3 Rumah Sakit yang Diduga Lakukan Ribuan Klaim Fiktif BPJS Akan Diperiksa KPK
KoranRakyat.co.id, Jakarta – Pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana akan mengusut dugaan klaim fiktif atau phantom billing senilai Rp 34 Miliar yang diajukan tiga rumah sakit ke Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS).
Dugaan kecurangan atau fraud claim itu dilansir TRIBUNNEWS.COM, ditemukan tim gabungan KPK, BPJS, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan berkata, tindakan sejumlah rumah sakit itu diduga merugikan negara hingga puluhan miliar rupiah.
“Pimpinan memutuskan kalau yang tiga ini dipindahkan ke (Kedeputian) Penindakan,” kata Pahala dalam diskusi “Pencegahan dan Penanganan Fraud JKN” di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (24/7/2024).
Sekadar informasi, Kedeputian Penindakan dan Eksekusi bertugas mengusut dugaan korupsi dari penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan dan eksekusi.
Dikatakan Pahala, dugaan korupsi dalam phantom billing oleh tiga rumah sakit tersebut sudah sangat terang.
Persoalan mengenai pelaku bukan merupakan penyelenggara negara dan tidak masuk dalam subyek hukum yang ditangani KPK akan “diurus” pimpinan.
Dalam pelaksanaannya, KPK bisa saja melakukan penyelidikan terlebih dahulu sebelum akhirnya dilimpahkan ke Aparat Penegak Hukum (APH) lain yang bisa menangani pelaku dari swasta dalam korupsi yang tidak terkait penyelenggara negara.
“Tapi yang tiga ini sudah pindah ke penindakan, karena indikasi-nya sudah cukup, itu hasil paparan ke pimpinan KPK,” kata Pahala.
Adapun ketiga rumah sakit tersebut merupakan temuan sementara tim gabungan setelah menerjunkan sejumlah petugas ke tiga provinsi.
Mereka memeriksa enam rumah sakit sebagai sampel yang berawal dari laporan fraud pihak BPJS.
Dilansir Tribunnews.com hasil pemeriksaan tersebut, RS A di Provinsi Sumatra Utara (Sumut) diduga melakukan phantom billing dengan nilai kerugian negara Rp1 miliar sampai Rp 3 miliar.
Kemudian, RS B di Provinsi Sumut dengan nilai klaim Rp 4 miliar sampai Rp 10 miliar.
Lalu, RS C Provinsi di Jawa Tengah senilai Rp 20 miliar sampai Rp 30 miliar.
Pahala mengatakan, rumah sakit tersebut melaporkan dokumen klaim fiktif untuk mendapatkan dana dari BPJS.
Tindakan ini dilakukan dengan rapi mulai dari dokumen kependudukan pasien sampai rekam medis palsu.
“Di tiga rumah sakit ada tagihan klaim 4.341 kasus tapi sebenarnya ada 1.000 kasus di buku catatan medis,” kata dia.
“Jadi, sekitar 3.000-an itu diklaim sebagai fisioterapi tapi sebenarnya enggak ada di catatan medis (fiktif),” ujar Pahala.
Tagihan Fiktif Rp 34 M di 3 RS
Sebelumnya diberitakan pihak KPK menemukan dugaan perbuatan curang atau fraud terkait layanan kesehatan di Indonesia. Dalam catatan ada tiga rumah sakit yang diduga melakukan penipuan klaim.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan seperti dilansir detiknews, mengatakan kasus fraud di layanan kesehatan ini berawal saat KPK bersama BPJS dan Kemenkes melakukan studi banding ke Amerika Serikat tahun 2017. Saat itu, katanya, tim yang berangkat membandingkan fraud yang terjadi di layanan Obama Care.
“Waktu itu 2017 tim dari KPK, BPJS dan Kemenkes kita lihat bagaimana penanganan fraud di Obama Care jadi kita ke Amerika bareng dan kita lihat FBI bilang ternyata 3-10% klaim itu pasti ada fraud-nya di Amerika dan mereka keras kalau ada fraud dibawa ke pidana,” kata Pahala dalam diskusi ‘Pencegahan dan Penanganan Fraud JKN’ di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (24/7/2024).
KPK kemudian melakukan monitoring ke enam rumah sakit yang berada di tiga provinsi. Secara khusus, KPK melihat layanan kesehatan fisioterapi dan operasi katarak.
Pahala mengatakan pihaknya menemukan tiga rumah sakit yang melakukan penipuan terkait catatan medis layanan fisioterapi. Dia mengatakan ada perbedaan jumlah layanan yang telah diberikan dengan jumlah klaim.
“Ternyata di tiga rumah sakit ada tagihan klaim 4.341 kasus tapi sebenarnya hanya ada 1.000 kasus di buku catatan medis. Jadi sekitar 3.000-an itu diklaim sebagai fisioterapi tapi sebenarnya nggak ada di catatan medis,” ujar Pahala.
“Jadi kita bilang 3.269 ini sebenarnya fiktif yang kita bilang kategori dua, ini medical diagnose yang dibuat tidak benar,” sambungnya.
Pahala mengatakan pihaknya juga menemukan kecurangan layanan kesehatan dengan modus penggelembungan klaim. Contohnya, kata Pahala, RS memberikan layanan fisioterapi dua kali tapi diklaim 10 kali.
“Misalnya gini ditagihkan 10 kali fisioterapi tapi kalau kita tanya ke orangnya cuma dua kali. Nah ini jenis fraud yang jenis kedua, orangnya ada, terapinya ada tapi digelembungin nilai klaimnya. Itu kita temukan tahun 2018,” kata Pahala.
Penipuan di layanan operasi katarak juga ditemukan KPK. Pahala mengatakan ada temuan rumah sakit yang membuat catatan pemberian operasi katarak kepada warga secara fiktif.
“Kita lihat juga (layanan operasi) katarak di tiga rumah sakit. 39 pasien kita sama, sebenarnya hanya 14 pasien yang patut dioperasi katarak, tapi diklaim lah semua dioperasi katarak. Kita cek, kita bilang ‘ini dioperasinya satu mata diklaimnya dua mata’, kira-kira begitu waktu itu,” katanya.
Pahala mengatakan pihaknya juga menemukan jenis penipuan yang dilakukan rumah sakit dengan membuat pasien fiktif untuk diberikan tindakan medis. Penipuan itu dikenal dengan istilah phantom biling.
“Nggak ada apa-apa, pasien nggak ada, terapinya ada tapi dokumennya semua dibikin sedemikian sehingga seakan-akan dia mengklaim untuk orang yang ada dengan terapi segala macam, itu yang kita bilang phantom billing,” sebut Pahala.
Hasil penelusuran KPK kemudian menemukan adanya tiga rumah sakit yang melakukan phantom billing. Tiga rumah sakit itu berada di Jawa Tengah dan dua di Sumatera Utara.
“Ada tiga rumah sakit yang phantom billing saja. Tiga ini melakukan phantom billing artinya mereka merekayasa semua dokumen. Yang satu ada di Jateng sekitar Rp 29 miliar klaimnya, yang dua ada di Sumut itu ada Rp 4 miliar dan Rp 1 miliar itu hasil audit atas klaim dri BPJS Kesehatan,” papar Pahala.
Pahala mengatakan perbuatan tiga rumah sakit itu telah mengakibatkan kerugian negara. Temuan itu telah dipaparkan ke pimpinan KPK dan akan diusut.
“Hasilnya pimpinan memutuskan kalau yang tiga ini dipindahkan ke penindakan. Nanti urusan siapa yang ambil apakah kejaksaan yang lidik atau KPK itu nanti diurus sama pimpinan KPK,” ucap Pahala. (*/Sar)