Menyambut Indonesia Emas 2045, Sudah Siapkah Sumber Daya Manusia Indonesia ?

Mardiana
Statistisi Ahli Madya BPS Provinsi Sumatera Selatan
Pada tahun 2045, Indonesia akan merayakan satu abad kemerdekaannya. Tahun tersebut akan menjadi momentum emas untuk mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045, yaitu “Negara Kesatuan Republik Indonesia yang Bersatu, Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan”. Salah satu dari empat pilar pembangunan yang dirancang untuk mencapai visi tersebut adalah Pembangunan Manusia serta Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Pilar ini bertujuan untuk menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul dan berdaya saing di tingkat global.
Pencapaian pilar ini bukan hal yang mustahil, karena Indonesia saat ini sedang menikmati bonus demografi sebuah peluang emas ketika proporsi penduduk usia produktif lebih tinggi dibandingkan usia nonproduktif. Kondisi ini memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dan berpotensi keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle income trap). Namun, tantangan kritis yang perlu dijawab adalah: bagaimana kondisi pembangunan manusia Indonesia saat ini? Apakah mereka sudah menguasai teknologi? Dan, sejauh mana mereka mampu bersaing di pasar kerja global?
Pencapaian Pembangunan Manusia Indonesia
Pada hakikatnya, pembangunan manusia adalah proses memperluas pilihan hidup individu. Esensi utamanya terletak pada upaya agar setiap orang dapat menjalani hidup yang sehat dan panjang umur, memperoleh pengetahuan, serta memiliki akses terhadap peluang dan sumber daya yang diperlukan untuk mencapai kehidupan yang layak (UNDP, 1990).
Namun, pembangunan manusia menghadapi tantangan serius, terutama di tengah pesatnya dinamika global dan perkembangan zaman. Standar kualitas SDM terus meningkat, menuntut Indonesia untuk beradaptasi dengan cepat. Peningkatan kualitas SDM harus sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga mampu bersaing dan berkembang setara dengan masyarakat global yang terus bergerak maju dengan kecepatan tinggi.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan pencapaian pembangunan manusia. IPM memberikan informasi yang penting bagi pembuat kebijakan untuk mengembangkan kebijakan pembangunan manusia yang lebih baik dan berkelanjutan. Berdasarkan kriteria dari United Nations Development Program (UNDP), IPM dikelompokkan ke dalam empat kategori, yaitu: sangat tinggi (IPM ≥ 80), tinggi (70 ≤ IPM < 80), sedang (60 ≤ IPM < 70), dan rendah (IPM < 60).
Pada tahun 2024, IPM Indonesia berhasil mencapai angka 75,02 persen meningkat 0,63 poin atau 0,85 persen dibanding tahun sebelumnya yang berada di angka 74,39. Capaian ini mengindikasikan pembangunan manusia Indonesia telah masuk dalam kategori tinggi. Peningkatan nilai IPM tersebut didorong oleh perbaikan semua dimensi penyusunnya, yaitu standar hidup layak, tingkat pengetahuan, serta umur panjang dan hidup sehat.
Meskipun pencapaian IPM Indonesia telah masuk kategori tinggi, hal ini tidak seharusnya membuat Indonesia berpuas diri. Penting untuk melihat posisi Indonesia dalam konteks global dan regional. Menurut UNDP (2023), salah satu manfaat utama IPM adalah kemampuannya untuk membandingkan kemajuan pembangunan manusia antarnegara. Pada tahun 2022, Indonesia berada di peringkat ke-112 dunia dan ke-18 di Asia. Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia menempati peringkat keenam, di bawah Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan SDM di Indonesia masih perlu ditingkatkan.
Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama informasi dan komunikasi, memungkinkan individu di seluruh dunia untuk mengakses informasi dan membangun jaringan komunikasi tanpa batas. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi berperan penting dalam meningkatkan produktivitas, mendorong inovasi, dan memperkuat daya saing masyarakat Indonesia di pasar global. Dengan demikian, hal ini dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi sekaligus meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan.
Investasi dalam ilmu pengetahuan dan pengembangan teknologi dapat membuka jalan bagi Indonesia untuk menemukan solusi inovatif dan berkelanjutan terhadap berbagai tantangan, seperti kependudukan, lingkungan, kesehatan, ketahanan pangan, dan ekonomi. Selain itu, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi juga berpotensi mendorong pertumbuhan kewirausahaan berbasis teknologi informasi, seperti Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), serta meningkatkan literasi digital di kalangan masyarakat.
Salah satu cara untuk menilai sejauh mana SDM Indonesia telah menguasai teknologi adalah melalui Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Indeks ini disusun berdasarkan tiga subindeks utama: akses dan infrastruktur TIK, penggunaan TIK, serta keahlian TIK.
Indeks Pembangunan TIK memberikan gambaran tentang kemajuan pembangunan TIK di suatu negara. Dengan skala 0 hingga 10, nilai yang lebih tinggi menunjukkan pembangunan TIK yang semakin optimal, mencerminkan kemampuan suatu negara dalam memanfaatkan teknologi untuk mendukung berbagai aspek pembangunan.
Pada tahun 2023, nilai Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Indonesia mencapai 5,90 dari skala 10, meningkat sebesar 0,05 poin atau tumbuh 0,85 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 5,85. Peningkatan ini terjadi pada ketiga subindeks penyusunnya.
Subindeks Keahlian TIK mencatat nilai tertinggi, yaitu 6,04, diikuti oleh subindeks Penggunaan TIK sebesar 5,91, serta Akses dan Infrastruktur TIK sebesar 5,81. Data ini menunjukkan bahwa perbaikan pembangunan TIK di Indonesia didorong oleh keahlian TIK yang mencerminkan kemampuan SDM dalam memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi secara optimal untuk mendukung berbagai aktivitas dan pembangunan.
Daya Saing di Pasar Kerja
Kesiapan SDM Indonesia dalam menyamput Indonesia Emas 2045 juga dapat dilihat dari tingkat pendidikan tenaga kerjanya. Tingkat pendidikan dapat mengindikasikan kualitas pengetahuan, produktivitas, dan daya saing tenaga kerja di pasar kerja. Pada Agustus 2024 penduduk yang bekerja tercatat sebanyak 144,64 juta orang atau 95 persen dari angkatan kerja. Sebagian besar tenaga kerja, yaitu 53,42 persen, masih berpendidikan SMP ke bawah. Sementara itu, hanya 12,82 persen yang memiliki pendidikan tinggi (diploma keatas), dan sisanya 33,76 persen berpendidikan sekolah menengah atas atau kejuruan.
Rendahnya tingkat pendidikan ini berdampak pada keterbatasan pengetahuan dan keterampilan tenaga kerja Indonesia. Akibatnya, banyak tenaga kerja memiliki pendapatan rendah dan belum mampu bersaing secara optimal di pasar kerja, baik domestik maupun global. Kurangnya daya saing tenaga kerja ini menjadi hambatan signifikan dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah strategis untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja.
Langkah-Langkah Strategis Menuju Indonesia Emas 2045
Untuk menciptakan SDM unggul, diperlukan langkah strategis yang mencakup pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan, penguatan infrastruktur teknologi, dan penciptaan lapangan kerja berkualitas.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan pemerataan pendidikan adalah memastikan pendidikan dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat, mulai tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Langkah kongkret yang dapat dilakukan adalah melalui pembebasan biaya pendidikan sekolah negeri dari sekolah dasar sampai menegah atas, serta pemberian beasiswa pendidikan tinggi.
Selain itu, untuk meningkatkan kualitas pendidikan, pemerintah juga dapat meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana pendidikan, serta meningkatkan kualitas tenaga pendidik. Peningkatan kualitas tenaga pendidik dapat dilakukan melalui program pendidikan profesi guru, pemberian beasiswa kepada guru dan dosen, serta peningkatan kesejahteraan guru dan dosen.
Untuk menghasilkan SDM yang unggul perlu juga untuk melakukan pemerataan pembangunan infrastruktur serta peningkatan penguasaan teknologi informasi dan komunikasi, terutama di daerah terpencil. Pembangunan jaringan internet yang andal dan cepat akan membuka peluang bagi masyarakat untuk terlibat dalam ekonomi digital. Pelatihan literasi digital bagi UMKM juga dapat meningkatkan kontribusi mereka dalam perekonomian.
Sedangkan untuk menciptakan lapangan kerja berkualitas, diperlukan kolaborasi antara pemerintah dan swasta. Institusi pendidikan dan dunia industri bekerja sama untuk menciptakan kurikulum yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja. Pelatihan vokasional juga harus ditingkatkan untuk memastikan tenaga kerja memiliki keterampilan yang sesuai dengan tuntutan era digital. Program magang di perusahaan, pelatihan berbasis kebutuhan pasar, serta dukungan bagi startup dapat meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia. Dengan kerja keras dan komitmen yang kuat, tercapainya Visi Indonesia Emas 2045 bukanlah sekadar mimpi, tetapi sebuah kenyataan yang dapat diraih oleh seluruh bangsa Indonesia. (*)