Prof. Syukri Buka Suara Terkait Kasus Asusila di Ponpes MTI Canduang Agam
Canduang, KoranRakyat.co.id — Ketua Yayasan Syekh Sulaiman Arrasuli atau Pondok Pesantren Madrasah Tarbiyah Islamiah (MTI) Canduang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Prof. Dr. H. Syukri Iska, M.Ag, akhirnya buka suara dan mengklarifikasi dengan menggelar konferensi pers Selasa, 6 Agustus 2024.
Kepada masyarakat melalui wartawan, Syukri Iska menekankan bahwa kasus asusila yang melibatkan oknum tenaga pengajar di MTI Canduang merupakan pelajaran berharga bagi seluruh pihak, terutama para pendidik.
“Ini adalah pelajaran penting bagi para pendidik untuk menjaga amanahnya dengan sebaik mungkin dan menghindari tindakan asusila,” ujarnya.
Syukri juga menegaskan bahwa pihak yayasan siap menerima segala bentuk sanksi jika terjadi tindakan serupa di masa depan. Dia meminta agar seluruh struktur yayasan dapat menjunjung tinggi moralitas dan integritas.
“Jangan ada yang mencoba melakukan tindakan asusila. Ini adalah peringatan tegas,” tambahnya.
Gelaran Konferensi pers ini Syukri Iska, bertujuan untuk menjawab pertanyaan masyarakat terkait anggapan bahwa Yayasan Syekh Sulaiman Arrasuli tidak serius dalam menangani kasus asusila yang melibatkan dua oknum guru terhadap santri.
Yayasan berharap semua permasalahan dan tuntutan warga dapat segera diselesaikan.
Syukri menbeberkan bahwa sebelumnya terjadi kesalahpahaman komunikasi antara yayasan dan warga terkait pertemuan yang gagal, yang mengakibatkan mosi tidak percaya dari warga.
“MOU atau nota kesepakatan akan memberikan solusi dan kontribusi dari seluruh pihak, termasuk laporan kepada pemerintah nagari,” katanya.
Terkait perkembangan kasus, Syukri mengungkapkan bahwa dari 40 korban asusila, 34 orang masih berstatus santri dan 6 orang adalah alumni MTI Canduang. Ia menambahkan bahwa mantan guru yang terlibat sudah diproses hukum lebih lanjut.
Yayasan juga membantah adanya eksodus santri dan menjelaskan bahwa saat ini MTI Canduang sedang membentuk tim hukum, investigasi, dan pemulihan.
Syukri menyampaikan harapan agar kepercayaan wali murid dan orang tua tetap terjaga dan MTI Canduang dapat pulih dengan baik.
“Kami berharap MTI Canduang, yang telah berdiri selama 65 tahun, dapat kembali pulih,” tutupnya.
Boikot Ponpes MTI
Sebelumnya Warga Canduang Koto Laweh, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, sempat melakukan aksi boikot terhadap Pondok Pesantren Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Yayasan Syekh Sulaiman Ar-Rasuli. Boikot ini merupakan reaksi atas dugaan kasus pencabulan yang dilakukan oleh dua guru terhadap puluhan santri laki-laki. Aksi damai ini diikuti oleh puluhan warga dan pemuda setempat dengan pengawalan ketat dari Polresta Bukittinggi.
Aksi boikot dan penyampaian mosi tidak percaya ini dipicu oleh ketidakhadiran pihak yayasan dalam rapat yang diundang oleh mereka sendiri. Menurut juru bicara masyarakat, Budi Anda, rapat tersebut seharusnya menjadi ajang penandatanganan nota kesepakatan antara MTI dengan Lembaga Nagari dan masyarakat untuk menyelesaikan masalah yang ada. Namun, ketidakhadiran pihak yayasan memicu kekecewaan di kalangan warga.
Budi Anda menyatakan bahwa warga merasa sangat kecewa dengan ketidakhadiran pihak yayasan dan memutuskan untuk membatalkan nota kesepakatan yang telah disepakati sebelumnya. Ia menegaskan bahwa masyarakat Canduang Koto Laweh merasa diabaikan dan tidak dihargai oleh pihak yayasan.
“Kita diundang rapat oleh yayasan MTI Canduang, yang mana inti dari rapat itu sendiri adalah untuk penandatanganan nota kesepakatan antara pihak MTI dengan Lembaga Nagari dan masyarakat. Namun sangat kita sayangkan pada hari itu pihak yayasan tidak satupun hadir,” katanya dikutip Antara.
Keputusan warga untuk memboikot MTI Canduang merupakan bentuk protes atas penanganan kasus asusila yang dinilai tidak transparan dan kurang memuaskan. Warga berharap tindakan mereka akan memaksa pihak yayasan untuk lebih bertanggung jawab dan segera menyelesaikan masalah yang mencoreng nama baik lembaga pendidikan tersebut.
Menurut dia, sebelumnya masyarakat telah memberikan waktu tambahan selama 2X24 jam kepada pihak yayasan untuk kembali mengundang mereka.
“Sebelumnya, kami juga sudah memberikan waktu 2X24 jam untuk kembali mengundang kita. Namun sampai hari ini jam 14.00 WIB tadi tidak terlaksana undangan dari pihak yayasan untuk mengundang kami,” ucapnya.
Sebagai langkah selanjutnya, kata dia, masyarakat Canduang Koto Laweh memutuskan untuk memboikot sementara waktu Yayasan Syekh Sulaiman Ar-Rasuli hingga terjadi penyelesaian masalah antara pihak yayasan dengan masyarakat.
“Sebenarnya ini adalah sebagai sebuah letusan dari puncak masalah yang juga terjadi di masa sebelumnya,” ujar Budi Anda.
Perwakilan pemuda dan tokoh warga lainnya juga menuntut Kepala Yayasan mengundurkan karena pihaknya kecewa mengingat tidak ada itikad baik dari pihak yayasan dalam penyelesaian masalah yang terjadi.
“Kami warga Canduang resah, karena oknum guru yang menjadi pelaku itu bukan warga kami. Nama Canduang menjadi buruk,” kata Mitrisman, salah satu warga.
Meski melakukan pemboikotan, warga Canduang tidak menyertai dengan penyegelan dan pelarangan aktivitas santri di MTI Canduang.(*/Sar)