7 Oktober 2024

Jimly Asshiddiqie : Politik RI Seperti Kerajaan

Jakarta,KoranRakyat.co.id —   Pergolakan politik pasca pilpres dan menjelang pilkada serentak betul-betul menyita perhatian public dengan segala hiruk pikuk manuver petinggi  partai bermanuver.

Seperti dilansir detiknews yang mengupas pandangan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menyebutkan budaya politik Indonesia seperti kerajaan atau monarki meski bentuk pemerintahannya adalah republik.

Bahkan  Partai Demokrat (PD) menanggapi bahwa perlu proses untuk menjadi negara maju.
“Ya namanya sebagai negara bangsa kan Indonesia masih terus berproses, butuh waktu untuk mencapai kematangan, karena itu kita punya goal, punya gagasan dan tujuan menuju Indonesia Emas 2045, tepat 100 tahun kemerdekaan Indonesia,” kata Kepala Badan Komunikasi Strategis (Bakomstra) DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra kepada wartawan, Selasa (20/8/2024).

Herzaky mengatakan Indonesia serta para pemimpinnya tentu memiliki tujuan. Dia mengaku wajar saja jika ada hal yang masih dinilai kurang.
“Di situlah kita punya milestone agar praktik-praktik kenegaraan kita bisa semakin matang dan bergerak maju. Hari ini kita akui memang masih ada kekurangan, tetapi kita bersyukur kita sebagai negara bangsa, negara kesatuan, masih terus bertahan di terpaan, zaman, dari berbagai ancaman, hambatan, tantangan, gangguan, sebagai negara kita tetap kokoh berdiri tegak, padahal negara lain bahkan lebih besar daripada kita itu telah pecah belah,” katanya.
“Inilah kekuatan kita sebagai satu bangsa karena kita terus bergerak maju berproses. Ada semangat Bhinneka Tunggal Ika,” sambungnya.

Lebih lanjut, Herzaky mengatakan semua pihak harusnya sama-sama bersatu untuk membuat negara maju. Di sisi lain, menurutnya, kritik diperlukan untuk mengingatkan.

“Ini juga yang menjadi fondasi negara kita, hari ini kita punya konsensus, kesatuan Republik Indonesia, kalau dirasa ada yang kurang pas, belum sempurna, ya wajar, mari kita saling mengingatkan, ayo kita saling bergandengan tangan, saling menghormati perbedaan tapi dengan semangat bagaimana membangun Indonesia yang lebih baik dari waktu ke waktu,” katanya.
Jimly: Budaya Politik RI Kerajaan
Sebelumnya, Jimly Asshiddiqie menegaskan bahwa bentuk pemerintahan Indonesia adalah republik.

Namun, menurut dia, budaya politik yang terlihat hari ini cenderung menerapkan sistem monarki atau kerajaan.
Hal itu disampaikan Jimly dalam pidatonya di acara dialog nasional bertajuk ‘Refleksi Kelembagaan Komisi Yudisial’ dalam rangka memperingati HUT ke-19 Komisi Yudisial.

Jimly mulanya mengajak untuk mencermati apa yang perlu dievaluasi dan benahi, baik dari segi aturan-aturan konstitusi, institusi ketatanegaraan, maupun budaya konstitusional.
Dia bercerita tentang sejarah pada masa kemerdekaan.

Saat sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) tentang penentuan bentuk pemerintahan Indonesia, dilakukan pemungutan suara untuk menentukannya.
“Undang-Undang Dasar itu ndak ada yang pakai voting itu, ndak ada. Tetapi ketika kita mau merumuskan apakah bentuk negara kita republik atau bukan, itu terpaksa voting,” ujar Jimly di gedung Komisi Yudisial, Selasa (20/8).
“Kenapa mesti di-voting? Ya karena ada sembilan orang yang ngotot tidak mau. Maka waktu di-voting yang memilih republik jumlahnya 55, yang minta supaya kita ini kerajaan, yang ngotot itu tadi 9 orang. Waktu voting jadi 6 orang yang minta kerajaan itu,” lanjutnya.
Menurut Jimly, akan beda cerita jika penentuan bentuk pemerintahan Indonesia tak dilakukan dalam forum kecil, melainkan dibuat sebuah forum yang lebih luas seperti referendum.

Jimly menilai kebanyakan masyarakat Indonesia sebetulnya tidak paham dengan bentuk pemerintahan republik karena lebih familiar dengan istilah kerajaan.
“Karena orang-orang kampung kita dari Sabang sampai Merauke nggak tahu apa itu republik. Bahasa apa itu kan? Tapi kalau dibilang kesultanan, ah tahu semua,” ungkap Jimly.
Jimly mengungkapkan, budaya politik ini yang kemudian terbawa hingga saat ini, meski pemerintahan Indonesia telah diputus berbentuk republik.
“Jadi budaya politik kita ini, kesadaran kognitif mayoritas rakyat kita ini kerajaan. Bentuk formalnya kita ini republik. Itu kan pilihan enlightened leaders, orang-orang terdidik. Tapi budaya politik kita monarki, itulah, kerajaan. Bentuk republik, kelakuan kita kerajaan,” imbuh Jimly.
“Inggris bentuk formalnya monarki, kelakuannya republik. Australia sama, Belanda sama, kerajaan, kelakuannya republik. Tapi kita terbalik. Oleh karena itu, kita penting evaluasi,” pungkasnya. (*/Sar)