14 September 2025

Pemimpin yang Dicintai Rakyat

Oleh : H. Irwansyah Mulkan

Ketua Umum Sultan Samander

KoranRakyat.co.id—-Sejarah selalu meninggalkan jejak tentang kepemimpinan. Dari masa ke masa, rakyat tak pernah berhenti bertanya: siapa pemimpin yang benar-benar layak dicintai? Pertanyaan ini sederhana, tetapi jawabannya tidak pernah mudah.

Pemimpin yang dicintai rakyat bukanlah mereka yang hanya pandai berpidato di depan kamera, melainkan yang mampu mendengarkan suara rakyat dan menjadikannya dasar kebijakan.

Di Sumatera Selatan, rakyat tentu masih bisa merasakan gaya kepemimpinan Gubernur H. Herman Deru. Ada yang menilainya berhasil karena program-program pembangunan infrastruktur yang digalakkan, ada pula yang mengkritik karena masih banyak persoalan mendasar rakyat kecil yang belum sepenuhnya terjawab. Inilah realitas kepemimpinan: selalu berada dalam sorotan rakyat, selalu ditimbang dengan rasa keadilan.

Seorang gubernur tidak hanya dituntut untuk meresmikan jalan, membangun jembatan, atau memotong pita. Lebih dari itu, ia dituntut hadir dalam kehidupan nyata rakyatnya: mendengarkan keluhan petani di Ogan Komering, merasakan getirnya nelayan di pesisir Banyuasin, Distribusi bahan pangan ke pulau Jawa, memahami keresahan buruh di Palembang, dan memperhatikan pendidikan anak-anak di pelosok Musi Rawas, termasuk menjamin keamanan zero konflik di Sumatera Selatan. Kepemimpinan yang dicintai rakyat tidak berhenti pada pembangunan fisik, tetapi juga menyentuh pembangunan jiwa: rasa aman, rasa dihargai, dan rasa memiliki.

Herman Deru sering menegaskan dirinya ingin menjadi pemimpin yang dekat dengan rakyat. Ia turun ke desa-desa, menyapa warga, bahkan tidak jarang menggunakan bahasa daerah untuk membangun kedekatan emosional. Itu adalah modal yang baik, sebab rakyat selalu ingin pemimpin yang tidak berjarak. Namun, kedekatan emosional saja tidak cukup. Rakyat menginginkan keberpihakan nyata. Mereka ingin melihat harga pangan yang terjangkau, lapangan kerja yang tersedia, akses kesehatan yang mudah, dan pendidikan yang berkualitas. Tanpa itu semua, kedekatan hanya menjadi seremonial yang akan segera dilupakan.

Pemimpin yang dicintai rakyat harus berani menegakkan keadilan, bahkan jika itu berarti melawan arus kepentingan besar. Di sinilah ujian kepemimpinan seorang gubernur. Apakah ia berani berdiri di hadapan investor besar untuk memastikan rakyat tidak dirugikan? Apakah ia berani menolak kebijakan pusat yang tidak sesuai dengan kepentingan daerah? Apakah ia mampu menyeimbangkan antara pembangunan ekonomi dan kelestarian lingkungan? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang akan menentukan apakah seorang gubernur benar-benar layak dicintai rakyat.

Rakyat Sumatera Selatan bukanlah rakyat yang mudah dibohongi. Mereka sudah berulang kali melihat pergantian pemimpin. Mereka tahu siapa yang bekerja untuk mereka, dan siapa yang hanya bekerja untuk kepentingan diri dan kelompoknya. Itulah mengapa, kepemimpinan H. Herman Deru akan selalu dikenang bukan karena panjangnya masa jabatan, melainkan karena seberapa dalam ia meninggalkan kebaikan nyata dalam kehidupan rakyatnya.

Kita tidak bisa menutup mata: masih banyak rakyat kecil yang hidup dalam kesulitan. Jalan-jalan di desa masih berlubang, akses pendidikan belum merata, rumah sakit masih penuh sesak, dan lapangan pekerjaan terbatas. Inilah pekerjaan rumah yang menanti siapa pun yang memimpin Sumatera Selatan. Bagi seorang pemimpin, tantangan inilah yang akan menjadi ukuran sejati: apakah ia hanya memperindah kota besar, ataukah ia juga memperhatikan pelosok yang sunyi.

Menjadi pemimpin yang dicintai rakyat adalah amanah yang berat. H. Herman Deru, sebagai gubernur, sudah menapaki sebagian jalan itu. Ia dicintai sebagian rakyat karena sikapnya yang terbuka, komunikatif, dan merakyat. Namun ia juga dikritik karena masih ada kebijakan yang dianggap belum berpihak penuh kepada rakyat kecil. Kritik itu bukanlah tanda kebencian, melainkan tanda bahwa rakyat masih menaruh harapan besar.

Pada akhirnya, cinta rakyat tidak bisa dibeli dengan janji, tidak bisa ditukar dengan baliho, dan tidak bisa dipaksakan dengan kekuasaan. Cinta rakyat hanya bisa diraih dengan keberanian, ketulusan, dan kejujuran. Seorang gubernur, siapapun dia, hanya akan dicintai jika ia benar-benar menjadi penyambung lidah rakyat—menyuarakan penderitaan mereka di ruang kebijakan, memperjuangkan hak-hak mereka, dan menolak untuk berkompromi dengan ketidakadilan.

Herman Deru masih punya kesempatan untuk menorehkan warisan kepemimpinan yang dicintai. Sejarah akan mencatat bukan seberapa besar kekuasaan yang ia miliki, tetapi seberapa besar cinta rakyat yang ia raih. Sebab pada akhirnya, pemimpin yang dicintai rakyat tidak akan pernah hilang dari ingatan, namanya akan hidup dalam doa rakyat, dan kisahnya akan menjadi teladan bagi generasi mendatang. (*)