11 Desember 2024

Walau Kalah, Mawardi Yahya Tetap Enjoy dan Tunjukkan Sikap Ksatria.

CATATAN : Drs H Iklim Cahya, MM (Wartawan, Pemerhati Politik dan Sosial).

MENANG atau kalah, sukses atau gagal, merupakan sunatullah. Dalam konteks ketata-negaraan, menang dan kalah adalah bagian dari demokrasi. Orang yang beriman melihat hal tersebut, sebagai takdir yang terbaik yang diberikan Allah SWT.

Ada ungkapan yang super ; “Berbaik sangka kepada Allah SWT karena dibalik itu semua pasti tersimpan hikmah yang Allah rahasiakan. Namun seiring berjalannya waktu, baru kita akan mengerti hikmah hikmah dari semua yang terjadi. Bukankah telah tertulis dalam kitab suci Al-Qur’an ; “Bisa jadi sesuatu yang kau sukai membawa malapetaka bagimu. Sebaliknya, bisa jadi yang kau tidak sukai, malah menjadi kebaikan bagimu. Allah maha tahu sedangkan kamu tidak tahu.”

Alhamdulillah sikap kona’ah ini terlihat dan terpancar dari diri H Mawardi Yahya dan Hj Anita Noeringhati, dalam memaknai hasil Pilkada Gubernur/Wakil Gubernur Sumsel tahun 2024. Dimana dari hasil Quick Count dan Real Count, pasangan yang dikenal dengan singkatan Matahati ini, dinyatakan kalah. Padahal kalau dilihat dari perjuangan pra kampanye dan pada masa kampanye, sungguh luar biasa. Hanya saja kelemahannya saat “finishing touch.”

Tapi bagi Mawardi Yahya, menang dan kalah adalah sebuah konsekwensi yang harus dihadapi dalam sebuah kontestasi. Ia yang sudah “kenyang” dalam berkontestasi/berkompetisi, sudah sangat mahfum dengan hasil yang harus dihadapi, kalah ataupun menang.

Karena itu di tengah sebagian pendukung setianya, Rabu malam 27 November 2024, usai menyaksikan dan mengikuti perhitungan cepat Pilkada Sumsel, Mawardi menyampaikan bahwa hasil inilah yang kemungkinan besar nantinya menjadi keputusan saat perhitungan di KPU.

Karena itu Mawardi Yahya minta kepada pendukungnya untuk tetap tenang, sabar, dan legowo dalam menerima keputusan sekalipun dirasakan pahit.

Hebatnya atas hasil yang tidak sesuai dengan harapan dan ekspektasi ini, Mawardi Yahya tidak berdalih dan menyalahkan orang lain. Tentu hal ini cerminan kematangan dan kedewasaan dari seorang pemimpin.

Mawardi yang didampingi sang istri, Hj Fauziah Mawardi, mengulangi kembali ucapannya pada saat kampanye.
Esensi ucapan tersebut adalah; Ya Allah bila perjuangan untuk menjadi Gubernur Sumsel ini akan membawa manfaat bagi dirinya, keluarga, dan masyarakat maka mudahkanlah untuk meraihnya. Namun sebaliknya, bila jabatan yang diperjuangkan ini bakal menjadi mudharat, maka jauhkanlah.”

Begitu diantara untaian kata yang selalu diucapkan H Mawardi Yahya, saat berkampanye di berbagai penjuru Bumi Sriwijaya ini.

Karena itu saat mengetahui, posisi suara yang diraihnya, kalah dibanding kompetitornya. Tetap terlihat kondisi mental dan kejiwaan Mawardi begitu tenang, legowo, dan menunjukkan kearifan yang luar biasa.

Bahkan Mawardi tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pendukungnya yang telah berjuang selama sekitar lima bulan ini. Dan Mawardi yang sering disapa Wak Uban ini, tetap membuka pintu silaturrahim di kediamannya, kendati dia tidak ada jabatan.

Ketenangan ayah lima putra-putri ini, juga terlihat pasca hari penghitungan suara. Mawardi terlihat enjoy sambil menikmati makan siang bersama sejumlah koleganya di kebun Lebungkarangan di Ogan Ilir.

Memang sebagai umat Islam, Mawardi yang dekat dengan para ulama ini, menyadari bahwa takdir sudah tercatat di lauhul mahfuzd. Hanya saja karena manusia tidak tau, maka diharuskan untuk berikhtiar. Baik dalam bentuk usaha/kerja maupun berdoa/ibadah. Karena itu apapun hasilnya tetap diterima dengan rasa syukur, sabar, dan tawakkal.

Tapi ke depan, sebagai orang yang banyak membersamai perjalanan karier Mawardi Yahya, saya mencatat selama sekitar 15 tahun ini, “pasang surut” adalah hal biasa yang dialami oleh Mawardi Yahya.

Sebagai gambaran saya mencatat dan menyaksikan hal-hal sebagai berikut ;

Tahun 1998 Mawardi ikut memperjuangkan Mayjen TNI Yusman Effendi untuk menjadi Gubernur Sumsel, tapi Yusman kalah di akhir perjuangan, setelah restu Panglima TNI kandas.

Namun ternyata pada tahun 1999, Mawardi menjadi Ketua DPRD OKI periode 1999 – 2004, dan juga Ketua DPD Partai Golkar OKI.

Kemudian tahun 2003 Mawardi kalah pada Pilbup OKI. Namun ternyata tahun 2004 Ogan Ilir lahir, dan Mawardi lalu menjadi Ketua DPRD dan kemudian menjadi Bupati OI thn 2005 – 2010. Lalu lanjut periode 2010 – 2015.

Tahun 2016 terjadi “badai politik” yang menimpa keluarga Mawardi. Namun ternyata tahun 2018 Mawardi Yahya terpilih menjadi Wagub Sumsel.

Tahun 2024 ini Mawardi kalah dlm Pilkada Sumsel. Tapi saya yakin ada job/posisi yang baik untuk Mawardi Yahya berikutnya. Sepanjang dia mau.

Begitulah takdir Allah dipergilirkan. In syaa Allah setelah ada ujian/musibah maka akan datang kebaikan dan kesuksesan. Aamiin. (*)