Statistik untuk Bangsa, Bangkitlah Indonesia

Oleh: Yossi Adriati
Statistisi Ahli Muda BPS Kab. Ogan Komering Ilir
KoranRakyat.co.id —-Beberapa waktu terakhir, berbagai pendapat dan kritik disampaikan oleh masyarakat luas terkait tata kelola negara yang dilakukan oleh lembaga eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Badan Pusat Statistik (BPS) menjadi salah satu lembaga yang juga tidak lepas dari sorotan dan kritik publik. Sorotan dan kritik yang disampaikan terkait dengan kualitas output yang dihasilkan oleh BPS, sampai pada anggaran yang digunakan BPS dalam menghasilkan data. Pertanyaan yang dikemukakan oleh netizen di jagat maya adalah, “Uang negara sebesar itu dipakai BPS untuk apa?”. Pertanyaan yang sekilas mengandung keraguan pada BPS, namun membuka ruang untuk suatu penegasan bahwa data tidak lahir begitu saja. Melainkan melalui rangkaian proses panjang yang sistematis hingga menjadi output utuh yang dipublikasikan oleh BPS.
Darimana data BPS berasal?
Banyak orang yang mungkin mengira bahwa angka yang dirilis oleh BPS sebatas hitungan di komputer atau ringkasan berita yang beredar di masyarakat. Faktanya, data BPS dihasilkan melalui proses yang berjenjang dan terstandar mulai dari level pusat, provinsi hingga kabupaten/ kota. Semua data yang dipublikasikan bersumber dari sensus/survei yang dilaksanakan oleh BPS. Semua sensus/ survei BPS dilaksanakan dengan menggunakan standar penyelenggaraan statistik yang dikenal dengan GSBPM (Generic Statistical Business Process Model). GSBPM merupakan standar internasional yang mencakup tahapan Specify Needs (perencanaan), Design (perancangan), Build (pembangunan), Collect (pengumpulan), Process (pengolahan), Analyze (analisis), Disseminate (diseminasi) dan Evaluate (evaluasi).
Tahapan pertama dari GSBPM dilakukan oleh BPS pada level pusat, yaitu tahapan perencanaan, perancangan, dan pembangunan suatu sensus/survei. Setelah tahapan tersebut terlampaui dengan standar yang ada, BPS di tingkat kabupaten/kota melakukan tahapan pengumpulan dan pengolahan data. Tahapan di tingkat kabupaten/ kota diawali dengan perekrutan petugas sensus/survei melalui sistem manajemen mitra BPS. Petugas terpilih kemudian akan dilatih untuk dapat melakukan pengumpulan data menggunakan instrumen sensus/survei yang telah disiapkan oleh BPS Pusat.
Pengumpulan data oleh petugas sensus/survei dilakukan dengan Standard Operating Procedure (SOP) yang telah ditetapkan, seperti petugas harus datang dari rumah ke rumah untuk melakukan wawancara terhadap rumah tangga sampel. Rumah tangga yang menjadi sampel pun dipilih melalui teknik pengambilan sampel secara acak (Probability Sampling) pada sistem yang sudah disiapkan oleh BPS Pusat. Pada tahapan pengumpulan data, pegawai BPS kabupaten/kota berperan mengawal kualitas hasil pencacahan petugas lapangan. Pegawai BPS kabupaten/kota harus mengikuti setiap SOP pengawasan lapangan dan pemeriksaan dokumen sensus/ survei demi menjaga kualitas data dan informasi yang diperoleh.
Data sensus/survei yang telah dikumpulkan dan diperiksa kemudian diolah mitra entri data melalui aplikasi yang dibangun oleh BPS Pusat. Proses ini kemudian akan berlanjut pada tahapan analisis, diseminasi dan evaluasi. BPS mengawal seluruh tahapan tersebut dalam rangka menghasilkan data yang berkualitas. Pengawalan dilakukan dengan melakukan mitigasi dan penanganan risiko dalam menghasilkan output statistik. Untuk itu, BPS membangun dan menjalankan suatu sistem yang dikenal dengan Quality Gates. Sistem ini dapat meningkatkan deteksi dini terhadap error dan kelalaian dalam proses statistik. Deangan adanya Quality Gates, BPS memberikan Quality Assurance (jaminan mutu) atas semua output yang dihasilkannya. Seperti angka kemiskinan, angka pengangguran, inflasi, pertumbuhan ekonomi dan output lainnya.
Dalam pengumpulan data, tidak hanya kualitas petugas yang dibutuhkan tetapi juga partisipasi masyarakat sebagai responden. Sehebat apapun metodologi dan rancangan survei yang disiapkan oleh BPS, tidak akan memberikan hasil yang maksimal jika masyarakat enggan membuka pintu bagi petugas BPS, enggan memberikan jawaban jujur, atau bahkan menolak memberikan jawaban. Oleh karena itu,kepiawaian petugas dalam melakukan pendekatan pada responden dan probing (menggali informasi) dalam wawancara menjadi salah satu kunci dalam pengumpulan data. Kepiawaian ini juga harus diiringi oleh kejujuran responden dalam menjawab setiap pertanyaan. Sinergi antar keduanya pada akhirnya dapat memberikan data yang berkualitas. Melalui sinergi yang tetap terjalin, masyarakat luas dapat bekontribusi dalam membangun negeri melalui data.
Dengan data kita bangun negara
Semua tahapan GSBPM jelas membutuhkan tenaga, biaya dan teknologi. Keringat ribuan petugas dalam mengumpulkan, mengolah dan menjaga kualitas data dan informasi harus dibayar sesuai standar biaya kegiatan statistik yang ada dan sah secara hukum. Ada harga yang memang harus dibayar dalam mengelola data dan infromasi statistik tersebut. Namun, bukankah semua biaya itu sebanding dengan output yang dihasilkan?. Output setiap sensus/survei yang dilakukan oleh BPS dapat dijadikan para decision maker (pengambil kebijakan) sebagai dasar dalam pengambilan setiap keputusan. Karena setiap kebijakan tentunya akan lebih terarah jika menggunakan data sebagai dasarnya. Data itu memang mahal, tapi membangun tanpa data akan jauh lebih mahal. Membangun tanpa data itu seperti membangun tanpa fondasi, bahaya dan risikonya jauh lebih besar dibandingkan dengan membangun menggunakan landasan data yang kuat.
Berdasarkan hal di atas dapat disimpulkan bahwa setiap rupiah anggaran BPS dalam penyedian data dan informasi statistik adalah investasi agar kebijakan publik berjalan di atas fondasi data yang kokoh. Anggaran tersebut bukan untuk menghasilkan angka semu, melainkan untuk memastikan arah pembangunan sesuai kebutuhan rakyat. Data bukan sekadar angka, dengan data tergambarkan cerita dan potret kondisi masyarakat. Dengan data, bersama kita bangun negara.
Hari Statistik Nasional, 26 September
Kegiatan statistik bukanlah hal yang baru di Indonesia, dia telah ada sejak masa pemerintahan Hindia Belanda. Statistik telah menjadi bagian dari sejarah perjuangan dan pembangunan bangsa Indonesia. Kegiatan statistik pertama kali diundangkan pada tahun 1960 melalui Undang-Undang (UU) nomor 6 tahun 1960 tentang sensus. Undang- undang ini menjadi titik awal kemerdekaan kegiatan statistik dari aturan kolonial. Tanggal diundangkannya UU tersebut diperingati sebagai Hari Statistik Nasional.
65 tahun berlalu, BPS terus berproses membenahi diri dan beradaptasi dengan perkembangan konsep dan metodologi sesuai dengan standar internasional, melakukan inovasi sejalan dengan perkembangan teknologi yang ada dan melakukan pembinaan pada seluruh pegawai dan mitra BPS di seluruh Indonesia. Di tengah berbagai kritik yang datang, insan statistik selalu berusaha untuk dapat bekerja dengan penuh profesionalitas dan integritas dalam upaya menjaga amanah yang diberikan rakyat.
Terima kasih untuk para pejuang data di seluruh pelosok negeri yang berjuang mengumpulkan data sesuai SOP yang ada. Terima kasih untuk rakyat Indonesia atas kerjasama selama ini. Untuk para pejuang data dan rakyat Indonesia, jangan pernah lelah mengupayakan data akurat demi kemajuan bangsa. Melalui momentum Hari Statistik Nasional ini, marilah kita sambut hari esok dengan semangat membangun negeri. Kita bangun sinergi yang lebih baik untuk menghasilkan statistik berkualitas, statistik berdampak untuk Indonesia Maju. Selamat Hari Statistik Nasional, 26 September 2025. (*)
