Solusi Karhutlah Perlu Gerakan Memproduktifkan Lahan Tidur

Oleh : Drs H Iklim Cahya, MM (Wartawan/Pemerhati Politik dan Sosial)
KABUT asap yang menyelimuti wilayah Kabupaten Ogan Ilir (OI) Sumsel, khususnya Kota Indralaya dan sekitarnya masih saja berlangsung. Seiring masih adanya kebakaran hutan dan lahan (Kartutlah) di Bumi Caram Seguguk, termasuk asap kiriman dari “sang kakak” Kabupaten OKI.
Masalah musibah kabut asap akibat Karhutlah ini, sudah terjadi hampir setiap tahun, ketika musim kemarau panjang tiba. Karena itu perlu dicarikan solusinya. Solusi tersebut akan efektif, kalau akar masalahnya sudah diketahui.
Dari pengamatan saya, akar masalah Karhutlah, adalah akibat masih banyaknya lahan tidur, yang tidak digarap oleh pemiliknya. Hal tersebut seperti terlihat di jalur jalan Indralaya – Palembang, dan area belakang Indralaya dan sekitarnya.
Tentu upaya yang harus dilakukan adalah dengan membuka kawasan yang masih tidur lelap ini. Caranya undang para pemilik lahan, supaya lahan tidur ini digarap. Bila mereka tidak mampu maka Pemkab yang ambil alih penggarapannya, dengan sistem pinjam pakai lahan. Di lapangan gerakkan petani, disokong oleh TNI/Polri, Pengurus Organisasi Tani, dan Pengusaha Sektor Pertanian. Contoh-contoh keberhasilan sudah terlihat seperti di Kecamatan Pemulutan.
Pola ini juga atas dorongan Tim Khusus Bupati Untuk Percepatan Pembangunan (TKPP) OI, akan dilaksanakan di wilayah Kasih Raja Kecamatan Lubukkeliat sebagai pilot projek.
Masalah yang terkait dengan kabut asap ini, sudah sekitar 10 tahun ini menjadi keprihatinan ketika musim kemarau tiba. Penyebabnya akibat Karhutlah, baik yang terjadi karena disengaja, maupun akibat faktor tidak disengaja. Para pelaku Karhutlah ada juga yang pernah diproses hukum, tapi efek jeranya belum terlihat.
Tapi akar masalah dari Karhutlah ini, penyebab utamanya karena masih banyak lahan-lahan tidur atau yang tidak produktif, yang tidak digarap oleh pemiliknya. Penyebabnya juga beragam, ada lahan yang tak terurus karena pemiliknya berada di luar OI. Tapi juga ada lahan yang tidak digarap karena keterbatasan si pemiliknya. Mengingat untuk menggarap lahan tersebut dibutuhkan modal yang tidak kecil. Karena untuk land clearing saja, apalagi lahan rawa/lebak/gambut, memerlukan biaya puluhan juta sampai ratusan juta rupiah.
Karena itu salah satu solusinya, bagaimana kalau pemerintah daerah ditunjang Pemprov dan Pemerintah Pusat, bersama TNI/Polri, HKTI, KTNA, Pengusaha Sektor Pertanian dan kelompok-kelompok tani, secara bersama membuka lahan tidur ini, dengan ditanami tanaman yang cocok dengan kondisi setempat. Insyaallah dengan cara seperti ini, akan mendatangkan penghasilan bagi Pemkab dan petani. Soal teknis silahkan didiskusikan.
Pengalaman menunjukkan dan membuktikan, bahwa pengusaha beras Pemulutan bisa, pengalaman para pendatang dari Belitang dan Lempuing juga bisa. Karenanya kita juga pasti bisa!