Wow Ternyata Masih Ada Pengusaha Jumbo Yang Nunggak Pajak PBB di Natuna !
KR Natuna- Ternyata masih ada Oknum pengusaha Jumbo yang nunggak Pajak PBB di Natuna !, kondisi ini mempengaruhi estimasi pendapatan daerah dari sektor pajak di tahun 2024, selain itu adanya perubahan Rencana Tatarung Wilayah di tahun 2022 dan perubahan beberapa aturan membuat Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah dan Pendapatan Daerah ( BPKAD-PD kabuoate Natuna harus bekerja keras.
” Ya bang OPD BPKAD-PD harus bkerja keras tahun ini untuk mengamankan estimasi pendapatan daerah agar APBD Natuna 2024 bisa berjalan lancar, hingga saat ini ada beberapa kendala ynag kitahadapi untuk mengamankan estimasi pendapata dari sektor pajak daerah< ” jelas Suryanto menjawab konfirmasi media ini, Kamis (10/10)
Ada beberapa kendala yang diadapi BPKAD_PD seperti yang disampaikan Suryanto menjelaskan lebih jauh
” Kendala kita adalah 1. masih ad banyaknya penunggak pajak PBB yang jumbo, kita data ini dan kita masih usahakan pendekatan persuasif sebelum annati kita berikan sanksi sesuai aturan ynag berlaku, selain itu beberpa kebijakan membuat ada penyesuaian, misalya perubahan rencana tata runag natuna di tahaun 2022, BPKAD-PD harus mengupdate data wajib Pajaknya karena objek pajaknya berubah, terutama kebun dan tanah pertanian ynag sebelumnya objek kena pajak kini masuk dalam wilayah Hutan lindung atau hutan produksi , tentu harus disesuaikan, jadi kita sedang berupaya untuk segera menyelesaikan Update datanya,” jelas Suryanto menambhakan
Objek Pajak PBB
Pajak PBB merupakan salah satu pajak yang harus dibayar pemilik properti seperti tanah atau bangunan. Aturan itu tertuang dalam UU Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana yang telah diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 1994.
Tapi, tidak semua bangunan menjadi objek pajak ini. Beberapa bangunan yang diperuntukan untuk kepentingan umum seperti ibadah, sosial, pendidikan, kesehatan, dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk mendapat keuangan, tidak perlu membayar PBB. Selain itu, pemakaman, hutan lindung, dan bangunan untuk perwakilan diplomatik juga tidak wajib membayar PBB.
Objek PBB Perdesaan dan Perkotaan adalah Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
Subjek Pajak PBB
Yang selanjutnya disebut Subjek Pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.
Manfaat Yang Didapatkan Apabila Membayar PBB-P2, antara lain;
1. Menjadi Sumber Pendapatan Bagi Pemerintah
PBB-P2 diketahui menjadi sumber pendapatan bagi pemerintah daerah. Adapun penerimaan dari PBB dapat digunakan untuk membiayai berbagai program dan pembangunan pemerintah. Seperti infrastruktur, pendidikan, Kesehatan hingga pelayanan publik lainnya.
2. Mengatur Kepemilikan Properti
Selain mendukung pendapatan daerah, PBB-P2 juga dapat digunakan sebagai instrument kebijakan untuk mengatur kepemilikan property. Melalui pengenaan pajak yang adil dan proporsional, PBB dapat mendorong pemilik property untuk memanfaatkan tanah dan bangunan mereka lebih efisien.
Tak hanya itu, PBB juga dapat mendorong penggunaan property sesuai dengan rencana tata ruang dan pembangunan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
3. Pengumpulan Data Properti
Dalam proses pemungutan PBB-P2, pemerintah juga dapat sekaligus mengumpulkan data tentang kepemilikan property dan kondisi property yang ada. Nantinya, data ini dapat digunakan dalam perencanaan perkotaan, pengembangan infrastruktur, analisis ekonomi dan pengambilan keputusan lainnya.
Resiko Penunggak Pajak PBB
Bagi pemilik objek pajak yang wajib membayar PPB, sebaiknya perlu tahu sanksi bila tidak membayar PBB tersebut.
Sama seperti tagihan listrik pasca bayar, PBB juga memiliki tenggat waktu pembayaran. Pajak Bumi Bangunan tidak dibayarkan tiap bulan melainkan setahun sekali. Tiap tahun, pemilik properti bisa membayarkan PBB paling lambat 6 bulan setelah menerima SPPT atau Surat Keputusan dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terkait pajak terutang dalam satu tahun Pajak. Jika lupa, maka Anda akan kena sanksi tidak membayar PBB.
Besarnya PBB tergantung pada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang telah ditentukan dengan mengikuti harga pasar tiap wilayah dan tiap tahun. Nilai PBB yang harus dibayar diperoleh dari 0,5 persen Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).
Semakin besar NJOP maka makin besar pula nilai NJKP. Untuk NJOP kurang dari Rp1 miliar, NJKP sebesar 20 persen, dan NJKP 40 persen untuk NJOP dengan nilai Rp1 miliar atau lebih.
Pembayaran PBB kita tidak harus dilakukan ke kantor pajak. Para wajib pajak bisa membayar secara daring atau online melalui situs resmi kantor pajak di wilayah masing-masing. Semakin mudah, PBB juga bisa dibayar lewat ecommerce, minimarket,dan beberapa aplikasi perbankan seperti Tokopedia, Bukalapak, Shopee, Traveloka, hingga Klik Indomaret.
Sanksi Iika Tidak Bayar PBB Properti Bisa di Sita Negara !
Para wajib pajak hendaknya membayar PBB tepat waktu. Jika lewat dari waktu yang ditentukan, wajib pajak berupa denda. Merujuk ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2016, tentang Tata Cara Penerbitan Surat Tagihan Pajak Bumi dan Bangunan, besaran denda yang ditetapkan sebagai sanksi tidak membayar PBB adalah 2 persen per bulan dari tagihan.
Sebagai contoh, jika PBB suatu bangunan ditetapkan Rp500.000 per tahun dan telat membayar selama 12 bulan/1 tahun, maka dengan dengan denda administratif 2 persen, jumlah yang harus dibayarkan menggunakan perhitungan berikut: Rp500.000 x 2% x 12 bulan = Rp120.000
Mungkin nilainya tampak tidak terlalu besar. Namun, jangan disepelekan karena denda tersebut bisa terus menumpuk. Selain itu, keringanan penghapusan denda dari pemerintah hanya berlaku untuk denda pajak PBB selama 24 bulan. Lebih dari itu, properti Anda bisa berisiko disita.
Besaran nilai yang harus dibayarkan sebagai sanksi tidak membayar PBB tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2016, tentang Tata Cara Penerbitan Surat Tagihan Pajak Bumi dan Bangunan.
Pada pasal 3 ayat (1), ditulis bahwa Direktur Jenderal Pajak (DJP) akan menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) Pajak Bumi Bangunan (PBB) mengenai adanya PBB terutang dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) atau Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang tidak atau kurang bayar setelah tanggal jatuh tempo.
STP PBB memuat PBB atau yang tidak atau kurang dibayar ditambah dengan denda administrasi sebesar 2% (dua persen) per bulan dari PBB yang tidak atau kurang dibayar.
Dijelaskan lebih lanjut, denda administrasi tersebut dihitung dari saat jatuh tempo sampai tanggal pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 bulan. Jumlah PBB yang terutang dalam STP harus dilunasi paling lambat 1 bulan dari tanggal diterimanya STP tersebut oleh wajib pajak. Jika pajak terutang tidak dibayar juga, maka bisa ditagih dengan Surat Paksa *(red)