Perlu “Keroyokan” Membina Atlet Usia Dini
UNTUK memajukan /meningkatkan olahraga prestasi dan prestasi olahraga di Kabupaten Ogan Ilir (OI) Sumatera Selatan, maka kunci utamanya terletak pada bagaimana pembinaan terhadap anak-anak usia dini, terutama yang duduk di SD dan SMP/sederajat. Untuk itu perlu upaya bersama (sistem keroyokan) supaya pembinaan terhadap mereka ini dapat dilakukan secara terprogram dan masif.
Demikian antara lain benang merah yang dapat ditangkap dari Seminar Peningkatan Olahraga Prestasi di Ogan Ilir, Selasa 13 Desember 2022. Seminar tersebut dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) yang dipimpin oleh Astuti , Spd, M.Si bekerjasama dengan KONI OI.
Sejumlah narasumber ditampilkan yakni H Amiruddin, S.Sos, M.Si (Kadisporpa OI), M. Sabit, S.Pd, M, Si (Sekdin Dikbud OI), Fitri Yulianti Mawardi, SE ( Ketua Perwosi OI), DR Muslimin, M.Pd ( Akademisi/Pengurus KONI OI), DR Syamsudin, M.Pd (Widyaswara LPMP/Pelatih Taekwondo OI), serta Drs H Iklim Cahya, MM (Anggota TKPP… Tim Khusus Percepatan Pembangunan Bidang Olahraga/Mantan Ketua KONI OI).
Acara tersebut dibuka Wakil Bupati OI, H Ardani, SH, MH, dan dihadiri Ketua KONI H Aswan Mufti, ST, MM dan sejumlah pengurus lainnya, pengurus cabor, serta para guru olahraga di OI.
Semua yang hadir menginginkan dan berharap, agar prestasi olahraga di OI meningkat dan pada akhirnya mampu menyumbang atlet-atlet yang berlabel nasional. ” Suatu saat kita ingin menyaksikan ada atlet asal OI yang berseragam Timnas berlaga di kancah internasional,” harap Aswan Mufti dalam sambutannya.
Wabup Ardani juga meminta agar seminar ini dapat menghasilkan kajian, bagaimana upaya meningkatkan prestasi olahraga di OI yang paling pas. Sehingga dapat direalisasikan, karena Bupati Panca Wijaya Akbar sangat perhatian terhadap masalah olahraga ini.
Dalam seminar tersebut, juga sudah dapat diketahui/dipetakan melalui analisa SWOT mengenai kondisi olahraga di Bumi Caram Seguguk tersebut.
Diantaranya misalnya mengenai kelemahan klasik yang masih dirasakan, seperti masalah dana, sarana prasarana, serta sistem pembinaan yang masih parsial.
Diantara peserta juga mengungkapkan kelemahan lain yakni masalah masih rendahnya penghargaan terhadap atlet yang berprestasi, misalnya dilihat dari sisi hadiah saja yang masih terkesan alakadarnya. Begitu juga penghargaan terhadap pelatih dan pembina olahraga.
Terhadap berbagai harapan, keluhan, dan pemikiran yang berkembang dalam seminar tersebut, memang sudah ada jawaban yang pernah dibahas di tingkat Pemkab OI yakni gagasan Bupati untuk mendirikan Sekolah Olahraga Berbasis Pesantren. Masalah ini juga sudah disiapkan konsepnya oleh KONI melalui DR Muslimin, M.Pd dan pernah dibahas dan dipaparkan di depan Sekda OI.
Namun mengingat hal tersebut memakan waktu dan biaya yang cukup besar, maka gagasan mendirikan sekolah olahraga tersebut, masuk dalam rencana jangka menengah/panjang. Sambil menunggu sekolah olahraga ini terwujud, maka dipandang perlu untuk mencari solusi jangka pendek. Solusi jangka pendek tersebut, yakni upaya “keroyokan” membina olahraga pelajar sebagai sumber atlet berprestasi ke depan ( dalam kurun waktu 2-5 tahun).
Untuk itu Dinas Dikbud sebagai leading sector pembinaan olahraga pelajar, jangan dibiarkan sendirian. Mereka perlu disuport baik dana, tenaga dan pikiran.
Seperti diungkap oleh Iklim Cahya, bila perlu dibentuk semacam Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Olahraga yang focus membina olahraga pelajar/usia dini. Hal senada juga diungkapkan Ketua Perwosi OI, Fitri Yulianti, bahwa pihaknya akan menyasar pembinaan terhadap anak-anak.
Anggota Satgas tersebut sebaiknya dipilih /direkrut dari Dinas Dikbud, Guru2 Olahraga, Koni, Cabor, dan Perwosi serta tokoh-tokoh yang punya kepedulian terhadap olahraga. Dan supaya terprogram dan terkoordinasi dengan baik, maka perlu dibuat pembagian tugas/kerja secara jelas. Tentu upaya pembinaan tersebut mulai dari rekrutmen calon atlet potensial, pelatihan, hingga kompetisinya. Dari sinilah akan terjaring para atlet yang selanjutnya akan dibina oleh KONI dan cabor-cabor.
Untuk latihan/pembinaan apakah dengan membentuk kelas khusus olahraga, atau mengintensifkan ekskul diserahkan pada kondisi sekolah.
Belajar dari masa lalu dan kondisi lapangan saat ini. Ada catatan menarik bahwa kerja keras dan kesungguhan dalam pembinaan, menjadi kunci utama untuk mencapai prestasi/kesuksesan. Walau di tengah keterbatasan.
Sebagai contoh di era Pak Nurdin (alm), guru olahraga SMPN 1 Indralaya, Beliau yang dengan getol melatih para siswanya dan anak-anak di lingkungannya untuk cabor sepakbola, pada tahun 1991/92 berhasil menorehkan prestasi 4 besar nasional Piala Haornas. Waktu itu dilaksanakan di Ujung Pandang (Makasar).
Hal yang sama juga dilakukan Senai Fc, tahun 2022 ini berhasil mengantarkan anak-anak pesepakbola U-12, masuk Rangking 4 Sumbagsel. Padahal mereka juga tanpa dukungan dana dari pemerintah.
Begitu juga di cabor Sepak Takraw, Basket, dan Taekwondo dengan atlet-atlet lokal yang dibina dengan kesungguhan, walau seret dana dan fasilitas, sudah 4 kali mengikuti Porprov selalu mampu mempersembahkan medali untuk OI.
Ini artinya kalau memang dilakukan dengan sungguh-sungguh, walau tidak didukung pendanaan yang memadai masih tetap mampu menorehkan prestasi. Nah apalagi kalau di dukung dengan dana yang memadai pasti tambah oke.
Semoga tulisan ini menjadi motivasi!