelaksanaan haji 2024 meninggalkan catatan panjang yang masih tanda Tanya, apakah akan dibiarkan berlalu begitu saja. Atau, akan ada langlah positif dengan penyelesaian secara hukum atau melakukan reformasi agar berbagai kasus tidak terulang lagi.
Seperti dikupas tuntas Inilah.com Haji adalah perjalanan spiritual yang seharusnya penuh khidmat dan keikhlasan. Namun, 2024/1445 H mencatat noda besar dalam penyelenggaraan ibadah ini. Ketidakadilan alokasi kuota, dugaan praktik jual-beli, hingga buruknya pelayanan menjadi cerminan dari sistem yang karut-marut dan jauh dari sempurna.
Tahun 2024 menjadi cermin suram bagi pengelolaan ibadah haji Indonesia. Sengkarut yang terjadi tidak hanya mencoreng reputasi pemerintah, tetapi juga mengancam kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan haji yang selama ini dianggap sakral. Masalah demi masalah, mulai dari alokasi kuota hingga dugaan jual-beli kuota, memperlihatkan betapa sistem yang ada jauh dari kata ideal. Realitas ini menuntut reformasi total, bukan sekadar janji kosong yang tak kunjung diwujudkan.
Salah satu isu terbesar dalam penyelenggaraan haji tahun ini adalah alokasi kuota tambahan. Kementerian Agama (Kemenag) membagi kuota tersebut secara merata antara haji reguler dan haji khusus. Keputusan ini memicu kemarahan banyak pihak, terutama anggota Komisi VIII DPR RI yang merasa langkah tersebut melanggar kesepakatan sebelumnya.
“Pembagian ini tidak hanya melanggar hasil Rapat Kerja Komisi VIII, tetapi juga mencederai rasa keadilan bagi calon jamaah haji reguler yang telah menunggu bertahun-tahun,” ujar Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ace Hasan Syadzily.
Masalah ini tidak berhenti di situ. Dugaan praktik jual-beli kuota haji semakin memperkeruh situasi. Laporan masyarakat menunjukkan adanya oknum yang menawarkan “jalur cepat” dengan biaya tambahan yang fantastis. Skema ini tidak hanya melanggar etika, tetapi juga merusak integritas sistem pengelolaan haji. Sebagai respons, DPR membentuk Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Haji untuk menyelidiki dugaan penyimpangan ini. Namun, langkah ini dinilai terlalu lambat untuk meredam kekecewaan publik.
Infrastruktur yang Berantakan
Masalah alokasi kuota hanyalah puncak gunung es. Di lapangan, berbagai keluhan mengenai infrastruktur pelayanan terus bermunculan. Jamaah haji melaporkan keterlambatan transportasi, penginapan yang tidak sesuai janji, hingga buruknya manajemen logistik di Arab Saudi. Seorang jamaah asal Jawa Timur bahkan mengaku harus tidur di lantai hotel karena kamar yang dijanjikan belum tersedia.
Fasilitas kesehatan juga menjadi sorotan. Jamaah haji lansia, yang jumlahnya cukup signifikan, mengeluhkan minimnya akses ke layanan medis.
“Ibu saya harus menunggu lebih dari satu jam hanya untuk diperiksa dokter. Padahal, beliau adalah lansia dengan riwayat penyakit jantung,” ujar Misbah salah satu keluarga jamaah dikutip dari Antara. Kejadian seperti ini mencerminkan kurangnya kesiapan pemerintah dalam menangani kebutuhan jamaah yang beragam.
Misbah juga mendapati beberapa calon haji harus dirawat karena tak kuat dengan cuaca panas di luar tenda. Bagi sebagian orang, persoalan tenda penuh sesak mempengaruhi kualitas ibadah haji.
“Sulit istirahat. Ini mengurangi kekhusyukan ibadah,” ucapnya.
Pengelolaan Dana dan Petugas Haji: Transparansi yang Dipertanyakan
Pengelolaan dana haji melalui Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) juga tidak lepas dari kritik. Laporan tahunan BPKH menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara investasi yang dilakukan dan manfaat yang diterima jamaah. Pertanyaan besar muncul: apakah dana ini benar-benar digunakan untuk kepentingan jamaah, ataukah ada pihak tertentu yang mengambil keuntungan lebih besar dari sistem ini?
Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio, menyatakan bahwa transparansi adalah kunci dalam pengelolaan dana haji.
“Jika dana haji tidak dikelola dengan benar, ini tidak hanya merugikan jamaah, tetapi juga mencoreng citra Indonesia sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar,” tegasnya. Hingga kini, publik masih menunggu langkah konkret dari BPKH untuk memperbaiki situasi ini.
Persoalan lain adalah perekrutan petugas haji. Semula Kementerian Agama mendapat jatah dari pemerintah Saudi untuk 4.421 petugas haji. Jumlah itu sangat kurang buat melayani 213 ribu calon haji reguler asal Indonesia. Setelah menjalani berbagai lobi, pemerintah hanya mendapat tambahan 500 petugas.
Masalahnya, perekrutan petugas dianggap tak transparan. Agirawan, calon petugas haji asal Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, lulus seleksi petugas haji yang diadakan Kementerian Agama pada Desember 2023. Namun namanya hilang dari daftar undangan acara bimbingan teknis tanpa ia tahu alasannya.
Menteri Yaqut tak menampik kabar ada petugas penyelenggara ibadah haji 2024 yang berasal dari jalur rekomendasi. Tapi jumlahnya tidak sampai 16 persen dari total petugas haji. Organisasi Islam, seperti Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan Gerakan Pemuda Ansor, mendapat jatah petugas haji rekomendasi.
Perubahan Kepemimpinan: Harapan Baru?
Pada Oktober 2024, Presiden Prabowo Subianto mengganti Yaqut Cholil Qoumas dengan Nasaruddin Umar sebagai Menteri Agama. Nasaruddin, yang juga menjabat sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal, diharapkan mampu membawa perubahan signifikan dalam pengelolaan ibadah haji. Namun, harapan ini bukan tanpa tantangan. Nasaruddin harus berhadapan dengan sistem yang telah lama bermasalah dan berbagai kepentingan yang saling tarik-menarik.
“Kami akan memulai reformasi total, mulai dari alokasi kuota, pelayanan di lapangan, hingga pengelolaan dana. Transparansi dan akuntabilitas akan menjadi prioritas utama kami,” ujar Nasaruddin Umar dalam konferensi pers pertamanya sebagai Menteri Agama. Meski pernyataan ini terdengar menjanjikan, implementasinya masih menjadi tanda tanya besar.
Meski begitu Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menilai penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024 ini masih lebih baik dibanding tahun-tahun sebelumnya. Karenanya kalaupun ada kritik, hal itu sah-sah saja.
“Menurut saya sah-sah saja (mengkritik) dan Kementerian Agama, tidak usah panas kupingnya mendengar kritik. Tapi yang jelas, Kementerian Agama harus bisa mendengarkan dan kemudian juga menjelaskan kepada masyarakat serta berupaya untuk bergerak ke arah kesempurnaan,” ujar Anwar yang juga Naib Amirul Haj.
Solusi yang Dibutuhkan
Untuk mengatasi berbagai permasalahan ini, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah konkret sebagaimana juga yang tercantum dalam hasil kerja pansus haji yang dibacakan dan disahkan dalam sidang paripurna terakhir DPR RI periode 2019-2024, September silam:
Transparansi dalam Alokasi Kuota Pemerintah harus membangun sistem alokasi kuota yang berbasis data dan keadilan. Calon jamaah yang telah menunggu lama harus diprioritaskan, dan kuota tambahan harus dikelola secara transparan tanpa intervensi pihak ketiga.
Penguatan Infrastruktur dan Layanan Investasi besar-besaran dalam infrastruktur pelayanan, baik di Indonesia maupun Arab Saudi, sangat diperlukan. Pemerintah harus memastikan seluruh fasilitas yang dijanjikan kepada jamaah tersedia tepat waktu dan sesuai standar.
Pengawasan dan Audit Independen Pengawasan terhadap BPKH dan Kemenag harus melibatkan lembaga independen seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk memastikan tidak ada penyimpangan dalam pengelolaan dana dan layanan.
Pelatihan Petugas Haji Petugas haji, termasuk tenaga kesehatan dan pengelola logistik, harus mendapatkan pelatihan intensif agar mampu memberikan layanan terbaik kepada jamaah.
Edukasi Publik Masyarakat perlu diberi edukasi mengenai hak-hak mereka sebagai jamaah haji, termasuk mekanisme pengaduan jika terjadi pelanggaran.
Sengkarut haji 2024 adalah bukti nyata bahwa sistem yang ada saat ini tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan jamaah. Tanpa reformasi total, masalah ini akan terus berulang, merugikan jamaah dan mencoreng reputasi Indonesia di mata dunia. Tahun 2025 harus menjadi titik balik. Jika tidak, penyelenggaraan haji hanya akan menjadi bisnis besar yang melupakan esensi ibadah itu sendiri: pelayanan penuh keikhlasan untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. (*/sar)