Meritokrasi dan Sanksi Kepegawaian Imigrasi: Mewujudkan Profesionalisme dan Akuntabilitas

Ahmad Usmarwi Kaffah. SH., LL.M.,LL.M., PhD
Staf Khusus bidang Luar Negeri Menko Hukum, HAM, Imigrasi dan permasyarakatan
KoranRakyat.co.id —Dalam birokrasi modern, penerapan prinsip meritokrasi menjadi elemen kunci dalam mengelola sumber daya manusia, termasuk di Direktorat Jenderal Imigrasi. Meritokrasi memastikan bahwa setiap pegawai dinilai berdasarkan kinerja, integritas, dan kontribusinya terhadap organisasi, bukan hanya berdasarkan senioritas atau kedekatan dengan pimpinan. Dengan sistem yang transparan dan adil ini, pegawai yang berprestasi mendapatkan penghargaan, sedangkan yang melakukan pelanggaran akan menerima sanksi tegas. Langkah ini tidak hanya meningkatkan motivasi kerja, tetapi juga memperkuat profesionalisme dalam pelayanan publik.
Pentingnya Meritokrasi dalam Keimigrasian
Sebagai institusi yang berperan dalam pengawasan dan pelayanan keimigrasian, Direktorat Jenderal Imigrasi memerlukan sistem kerja yang lebih efektif dan akuntabel. Peningkatan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor keimigrasian harus diikuti dengan peningkatan kesejahteraan pegawai. Jika penerimaan negara dari layanan keimigrasian meningkat, pegawai yang berkontribusi dalam capaian tersebut harus mendapatkan insentif yang layak. Dengan adanya sistem penghargaan yang adil dan berbasis kinerja, efektivitas kerja dapat meningkat secara signifikan.
Sebagai perbandingan, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) menerapkan sistem insentif bagi pegawainya. Ketika perusahaan memperoleh keuntungan atau berhasil menekan kebocoran air, pegawai menerima bonus sebagai bentuk apresiasi atas kinerja mereka. Hal serupa perlu diterapkan di lingkungan keimigrasian. Jika terjadi peningkatan PNBP, khususnya dari penerbitan paspor, visa, dan izin tinggal, maka sebagian pendapatan tersebut harus dialokasikan sebagai insentif bagi pegawai yang telah bekerja keras.
Kenaikan Gaji dan Insentif Berbasis Kinerja
Salah satu bentuk penghargaan yang perlu diperjuangkan adalah kenaikan gaji pegawai imigrasi. Usulan ini harus diajukan ke Kementerian Keuangan dengan data yang realistis dan didasarkan pada peningkatan PNBP keimigrasian. Perlu ada perencanaan anggaran yang menunjukkan hubungan langsung antara peningkatan PNBP dan kesejahteraan pegawai. Jika Direktorat Jenderal Imigrasi berhasil meningkatkan penerimaan negara, maka sebagian dari pendapatan tersebut seharusnya dialokasikan untuk kesejahteraan pegawai.
Selain gaji pokok, perlu ada skema insentif yang lebih jelas. Pegawai yang berhasil mencapai target tertentu dalam aspek pelayanan, kepatuhan terhadap regulasi, atau inovasi dalam sistem keimigrasian harus mendapatkan apresiasi finansial. Sebaliknya, pegawai yang melakukan pelanggaran harus dikenakan sanksi sesuai dengan tingkat kesalahannya.
Sanksi bagi Pegawai yang Melanggar Aturan
Untuk menjaga integritas institusi, sanksi terhadap pegawai yang melanggar aturan harus diterapkan secara tegas dan transparan. Hukuman ini bisa berupa teguran tertulis, penurunan pangkat, pemotongan tunjangan, hingga pemecatan bagi pelanggaran berat seperti suap atau penyalahgunaan wewenang. Tanpa sanksi yang konsisten dan tegas, praktik-praktik yang merugikan negara dapat terus terjadi dan mencoreng reputasi institusi.
Beberapa instansi pemerintah telah menerapkan kebijakan pemecatan terhadap pegawai yang terbukti melakukan korupsi. Direktorat Jenderal Imigrasi harus menjadikan kebijakan ini sebagai standar agar ada efek jera bagi pelaku serta sebagai bentuk komitmen dalam menjaga integritas pelayanan publik. Momen yang sangat baik untuk meningkatkan profesionalisme dan akuntabilitas setelah melalui serangkaian proses reposisi kepegawaian di bandara Soeta.
Evaluasi Langsung oleh Masyarakat melalui Sistem Emoticon
Untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pelayanan, Direktorat Jenderal Imigrasi perlu menerapkan sistem evaluasi langsung dari masyarakat yang dilayani. Setiap petugas pelayanan dapat dievaluasi secara real-time oleh pengguna layanan melalui layar sentuh di loket pelayanan. Sistem ini memungkinkan masyarakat memilih emoticon yang menggambarkan kepuasan mereka terhadap layanan yang diberikan, mulai dari emoticon senang yang menandakan kepuasan hingga emoticon sedih yang mencerminkan kekecewaan.
Konsep ini telah diterapkan di beberapa sektor layanan publik, seperti Indomaret dan Alfamart, yang memberikan kesempatan bagi pelanggan untuk menilai layanan kasir mereka. Dengan implementasi sistem ini di keimigrasian, data penilaian dapat dikumpulkan dan dianalisis untuk meningkatkan kualitas layanan serta memberikan apresiasi kepada petugas yang mendapatkan penilaian tinggi. Sebaliknya, bagi petugas yang mendapat banyak keluhan, evaluasi kinerja lebih lanjut dapat dilakukan untuk menentukan langkah perbaikan.
Membangun Budaya Kerja yang Berorientasi Kinerja
Meritokrasi tidak hanya terkait dengan pemberian penghargaan dan sanksi, tetapi juga dengan pembentukan budaya kerja yang kompetitif dan berorientasi pada hasil. Dalam lingkungan yang menerapkan prinsip meritokrasi, pegawai terdorong untuk berinovasi, meningkatkan efisiensi, dan memberikan pelayanan terbaik. Untuk mewujudkan hal ini, diperlukan sistem evaluasi kinerja yang objektif dan berbasis data.
Sebagai contoh, kinerja pegawai dapat diukur berdasarkan tingkat kepuasan masyarakat terhadap layanan imigrasi, efektivitas dalam menangani pelanggaran keimigrasian, serta kontribusi mereka dalam meningkatkan efisiensi kerja. Evaluasi ini harus dilakukan secara berkala dan transparan sehingga setiap pegawai memiliki kesempatan yang adil untuk berkembang.
Menuju Imigrasi yang Lebih Profesional dan Sejahtera
Untuk menciptakan sistem keimigrasian yang profesional, transparan, dan berintegritas, diperlukan penerapan meritokrasi secara menyeluruh. Pegawai yang menunjukkan kinerja baik harus diberikan penghargaan berupa kenaikan gaji dan insentif berbasis prestasi, sedangkan mereka yang melanggar aturan harus dikenai sanksi tegas. Dengan demikian, Direktorat Jenderal Imigrasi dapat bertransformasi menjadi institusi yang lebih kredibel, efisien, dan mampu memberikan pelayanan yang berkualitas bagi masyarakat dan negara.(*)