Anggota Komisi II DPRD Provinsi Kepri Marzuki S.H Jawab Polemik Pajak Kuarsa di Kepri
KR Natuna- Polemik Terkait surat Himpunan Penambang Pasir Kuarsa Indonesia (HIPKI) kepada Gubernur Provinsi Kepri, Ansar Ahmad yang isinya meminta peninjauan kembali
- Perda Restribusi pajak galian C masing -masing kabupaten agar menurunkan presentase pajak tambang Kuarsa yang sudah ditetapkan sebesar 14 %
- Peninjauan Surat Keputusan Gubernur Provinsi Kepulauan Riau Nomor 1051 Tahun 2022 Tentang Harga Patokan Mineral Bukan Logam, Mineral Bukan Logam Jenis Tertentu dan Batuan yang menetapkan harga pasir kuarsa RP 250.00 per ton di mulut tambang diturunkan.
Selaku anggota Komisi II DPRD Provinsi Kepri Marzuki, S.H menyatakan sikapnya
“Penetapan Perda pajak galian C kabupaten Natuna yanag naik sebesar 14% dan penetapan Harga dimulut tambang sesuai SK Gubernur Provinsi Kepri sudah tepat , Tolonglah pengusaha pasir kuarsa jangan terlalu mementingkan keuntungan secara sepihak, pikirkan juga Masyarakat dan pemerintah daerahnya,” Jelas Marzuki menjawab konfirmasi media ini. Kamis, (19/12)
SK Gubernur Kepri Sudah Tepat
Lebih jauh Marjuki menjelaskan bahwa penurunan harga pasir kuarsa itu baru terjadi di bulan Agustus 2024, sementara tahun-tahun sebelumnya pengusaha tambang pasir kuarsa menikmati ekspor dengan harganya tinggi.
“ SK Gubernur Provinsi Kepri Nomor 1051 Tahun 2022 dikeluarkan berdasarka kajian disaat harga kuarsa tinggi, maka ditetapkan harga RP 250.000/ metrik ton dimulut tambang, jadi ini sudah wajar dan tepat “ jelas Marzuki
Begitu juga dengan perda galian “C “, Dimana Marzuki yang saat itu menjabat sebagai Ketua Komisi II DPRD Natuna terlibat langsung dalam Tim Pansus Pajak Galian “C”
“Saat itu kami diberi amanah untuk membuat perda galian “C”, Tim Pansus sudah studi banding dan melakukan kajian secara koperhensip hingga bisa merekomendasikan Paripurna DPRD Natuna menetapkan kenaikan pajak galia ‘C” dari 10% menjadi 14% , jadi Perda nomor 15 tahun 2023 yang mengamanahkan kenaikan pajak 14% diberlakukan per Januari 2024 sudah tepat,” terang Marzuki menjawab konfirmasi media ini.
Lebih lanjut Marzuki menjelaskan bahwa semua pengusaha tambang kuarsa sudah memahami bahwa kenaikan pajak 14% itu dihitung dengan patokan harga Rp. 250.000./ton dimulut tambang sesuai SK Gubernur Kepri Nomor 1051 tahun 2022,
“ Saya heran selama tahun 2022 hingga 2023 pengusaha tambang sudah ekspor dengan harga tinggi , saat kita akan menetapkan kenaikan pajak dari 10% naik menjadi 20% pengusaha tambang kursa negoisasi hingga ketemu kesepakatan diangka 14%, setelah setuju naik 14% Kenapa tiba-tiba protes ketika harga pasir kuarsa di dunia turun, sementara bila harga pasir kuarsa naik, pajak tidak naik, keuntungan mutlak bagi mereka pengusaha pasir kuarsa,” ujar Marzuki. Kamis (19/12/24).
Sekalipun turun harga pasir kuarsa menurut Marzuki para pengusaha masih untung, maka keseimbangan harus dijaga antara Pemerintah dan pengusaha jangan sampai PAD (Pendapatan Aset Daerah) berkurang drastis yang merugikan masyarakat Kepri dan khusunya Natuna.
Marzuki sebagai anggota Legislatif, tentunya Ia harus berpihak kepada rakyat dan daerah khususnya Kabupaten Natuna. Kalaupun saat ini harga ekspor dunia pasir kuarsa mengalami penurunan harga, seharusnya pihak pengusaha mengambil kebijakan untuk sementara tidak melakukan penjualan menunggu harga tersebut kembali naik.
“Mereka pengusaha tambang tidak usah diajarkan lagi lah, kalau keuntungan kurang besar karena harga pasir kuarsa turun silahkan stop penjualan dulu nunggu harga pasir kuarsa kembali naik,” sebutnya.
Kondisi Lahan Tambang Kuarsa Memprihatinkan
Kondisi lahan pasca tambang saat ini juga memprihatinkan, ini juga menjadi perhatian Maerzuki
“ Kita jugaakan kawaldan pertanyakan sudah sejauh mana perlakuanpengusan tambang kuaras pasca tambang, stau kita sebeum dikeluarkan ijin perasional maka perusahan tamang pasir kuarasa di Natuna harus nenyetirkan dana jaminan reboisasi, hingga inkita beum pernah dengan sudah berapa banyak dana yang disetorkan, ini sudah berjakan tahun ke- 2 tetapi kita belum lihat aksi apa yang dikakukan Perusahaan pasca tambang beroperasi di Natuna, Kita akan pertanyakan ini” jelas Marzuki.
Pantauan Pewarta di lapangan memperlihatkan kondisi lahan paska tambang dengan galian terbuka yang sudah di eksploitasi bentuknya tidak beraturan. Menyisakan kubangan yang cukup dalam, belum Nampak juga persiapan aksi penananaman kembali (Rebosisasi-red) maupun pemanfatan lokasi galian untuk industri budidaya tambak ,
“ Dalam rapat uji publik di hotel Tren Central Natuna, perwakilan Perusahaan tambang kurasa PT IKJ menyetujui usulan bahwa pemanfaatan lahan pasca tambang akan dijadikan lahan budidaya tambak udang, di setuju usulan bahwa pengelolaannya bisa dengan umdes atau BUMD Natuna yang bekerjasama dengan perusahaan yang sudah sukses budidaya udang Vaname, dengan mengandeng koperasi Persatuan Punawirawan Angkata Darat (PPAD), sayangnya setelah itu tidak ada tindak lanjut ” , jelas Hermawan selaku ketua Yayasan Pembangunan Kepulauan Natuna ynag hadir pada saat uji public (red)