Jumpa Dua Tokoh Pemberani di Ausie dan Peringatan TNI
Catatan Ilham Bintang.
Baru saja tiba di Melbourne, Selasa (2/5) pagi buta langsung dikontak Muhammad Said Didu, tokoh berjuluk “Manusia Merdeka”.
Janji ketemuan siang dimajukan jam 9 pagi, karena siang itu ia harus melanjutkan perjalanan darat kembali ke Sydney yang jaraknya 850 km.
Beruntung saya ke Melbourne dengan penerbangan langsung Garuda Senin (1/5) malam, dan memanfaatkan tidur hampir sepanjang 7 jam penerbangan. Tidur hanya sempat terpotong, karena dibangunkan pramugari dua jam sebelum mendarat. Sesuai kesepakatan, yaitu bangun untuk Salat Subuh dan sarapan. Dengan begitu saya punya cadangan tenaga untuk langsung beraktivitas.
Barongko Perjuangan
Pertemuan berlangsung di sebuah cafe di daerah Brunswick, dekat tempat tinggal putri saya. Said Didu datang bersama Berry, Wiwid, dan Herry yang bersamanya dari Sydney dua hari lalu.
Seminggu sebelum Idul Fitri, Said Didu dan istri berangkat ke Sydney untuk menghadiri wisuda putranya, Muhammad Saddam Zulfikar 28 April. Saddam ini anak cerdas. Tamat S1 ITB umur 19 tahun dan selesai S2 di University of Technology Sydney (UTS) dalam usia 22 tahun. Itu pun terlambat setahun.
Saddam mestinya diwisuda tahun lalu tetapi baru terealisasi tahun ini akibat pandemi Covid-19. Teman- teman di Jakarta sempat bergurau ke Said Didu. “Kecerdasan Saddam turun dari ibunya. Yang diturunkan ayahnya, telat diwisuda itu. Dulu ayahnya telat wisuda karena tidak membayar SPP, sedangkan Saddam jelas karena Covid-19,” kelakar DR Husain Abdullah, juru bicara Wapres Jusuf Kalla.
Said Didu baru berulang tahun ke-61 tanggal 1 Mei. Maka saat pertemuan, ulang tahunnya itu kita rayakan secara kecil-kecilan. Kebetulan saya membawa Barongko dari Jakarta, kue pisang khas Bugis Makassar, kue kesukaan Said Didu.
Ini ada ceritanya tersendiri. Barongko yang saya bawa adalah kiriman Husain Abdullah. Untuk oleh-oleh untuk putri dan menantu, Jack Omar, bule Australia yang pelan- pelan mulai saya kenalkan budaya leluhur mertuanya.
Uceng, panggilan akrab Husain Abdullah, kebetulan mengirimi saya banyak, dua boks. Maka satu boks Barongko itulah yang saya suguhkan pada pertemuan.
Barongko ini boleh dibilang kue perjuangan. Tembus benua Audtralia. Saya membawa terbang Barongko 7 jam Jakarta -Melbourne. Berhasil melewati pemeriksaan petugas Custom Australia. Apa ini ? “Eid Cake” (kue lebaran)” jawab saya. Petugasnya manggut- manggut seperti mafhum dan karenanya tidak memeriksa lagi bungkusan Barongko.
Anak-anak di Jakarta sempat pesimistis, menyangsikan kue tradisional itu bisa masuk Australia yang terkenal ketat dalam urusan pemeriksaan makanan dari luar benuanya.
Biasanya, Said Didu lah yang pakar dan sering membuat sendiri Barongko lalu dibagikan kepada teman-teman. Dengan peristiwa kemarin, bisa dicatat sebuah rekor baru. Meskipun Said Didu jagonya Barongko, tapi kue itu baru pertama kali dia bisa mencicipinya di luar negeri.
Said Didu adalah tokoh pemberani. Hampir tiada hari tanpa mengkritisi pemerintah melalui berbagai akun media sosial. Ia pernah diadukan ke polisi oleh Menkominfes Luhut Binsar Panjaitan tapi tidak membuatnya mengendor.
Perjalanan Said Didu dari Sydney – Melbourne merupakan perjalanan heroik. Dia menempuh perjalanan darat lebih kurang sepuluh jam melalui highway. “Panjangnya 850 km mulus dalam 8,5 jam tanpa bayar. Nyaman. Tidak ada hambatan jalan rusak maupun lampu silau karena jarak dua jalur jalan sangat luas. Beda dengan jalan tol kita yang mesti bayar dan setiap tahun alami kenaikan tarif pula, ” kritiknya.
10 Fakta Pilpres 2024
Menjelang siang menyusul bergabung Prof Denny Indrayana, lawyer mantan Wamenkumham yang baru-baru ini bikin geger dengan ulasan “10 fakta Pilpres 2024 ” yang diatur oleh pemegang kekuasaan di Tanah Air. Dia datang bersama istri Ida Rosyidah. Kesempatan untuk mengkonfirmasi tulisannya yang viral di Tanah Air tentang Jokowi yang mengatur Pilpres 2024.
“Yang saya utarakan itu fakta yang terjadi. Bahwa Pilpres berubah tidak seperti analisis saya nanti, itu bisa saja terjadi,” ujarnya.
Dalam tulisannya berjudul ” Bagaimana Jokowi mendukung Ganjar, Mencadangkan Prabowo, dan Menolak Anies” pakar hukum tata negara itu menerangkan secara lugas. Ia menganggap praktek Jokowi itu tidak etis dan mengganggu demokrasi Indonesia. Denny bertemu dan mewawancarai berbagai tokoh kunci, pejabat negara dan ketum Parpol, untuk menguatkan analisanya.
Dalam tulisan Denny ia tidak menyebut nama tokoh- tokoh yang diwawancarainya. Namun, ketika saya tanya, Denny membeberkannya. Lengkap. Giliran saya sekarang, apakah mau menuliskan atau tidak. Saya memilih tidak menuliskan karena itu perlu konfirmasi kepada masing – masing yang bersangkutan.
Namun, sebenarnya keriuhan tokoh – tokoh antar pimpinan parpol yang saling beranjangsana, telah menampakkan diri secara terang benderang. Pelaku yang disebut Denny yang merusak demokrasi.
Terutama pasca PDIP mendeklarasikan Ganjar Pranowo sebagai cawapresnya.
Prof Denny ini juga toooh pemberani, salah satu dari sedikit intelektual yang masih bersuara menyerukan keadilan dan kebenaran.
Saat Denny bercerita yang sangat detil, saya malah mencemaskan keluarganya. Saya menoleh ke Ida Rosyidah, istrinya. ” Tidak cemas, Mbak?” saya tanya.
“Iya lah, Pak. Sampai sekarang saja kami digantung. Sudah berjalan 8 tahun status Pak Denny ditersangkakan belum jelas ujungnya,” sahut Ida sambil tersenyum.
Yang dimaksud Ida adalah kasus payment gateway yang ditangani Polri. Yang
menyoal kebijakan Denny Indrayana di masa menjabat Wakil Menteri Hukum dan Ham.
“Anda, lawyer kok, tidak balik menggugat?,” tanya saya berbalik ke Denny.
“Lha? Ini kan bukan kasus hukum. Kalau kasus hukum jelas tinggal dihadapi secara hukum,” balasnya cepat.
Tidak jelas adakah hubungan dengan uraian dalam analisis Denny dan teriakan tokoh prodemokrasi lainnya seperti Rocky Gerung, Syahganda Nainggolan dan Said Didu, dengan tulisan kolom Panglima Kodam III Siliwangi, Mayjen TNI Kunto Arief Wibowo. Tulisan putra mantan Wakil Presiden itu berjudul ” Etika Menuju 2024″ yang dimuat banyak media juga viral di Tanah Air.
Ancaman Pertahanan & Keamanan
Mayjen Kunto Arief Wibowo mengawali tulisannya dengan menyorot tahun politik menjelang Pemilu 2024 yang gegap gempitanya sudah mulai terasa sekarang. Komunikasi politik sudah berlangsung, tidak hanya di level kelompok yang akan bertarung, tapi merembet juga ke masyarakat.
Kencangnya suhu yang dibangun serta kuatnya terpaan media menjadikan komunikasi politik begitu dinamis, fluktuatif, sekaligus sarat muatan provokatif. Andai dinamika terus dibiarkan dan provokasi bebas berkembang, jadi ancaman pertahanan keamanan kita. Ini perlu diwaspadai.
“Sejatinya, berpolitik itu bukan asal bicara, karena di sana ada suara yang mesti dipertanggungjawabkan,” tulis Pangdam III Siliwangi itu.
Dari kalangan militer aktif, rasanya baru Mayjen Kunto Arief Wibisono yang merespons dinamika politik dengan perasaan cemas.
Kata Pangdam, komunikasi politik kini menjadi rentan dan mudah membawa perpecahan bila tidak disadari dan didasari dengan sikap interpretatif yang baik. Media sosial kini telah banyak dibahas sebagai sebuah perantara untuk penyusunan agenda politik.
“Ketiadaan gatekeeping (yang dulu dimiliki media tradisional) kini di dalam platform digital secara potensial telah meningkatkan kapasitas berbagai orang, pihak, kelompok, dan seterusnya, untuk menjadi aktor yang menyusun berbagai agenda politik,” lanjutnya.
Semestinya, lanjut Kunto lagi, cukup dengan kembali ke Pancasila, melihat sisi-sisi yang diharuskan. Keharusan menjaga persatuan kesatuan, keberadaban, dan keadilan serta etika, itu sudah cukup.Kita sepertinya membutuhkan Pancasila dalam politik sekarang ini, karena sedang tidak baik-baik saja.
“Akan tetapi, andai ketidakpedulian tetap terjadi dan semakin menguat, maka demi alasan pertahanan dan keamanan, TNI agaknya harus sedikit maju mengambil posisi. Semoga itu tidak terjadi,” tutupnya.
Saya yang sekarang cemas karena peringatan dari perwira tinggi TNI aktif ini. Bagaimana dengan Anda?
Melbourne, 3 Mei 2023.