21 Januari 2025

PP Muhammadiyah : Pemerintahan Prabowo Tak Perlu Malu Ubah Kebijakan jika Ditolak Rakyat

KoranRakyat.co.id, Jakarta —- Pemerintahan Prabowo dalam menjalankan pemerintahan kabinet Merah Putih  tidak perlu merasa malu kalau kebijakan yang diambil ditolak masyarakat. Hal itu diungkap Ketua Umum Pimpinan Pusat (Ketum PP) Muhammadiyah Haedar Nashir yang meminta pemerintahan Prabowo Subiano untuk dapat membuat kebijakan yang pro terhadap rakyat.

Sehingga kata dia, jika memang ada kebijakan yang mendapat penolakan dari rakyat, harusnya pemerintah tak segan untuk melakukan pengkajian ulang.

Pernyataan itu   seperti dilansir TRIBUNNEWS.COM  disampaikan Haedar Nashir, saat memaparkan Refleksi Akhir Tahun 2024  PP Muhammadiyah. Dia berharap, di 2025 mendatang, kebijakan yang dibuat pemerintah bisa selaras dengan upaya kemajuan bangsa.

Untuk diketahui, pemerintahan Prabowo Subianto  berencana mengeluarkan kebijakan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai Januari 2025. Namun, rencana kebijakan tersebut mendapat penolakan dari berbagai kelompok masyarakat.

“Selalu ada kebijakan-kebijakan yang kontroversi kemudian menimbulkan reaksi yang tidak setuju dari masyarakat berbagai lapisan atau kelompok. Kita berharap mohon betul kalau ada ijakan-kebijakan yang sudah pro kontra dan banyak yang kontra dari masyarakat gitu ditinjau ulang,” kata Haedar dalam paparannya yang disiarkan secara daring, Senin (30/12/2024).

Menurut Haedar, pemerintah juga tidak perlu merasakan malu jika memang harus mengubah atau mengkaji ulang kebijakan yang terlanjur dibuat.

Pasalnya, dengan pemerintah merespons apa yang menjadi saran dari masyarakat, maka akan menimbulkan kesan kenegarawanan.

“Tidak ada malunya lah tidak ada turun marwah dan martabat ketika kita mengkoreksi kebijakan jadi daripada terus, lalu menimbulkan masalah bagi masyarakat,” ujar dia.

“Jadi, kalau sudah pro kontra dan banyak masalahnya banyak penolakan nya menurut saya cukup elegan dan jiwa kenegarawanan jika mengkoreksi kebijakan itu memperbaiki nya,” sambung Haedar.

Dirinya lantas menilai, jika masukan dari PP Muhammadiyah itu bisa diterapkan baik oleh pemerintah maupun legislatif dalam membuat kebijakan, maka bukan tidak mungkin reformasi kebijakan negara terwujud.

Sebab, jangan sampai aturan atau kebijakan yang dibuat oleh pemerintah juga DPR RI justru menimbulkan permasalahan yang berkepanjangan di masyarakat. (*/Sar)

“Saya pikir ini langkah baru yang disebut dengan reformasi kebijakan negara, kita maklum ada kesalahan daripada kesalahan itu terus diawetkan lalu jadi kebijakan yang absolut gitu, dan tahun baru ini jadikan refleksi ke situ,” tandas dia.