11 Desember 2023

Dalam Liputan Wartawan Sebaiknya Hindari Konflik dengan Narasumber

INDRALAYA|KoranRakyat co.id—–DALAM kerja jurnalistik, selain kemampuan menulis, wartawan terlebih dahulu harus memiliki kemampuan melakukan liputan. Dalam tugas liputan guna mencari dan mengumpulkan bahan berita, wartawan semaksimal mungkin agar menghindari gesekan atau konflik dengan narasumber atau “kaki tangannya”. Karena itu adab dan kemampuan komunikasi sangat diperlukan.

Hal tersebut disampaikan Wartawan senior, Drs H Iklim Cahya, MM, yang juga Dewan Penasehat (Wanhat) PWI Ogan Ilir (OI), dalam Pelatihan Jurnalistik Internal (PJI) yang dilaksanakan PWI OI yang diketuai, Fredi Kurniawan, Jumat 10 November 2023.

Iklim Cahya diminta menyampaikan materi sekaligus berbagi pengalaman tentang Tehnik Peliputan Berita. Pelatihan yang diikuti para pengurus dan anggota PWI OI ini, dilaksanakan setiap hari Jumat, dan ini merupakan pertemuan ke lima.

Pada pertemuan awal, 12 Oktober 2023, tampil sebagai pemateri, H Oktaf Riady, SH, Ketua Forum Jurnalis Migas (FJM) Sumsel, yang pernah menjadi ketua PWI Sumsel pengurus PWI Pusat.

Oktaf Riady menyampaikan secara umum tentang tugas-tugas wartawan supaya tidak bersentuhan dengan delik hukum, serta informasi seputar FJM.

Sedangkan pada pertemuan kedua dan ketiga, tampil HM Syarifuddin Basrie, S.Ikom, Pimred SK Agung Post Gruf, yang juga Anggota DK-PWI Sumsel dan Wanhat PWI OI. Syarifuddin lebih banyak memberi materi tentang UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, dan Kode Etik Jurnalistik.

Lalu pada pertemuan ke empat tampil sebagai narasumber, Sarono P Sasmito, S.Pd, yang membahas seputar Tehnik Penulisan Berita.

Menurut Iklim Cahya, peliputan atau liputan adalah bagian integral dari tugas jurnalistik, dan sangat penting dalam memudahkan saat menulis berita.

Setiap wartawan pasti sudah melakukan salah satu kerja jurnalistik tersebut, dengan cara dan gaya masing-masing. Namun supaya kerja/tugas peliputan tidak mengalami hambatan, maka wartawan perlu menyiapkan hal-hal yang diperlukan, baik yang bersifat teknis maupun non teknis, ujar mantan wartawan Sriwijaya Post ini.

Hal teknis yang perlu disiapkan, lanjut Iklim Cahya, antara lain notes, pena, tustel, dan alat perekam. “Tapi ini dulu sebelum era IT sekarang ini. Kalau sekarang lebih praktis, mungkin sudah cukup dengan HP android saja,” ujar Iklim.

Selain itu yang penting lagi, tambahnya, yakni menyiapkan materi pertanyaan sesuai dengan tema liputan. Materi pertanyaan ini bisa inisiatif wartawan, tapi bisa juga dari pimpinan seperti Redaktur, Redpel, dan Pimred.

Sedangkan yang sipatnya non teknis, yang perlu diperhatikan adalah adab dan penampilan. Kalau wartawan yang bertugas banyak bertemu narasumber di perkantoran, maka sebaiknya memakai baju kemeja dan pakai sepatu. Tapi kalau wartawan olahraga dan hiburan bolehlah memakai kaos, tukas Iklim yang pernah menjadi Ketua DPRD OI ini.

Lebih jauh ditambahkan Iklim Cahya, tehnik peliputan ini bergantung pula dengan jenis kegiatan yang ada di publik, seperti liputan mengenai agenda institusi, liputan kejadian/peristiwa, liputan investigasi, dan liputan yang terkait dengan konfirmasi berita.

Untuk liputan investigasi, sebaiknya wartawan melakukannya dengan penyamaran supaya informasi yang didapat akurat. Penyamaran tersebut juga dalam rangka safety terhadap wartawan. Sedangkan liputan terkait dengan kejadian/peristiwa misalnya bencana alam, peperangan, maka wartawan perlu berhati-hati jangan sampai menjadi korban.

Hal lain yang lebih detil disampaikan oleh Ica, panggilan lain Iklim Cahya, adalah terkait dengan konfirmasi terhadap berita yang sifatnya kontrol sosial.

Terhadap hal ini, seringkali terjadi benturan atau salah paham dengan narasumber, akibatnya si narasumber emosi dan bahkan bisa terjadi konflik. Karena itu wartawan harus mampu berkomunikasi dengan tehnik-tehnik yang baik, mengedepankan adab dan etika, serta memberikan penjelasan yang baik. Wartawan sebaiknya semaksimal mungkin menghindari gesekan atau konflik dengan narasumber, ujar Iklim.

Kalau hal-hal yang terkait dengan konfirmasi berita yang rawan, Iklim menganjurkan agar wartawan tidak sendirian, supaya ada saksi kalau terjadi apa-apa terhadap si wartawan. Tapi bisa juga konfirmasi tersebut dilakukan melalui telepon/WA, namun akan lebih baik kalau bertemu secara langsung supaya informasi yang didapat lebih jelas.

Iklim Cahya juga mengajak para wartawan untuk “mendidik” narasumber/sumber informasi, berani menyampaikan identitasnya. Tapi kalau narasumber tersebut minta identitasnya disembunyikan, dan si wartawan menyetujuinya. Maka tidak boleh di buka, walau sampai ke pengadilan sekalipun.

Terhadap kerja liputan di lapangan tersebut, Iklim menyarankan, wartawan harus “pacak-pacak”, gunakan trik supaya informasi yang dibutuhkan tergali dengan lengkap. Tapi sebaiknya tidak benturan atau berkonflik dengan narasumber.

Iklim yang sekarang menulis di Media Online “Koran Rakyat Co”, meyakini kalau narasumber paham dengan tugas wartawan dan fungsi pers, pasti akan menjaga hubungan harmonis dengan wartawan. Apalagi wartawan tersebut jelas media dan organisasinya.

Untuk liputan yang sifatnya bukan investigasi, menurut Iklim Cahya, wartawan wajib mengenalkan diri dan medianya. Narasumber pun berhak menanyakan identitas wartawan, apalagi kalau belum kenal. (ica)