17 Februari 2025

Pendekatan Maqashid Syariah Untuk Mencegah Pencucian Uang Di  Perbankan Syariah

Ciputat, KoranRakyat.co.id —  Dimas Kenn Syahrir, salah seorang pejabat Eselon III di Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengikuti sidang terbuka  Program Doktor Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Kamis, 12 Desember 2024 dengan disertasi “ Risiko Inheren Pencucian Uang Terhadap Pengendalian Internal Dengan Maqashid Syariah Sebagai Variabel Pemoderasi  di Perbankan Syariah”.  Thema yang diusung oleh ekonom muda syariah berusia 44 Tahun ini terbilang langka. Langka karena belum banyak akademisi yang menyorot secara spesifik risiko tindak pidana pencucian uang pada perbankan syariah yang ternyata potensinya cukup besar.

Rilis yang dikirim ke meja redaksi KoranRakyat.co.id menyebutkan Dimas yang lama erkecimpung melakukan analisis transaksi keungan ini melihat  jumlah pelaporan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) dan nilai transaksi  LTKM yang besar pada perbankan secara nasional dapat menggambarkan terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)  pada industri perbankan. Hal ini dapat terjadi karena proses uji tuntas nasabah atau customer due dilligence (CDD) pada saat penerimaan nasabah tidak berjalan optimal. Nasabah berisiko tinggi terkait TPPU dapat menggunakan rekeningnya untuk melakukan pencucian uang ataupun transaksi kejahatan lainnya.

Di sisi lain, trend menurun jumlah pelaporan LTKM dan nilai transaksi keuangan selama 3 tahun terakhir pada perbankan syariah juga belum dapat diartikan bahwa aktivitas pengendalian internal yang dilakukan sudah cukup ketat dan baik, melainkan dapat menggambarkan kualitas deteksi dan pelaporan transaksi keuangan mencurigakan yang masih lemah.  Oleh karena itu, maka pengendalian internal terkait pencucian uang pada perbankan syariah masih perlu ditingkatkan agar risiko inheren TPPU pada perbankan syariah dapat dimitigasi dengan baik.

Data pelaporan LTKM  pada  13 Bank Umum Syariah di Indonesia sejak Tahun 2021 sampai dengan 2023 menunjukkan :

Jumlah LTKM Tahun 2021 sebanyak 9.853 dengan jumlah nominal Rp 21.576.461.017.769.

Jumlah LTKM Tahun 2022 sebanyak 898 dengan jumlah nominal Rp853.013.943.188.

Jumlah LTKM Tahun 2023 sebanyak 1.452 dengan jumlah nominal Rp629.093.905.843.

handout

Penelitian ini menunjukan pula bahwa risiko nasabah, risiko produk jasa dan transaksi, risiko jaringan distribusi, dan prinsip maqashid syariah akan berpengaruh positif  secara parsial terhadap pengendalian internal Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU-PPT). Oleh karena itu, untuk memitigasi risiko inheren (yang melekat) TPPU di perbankan syariah maka pengawasan aktif Direksi dan Komisaris merupakan elemen kunci dalam pengendalian internal yang memiliki prioritas kepentingan paling tinggi, sedangkan prioritas selanjutnya adalah program sumber daya manusia dan pelatihan, serta kebijakan dan prosedur. Sejalan dengan hal tersebut, strategi penerapan maqashid syariah yang harus dimaksimalkan sebagai prioritas utama adalah strategi penerapan prinsip memelihara harta, prinsip memelihara lingkungan serta prinsip memelihara jiwa.

Penelitian ini merekomendasikan perlunya pengembangan kerangka regulasi yang lebih detail dan rinci untuk memperkuat kepatuhan syariah dengan cara mengembangkan pedoman yang lebih spesifik untuk penerapan prinsip maqashid syariah dalam konteks pencegahan pencucian uang melalui konsep baru yang diperkenalkan sebagai SIAPLUS (Sistem Informasi Anti Pencucian Uang + Maqashid Syariah) yang menggabungkan sistem informasi anti pencucian uang (SIAP) dengan prinsip maqashid syariah seperti menjaga harta, lingkungan dan jiwa yang memperhatikan integritas sistem keuangan yang transparan dan praktik etis dalam membangun tata kelola ekonomi berkelanjutan. Konsep SIAPLUS haris mengadopsi standar-standar integrasi tata kelola lingkungan dan sosial sebagai bagian dari komitmen industri keuangan terhadap pembangunan berkelanjutan dengan menerapkan nilai-nilai menjaga harta yang bersih (thoyyib). Pendekatan ini juga harus menetapkan tolak ukur minimum untuk mencegah dan mendeteksi pencucian uang dengan menjaga integritas dana yang diarahkan pada ekonomi berkelanjutan.

Pada hakikatnya kejahatan pencucian uang sangat mengancam stabilitas perekonomian suatu bangsa karena tindak pidana pencucian uang lebih banyak mafsadat (unsur kerugiannya) dari pada maslahah (unsur manfaatnya) bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam rangka agar dapat mengetahui sejauhmana mafsadat yang diakibatkan dari kejahatan pencucian uang dalam hukum Islam, maka perlu dikaji dengan pisau analisa maqashid syariah.

Maqashid syariah secara etimologi (bahasa) terdiri dari dua kata, yakni maqashid dan syariah. Maqashid, adalah bentuk jamak dari maqsủd, yang berarti “kesengajaan atau tujuan”, sedangkan syariah secara bahasa berarti “jalan menuju air/sumber kehidupan. Salah satu tujuan maqashid syariah adalah menjaga kemaslahatan masyarakat sehingga bank umum syariah memiliki tanggung jawab agar mampu mencegah dan melindungi masyarakat dari risiko pencucian uang.

Pendekatan maqashid syariah menekankan pentingnya integritas dan kejujuran dalam setiap tindakan dan transaksi. Oleh karena itu, bank umum syariah harus memastikan bahwa seluruh karyawannya memiliki integritas yang tinggi dan tidak terlibat dalam tindakan-tindakan yang merugikan nasabah atau bank itu sendiri. Bank umum syariah juga harus memastikan bahwa transaksi-transaksi yang dilakukan oleh nasabahnya bersifat halal dan tidak melanggar prinsip-prinsip syariah.(*/sar)