19 Maret 2025

Makna “Ketuhanan Yang Maha Esa” Sila Pertama Pancasila

Albar S Subari SH.MH.Ketua Pembina Adat Provinsi Sumatera Selatan
Albar S Subari SH.MH
Ketua Dewan Pembina Adat Sumatera Selatan

Setelah Bung Hatta berhasil dalam melakukan lobbying-nya dengan tokoh-tokoh Islam, esok paginya tanggal 18 Agustus 1945 sebelum sidang panitia persiapan dimulai, Bung Hatta beserta Ki Bagoes Hadikusumo, Wahid Hasyim, Mr. Kasman Singodimedjo dan Mr. Tengku Hasan dari Sumatera mengadakan rapat pendahuluan untuk membicarakan masalah ” tujuh kata dalam piagam Jakarta.

Semua itu dilakukan agar supaya jangan sampai PECAH ( huruf kapital oleh penulis) sebagai bangsa. Mereka bermufakat untuk menghilangkan bagian kalimat yang menusuk hati kaum Kristen itu dan menggantinya dengan “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Pada perkataan KETUHANAN ditambah perkataan YANG MAHA ESA ( huruf kapital oleh penulis). Amendemen itu diajukan oleh Ki Bagoes Hadikusumo (Endang Saifuddin Anshari, 1997, ).

Prawoto Mangkusasmito membuat catatan, waktu dirinya ketemu dengan Ki Bagoes Hadikusumo dan bertanya apa arti “Ketuhanan Yang Maha Esa” itu. Maka jawab beliau singkat sekali, yaitu TAUHID. Dan ini tidak dibantah oleh Mr. Tengku Mohammad Hasan ( Prawito Mangkusasmito dalam Endang Saifuddin Anshari – idem).

Kalau kita maknai kata Tauhid, adalah sebuah istilah dari pengajian agama Islam. Artinya percaya kepada keesaan Tuhan. Salah satu surat Al Qur’an yang mengajarkan Ketuhanan Yang Maha Esa adalah surat Al Ikhlas ( QS.112), terdiri dari empat ayat;

1, Katakan; Ia- Allah yang tunggal;

2, Allah -lah tempat sekalian ( mahluk) bergantung;

3, Dia tidak beranak, dan tidak siapapun sebaya diperanakkan;

4, Dan tidak ada siapapun sebaya dengan Dia. Tafsir Quran oleh A. Hasan.

Pengertian dan kesadaran tentang Tuhan Yang Maha Esa bagi tiap tiap pengikut agama hanya dapat diperoleh dari Kitab Suci dan sumber sumber lain ajaran agama masing masing. Seperti misalnya bagi agama Islam dari Al Qur’an dan Sunnah Rasul. Dengan demikian, falsafah negara itu memberi ikatan bersama antara warga dan berbagai agama, membuat Republik Indonesia kokoh dan kuat.

Sebagai akhir penulisan artikel ini, penulis teringat dengan ucapan Bung Karno saat membahas perinsip Ketuhanan saat beliau pidato 1 Juni 1945 dua puluh satu hari sebelum Piagam Jakarta ditandatangani panitia sembilan.

Bukan saja bangsa Indonesia bertuhan tetapi masing masing orang Indonesia hendaknya bertuhan-nya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa Al masih, yang Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad SAW, orang Budha menjalankan ibadahnya menurut kitab kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita semua ber-Tuhan. Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa.

Bung Hatta juga menulis dalam bukunya Sekitar Proklamasi saat detik detik menghilang tujuh kata dalam piagam Jakarta: pada waktu itu kami menginsyafi bahwa semangat Piagam Jakarta tidak lenyap dengan menghilangkan perkataan Ketuhanan dengan menjalankan kewajiban syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya dan menggantinya dengan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Hal itu juga tergambar dalam DEKRIT Presiden 5 Juli 1959 menyatakan…….. Piagam Jakarta tertanggal 22 Juli 1945 menjiwai Undang Undang Dasar 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan konstitusi itu.

Piagam Jakarta tidak kembali ke tempat semula, yaitu di Preambul Undang Undang Dasar. Tentu akan ada orang yang mengatakan bahwa kembalinya Piagam Jakarta dalam dekrit itu tidak mempunyai arti menurut hukum, seperti dalam sebuah pasal di dalam batang tubuh Undang Undang Dasar 1945.

Tetapi “suatu rangkaian kesatuan dengan konstitusi itu” dan “menjiwai Undang Undang Dasar 1945” ( lihat Pasal 29 UUD 45), pasti mempunyai arti Yang dapat memberikan makna dan melaksanakan tugas Pasal 29 UUD 45

1, Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa

2, Negara menjamin kemerdekaan tiap tiap penduduk untuk memeluk agama masing masing dan untuk beribadah menurut agama nya dan kepercayaannya itu. Itu adalah yang mempunyai jiwa besar.