KR Natuna –.Letak geografis wilayah kabupaten Natuna ynag berada di jalur perdagangan dunia mempunyai prospek luas, beberapa kali Natuna diwacanakan akan dibangun kawasan ekonomi khusus, sejak jaman ers presiden Soeharto tahun 1996 diterbitkan KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 71 TAHUN 1996 ” TENTANG PEMBANGUNAN PULAU NATUNA SEBAGAI KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU” kemudian Ke=res ini doiperbaharui dengan KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1999 “TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 71 TAHUN 1996” Sayangnya rencana ini belum terwujud meski sempat dibentuk BP3N oleh pemerintah untuk mengeliola wilayah Natuna.
Baru pada 14 April 2021 Menteri KKP era Wahyu Tranggono yang kembali melempar wacana Kawasan Ekonomi Khusus Natuna, yakni Natuna berpotensi dikembangkan KEK Kelautan
, sudah diterbitlan kepres tentang (kawasan industri Tepadu) KAPET Natuna, kemudian diperbarui melaui perpres 1999, selanjutnya tertundam kawasan ekonomi khusu ini pertama kali digaungkan presiden Jokowi saat mengunjungi Natuan pertama kali di tahaun 2019, disusul pernyataan terakhir menteri KKP Wahyu Tranggono yang mengusulkan Kawasan ekonimi khusus kelautan di Natuna,
Selain perpres KAPET yg menjadi cikal bakal kawasan ekonomi khusus , wiayah natuan juga telah emmiliki payung hukum yakni perpres penataan runag wilayah laut Natuna, juga perpres tentang kawasan geoprak
kemudian tindak lajut rencana ini adalah kunjungan dewan kawasan Nasional KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) melakukan peninjauan lapangan di Kabupaten Natuna dalam rangka identifikasi lokasi, potensi tanggal 10 maret 2021
Dalam rangka menggesa terwujudkan Kawasan ekonimi khusus ini pemeritah Natuna mecoba mengandeng PT Gapura Ataraja Tekhnoligoi (GAT) ynag nahkodai pengusaha transportasi dan logistik Nasional yang sukses prof Eka Sari Lorena
Eka Sari Lorena Soerbakti, Direktur PT Eka Sari Lorena Transport Tbk (LRNA), mendapat penghargaan tertinggi dari dunia pendidikan, yaitu gelar Profesor Emeritus yang diberikan oleh Guangdong University of Finance, China
“ Letak geografis Natuna memang strategis, namun masih kekurangan di infrastrukturnya, bagaimana kita bisa bicara sektor wisata, pabrik dan segala macam namun infrastruktur penunjangnya tidak ada seperti air, listrik, pelabuhan dan infrastruktur lainnya,” terang Bupati.
saat ini jajaran pemerintah daerah Kabupaten Natuna terus melakukan upaya-upaya untuk mendapatkan dukungan dalam membangun infrastruktur penunjang ini.
“Dulu waktu saya masih Sekda, APBD Natuna itu di angka 1 triliun lebih, ketika saya jadi bupati anggaran ini turun menjadi 998 miliar atau turun sekitar 300 milyar tentunya penurunan ini sangat mempengaruhi segala aspek termasuk pembangunan infrastruktur,” sebutnya.
Namun demikian Wan Siswandi juga menyampaikan bahwasanya pemerintah yang ia pimpin tidak hanya berdiam diri namun lebih banyak melakukan loby-loby di pemerintah pusat.
“Selama saya menjabat hampir separuh kabinet Presiden itu kami temui yang berkaitan dengan pembangunan di Natuna tentunya,” ungkapnya.
Bupati juga sedikit memaparkan hasil dari pertemuan-pertemuan yang ia lakukan bersama pemerintah pusat saat Penandatanganan Mou yang dilakukan Wan Siswandi di Di Swiss Bell Hotel, Pondok Indah, Lantai 9, Papillon 5, di Jakarta. Jum’at (16/06)
“Ada banyak hasil contohnya masalah listrik, Alhamdulillah melalui koordinasi yang baik Natuna terus mendapatkan mesin suplai dari beberapa kementrian untuk memenuhi kebutuhan listrik di sana,” ungkap Bupati Siswandi.
Terkait dengan pengembangan Natuna menjadi Kawasan Ekonomi Khusus Bupati Natuna berharap hal ini dapatkan segera terealisasikan.
Apalagi menurut Bupati, pengembangan Natuna menjadi KEK memiliki tujuan menciptakan pertumbuhan ekonomi, pemertaan pembangunan, dan peningkatan daya saing bangsa.
“kita doakan semoga penandatanganan kerjasama ini menjadi awal yang cemerlang untuk membangun Natuna kedepan lebih maju lagi,” tutupnya.
Hadir dalam acara penandatanganan kerjasama, Prof. Eka Sari Lorena MBA MSc CEO and Founder, Chrisma Albandjar, SE MSc Commissioner,L oreta Latersia BSc Director and Co-Founder , Tirta Sudira BSc CPO (Chief Production Officer).
Sementara Bupati Natuna didampingi oleh Kepala Badan Perencana, Penelitian dan Pengembangan Daerah (BP3D) Kabupaten Natuna, Moestafa Al Bakry dan Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Natuna, Hardiansyah
Apa itu kawasan ekonimi khusus
berikut sejarah da perkembangannya
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Sejarah pembentukan kawasan khusus dimulai dari 1970, dengan pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB). Kawasan ini didefinisikan sebagai kawasan yang berada dalam wilayah Indonesia yang terpisah dari daerah pabean.
Dengan statusnya yang terpisah dari daerah pabean ini, KPBPB bebas dari pengenaan bea masuk, pajak pertambahan nilai (PPN), Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), dan cukai. Pengembangan KPBPB didesain untuk mengembangkan beberapa sektor perekonomian, seperti perdagangan, jasa, dan manufaktur. Selain itu, pembentukan kawasan ini ditujukan untuk meningkatkan daya saing produk ekspor Indonesia di pasar internasional.
Pada tahun 1970, Pelabuhan Sabang dan Batam ditetapkan oleh undangundang sebagai KPBPB. Sementara, pada tahun 2007, Pulau Batam, Bintan, dan Karimun ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas (free trade zone).
Kawasan Berikat Kawasan Berikat dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah dengan batasan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean. Tujuannya adalah, untuk digunakan sebagai input dalam proses produksi barang ekspor. Kawasan khusus ini mulai dikembangkan pada 1972, dengan fokus untuk mendorong ekspor melalui peningkatan daya saing karena efisiensi produksi.
Pengusaha dalam Kawasan Berikat diberikan fasilitas kepabeanan dan perpajakan berupa penangguhan bea masuk, pembebasan cukai, dan pembebasan pajak dalam rangka impor (PDRI). Selain itu, fasilitas lain yang diberikan adalah pembebasan PPN, pembebasan PPnBM. Fasilitas ini diberikan terutama untuk bahan baku, penolong, dan barang modal yang digunakan untuk proses produksi lebih lanjut dalam kawasan yang nantinya akan diekspor.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat terdapat 1.372 kawasan berikat yang ada di seluruh Indonesia. Namun, dari jumlah kawasan berikat tersebut yang sudah ditetapkan menjadi kawasan berikat mandiri hanya sebanyak 119 kawasan.
Kawasan Industri Dalam rangka mempercepat pertumbuhan industri, baik untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri maupun ekspor, serta untuk mendukung pembangunan, pemerintah pada 1974 melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 5 menginiasi pembentukan kawasan-kawasan industri di Indonesia. Saat itu, kawasan industri dimiliki dan dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Selanjutnya, hal ini diperbarui melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 53 tahun 1989, yang direvisi dalam Keppres Nomor 41 tahun 1996. Melalui Keppres ini, pemerintah membuka pintu bagi pihak swasta nasional dan asing untuk menjadi pengusaha kawasan industri. Peran pemerintah pada periode ini lebih banyak pada pengawasan dan pengendalian.
Mengutip laporan berjudul “Kawasan Ekonomi Khusus dan Strategis di Indonesia” yang dirilis oleh Centre for Strategic and International Studies (CSIS), upaya pengembangan kawasan ini terus dilakukan pemerintah. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2009, pemerintah berusaha untuk terus memperbaiki strategi industri dengan mewajibkan industri untuk berlokasi di Kawasan Industri.
Sejak saat itu, strategi industri pemerintah Indonesia menjadi lebih difokuskan pada pengembangan industri terpadu yang didukung oleh fasilitas infrastruktur terpadu dalam kawasan. Hingga Januari 2022, terdapat 135 Kawasan Industri dengan total luas lahan sebesar 65.532 hektar (Ha) yang tersebar di Pulau Jawa, Kalimantan, Maluku, Papua, Nusa Tenggara, Sulawesi dan Sumatera. Dari 135 kawasan industri tersebut, sebanyak 46% atau 30.464 Ha sudah terisi oleh tenant industri. Baca Juga UU Ciptaker Beri Aneka Kemudahan & Fasilitas di Kawasan Ekonomi Khusus Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Kawasan khusus ini ditetapkan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 89 tahun 1996.
Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu atau KAPET didefinisikan sebagai suatu wilayah geografis dengan batas-batas tertentu yang memenuhi tiga persyaratan, antara lain: Memiliki potensi untuk cepat tumbuh Mempunyai sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi wilayah sekitarnya Memiliki potensi pengembalian investasi yang besar.
KAPET merupakan wilayah berbasis kawasan ekonomi, yang merupakan perkembangan dari Kawasan Berikat dan Kawasan Industri yang dibentuk pada 1972 dan 1989, secara beurutan. Secara garis besar, tujuan pembentukan KAPET adalah untuk pemerataan ekonomi. Pemerataan ekonomi melalui KAPET ini dilakukan dengan cara meningkatkan kapabilitas daya saing produk unggulan suatu wilayah melalui penggunaan sumber daya lokal. Selain itu, KAPET juga dibentuk sebagai prime mover untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah-wilayah sekitarnya dengan kesenjangan ekonomi yang tinggi. Saat ini, Indonesia memiliki 13 KAPET yang tersebar di beberapa daerah. Satu berada di Nangroe Aceh Darussalam, empat berada di Kalimantan, empat terletak di Sulawesi, dan satu masing-masing terletak di Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Papua.
Kemudahan & Fasilitas di Kawasan Ekonomi Khusus
Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Kawasan khusus ini ditetapkan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 89 tahun 1996. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu atau KAPET didefinisikan sebagai suatu wilayah geografis dengan batas-batas tertentu yang memenuhi tiga persyaratan, antara lain: Memiliki potensi untuk cepat tumbuh Mempunyai sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi wilayah sekitarnya Memiliki potensi pengembalian investasi yang besar. KAPET merupakan wilayah berbasis kawasan ekonomi, yang merupakan perkembangan dari Kawasan Berikat dan Kawasan Industri yang dibentuk pada 1972 dan 1989, secara beurutan. Secara garis besar, tujuan pembentukan KAPET adalah untuk pemerataan ekonomi.
Pemerataan ekonomi melalui KAPET ini dilakukan dengan cara meningkatkan kapabilitas daya saing produk unggulan suatu wilayah melalui penggunaan sumber daya lokal. Selain itu, KAPET juga dibentuk sebagai prime mover untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah-wilayah sekitarnya dengan kesenjangan ekonomi yang tinggi.
Saat ini, Indonesia memiliki 13 KAPET yang tersebar di beberapa daerah. Satu berada di Nangroe Aceh Darussalam, empat berada di Kalimantan, empat terletak di Sulawesi, dan satu masing-masing terletak di Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Papua.
Kawasan Ekonomi Khusus Pengembangan KEK baru dimulai pada 2009, melalui UU Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus. Menurut UU ini, KEK didefinisikan sebagai kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Indonesia, yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. Mengutip www.kek.go.id, pemerintah menilai pembentukan KEK penting bagi perekonomian nasional.
Sebab, dalam rangka mempercepat pencapaian pembangunan ekonomi, diperlukan peningkatan penanaman modal melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan ekonomi dan geostrategis. Kawasan tersebut dipersiapkan untuk memaksimalkan kegiatan industri, ekspor, impor dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi.
Pada perkembangannya, agar keberadaan KEK mampu berjalan seiring dengan dinamika ekonomi dan teknologi global, pemerintah menjalankan transformasi pengembangan KEK. Transformasi yang dilakukan adalah, dengan menekankan pada akselarasi penguasaan teknologi dan sumber daya manusia (SDM).
Awalnya, pemerintah mendesain KEK sebagai kawasan yang mampu mengakselarasi pertumbuhan ekonomi wilayah dan pemerataan pembangunan secara nasional. Namun, seiring perkembangan teknologi, pemerintah juga mendorong pengembangan KEK yang memiliki spesialisasi di bidang tertentu.
Penunjukkan kawasan ini harus memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dikarenakan fungsi KEK nantinya untuk menampung kegiatan industri ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lainnya yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. Kegiatan Usaha dan Kriteria
Penunjukan KEK Kawasan Ekonomi Khusus terdiri atas satu atau beberapa kegiatan usaha, antara lain: Produksi dan pengolahan Logistik dan distribusi Riset, ekonomi digital dan pengembangan teknologi Pariwisata Pengembangan energi Pendidikan Kesehatan Olah raga Jasa keuangan Industri kreatif Pembangunan dan pengelolaan KEK Penyediaan infrastruktur KEK
Sementara, agar suatu lokasi/daerah dapat diusulkan menjadi KEK, ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi, antara lain: Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan tidak berpotensi mengganggu kawasan lindung. Pemerintah provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan mendukung KEK. Terletak di posisi yang dekat dengan jalur perdagangan internasional atau jalur pelayaran internasional di Indonesia atau terletak pada wilayah potensi sumber daya unggulan. Mempunyai batas yang jelas.
Sebaran KEK di Indonesia Seperti yang telah disebutkan, saat ini Indonesia memiliki 18 KEK, yang tersebar di 15 provinsi.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 12 KEK telah beroperasi. Sementara, enam di antaranya masih dalam tahap pembangunan. Masing-masing KEK ini memiliki karakteristik kegiatan utama yang spesifik.
KEK yang ada di Indonesia yang telah beroperasi beserta kegiatan utamanya adalah sebagai berikut:
1. KEK Sei Mangkei Lokasi: Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara Beroperasi: Januari 2015 Kegiatan utama: Industri pengolahan kelapa sawit, pengolahan karet, pariwisata dan logistik
2. KEK Tanjung Lesung Lokasi: Kabupaten Pandeglang, Banten Beroperasi: Februari 2015 Kegiatan utama: Pariwisata
3. KEK Palu Lokasi: Kota Palu, Sulawesi Tengah Beroperasi: September 2017 Kegiatan utama: Industri logam dasar dan logistik
4. KEK Mandalika Lokasi: Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat Beroperasi: Oktober 2017 Kegiatan utama: Pariwisata
5. KEK Arun Lhokseumawe Lokasi: Aceh Utara dan Lhokseumawe, Aceh Beroperasi: Desember 2018 Kegiatan utama: Industri energi, petrokimia & kimia lainnya, pengolahan kelapa sawit, pengolahan kayu dan logistik
6. KEK Galang Batang Lokasi: Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau Beroperasi: Desember 2018 Kegiatan utama: Industri pengolahan bauksit dan logistik
7. KEK Tanjung Kelayang Lokasi: Kabupaten Belitung, Bangka Belitung Beroperasi: Maret 2019 Kegiatan utama: Pariwisata
8. KEK Bitung Lokasi: Kota Bitung, Sulawesi Utara Beroperasi: April 2019 Kegiatan utama: Industri pengolahan kelapa, pengolahan perikanan dan logistik
9. KEK Morotai Lokasi: Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara Beroperasi: April 2019 Kegiatan utama: Industri pengolahan perikanan, logistik dan pariwisata
10. KEK Maloy Batuta Trans Kalimantan (MBTK) Lokasi: Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur Beroperasi: April 2019 Kegiatan utama: Industri pengolahan kelapa sawit, energi dan logistik
11. KEK Sorong Lokasi: Sorong, Papua Barat Beroperasi: Oktober 2019 Kegiatan utama: Industri pengolahan nikel, pengolahan kelapa sawit, hasil hutan dan perkebunan sagu, serta logistik
12. KEK Kendal Lokasi: Kabupaten Kendal, Jawa Tengah Beroperasi: Mei 2021 Kegiatan utama: Industri tekstil dan busana, furnitur dan alat permainan, makanan dan minuman, otomotif, elektronik, serta logistik
Sementara, tujuh KEK yang masih dalam tahap pembangunan antara lain:
1. KEK Batam Aero Technic Lokasi: Kota Batam, Kepulauan Riau Kegiatan utama: Industri maintenance, repair dan overhaul (MRO) pesawat
2. KEK Nongsa Lokasi: Kota Batam, Kepulauan Riau Kegiatan utama: IT & Digital, dan pariwisata
3. KEK Singhasari Lokasi: Kabupaten Malang, Jawa Timur Kegiatan utama: Industri pariwisata dan pengembangan teknologi
4. KEK Likupang Lokasi: Kabupaten Minahasa Utara Kegiatan utama: Industri pariwisata
5. KEK Lido Lokasi: Bogor, Jawa Barat Kegiatan utama: Industri kreatif
6. KEK Gresik Lokasi: Kabupaten Gresik, Jawa Timur Kegiatan utama: Industri metal, elektronik, kimia, energi dan logist