Arsitek Top Dunia Riken Yamamoto Minta Indonesia Tak Pindahkan Ibukota Negara
KoranRakyat.co.id, Jakarta –- Pemindaham Ibukota Negara Indonesia dari Jakarta ke Kalimantan Timur mendapat sorotan dari pakar dan arsitek kelas Dunia.
Sebagaimana dilansir TRIBUNNEWS.com, arsitek top dunia asal Jepangh yang merupakan penerima Pritzker Architecture Prize 2024, Riken Yamamoto, menilai Indonesia tak perlu memindahkan ibu kota negara ke Kalimantan.
Sebab, menurutnya jika Indonesia memaksakan diri memindah ibu kota negara, maka Jakarta berisiko hancur dan perekonomian bakal jatuh.
Pasalnya, Yamamoto berpendapat kehidupan warga-warga kampung di Jakarta masih belum terjamin.
Padahal, baik atau tidaknya kualitas hidup sebuah negara, dilihat dari keseharian warga-warganya di kampung.
“Jakarta akan hancur berantakan nanti (jika ibu kota dipindah), karena dasar kehidupannya, rakyat perkampungannya saja masih belum nyaman.”
“Perekonomian juga akan jatuh kalau (ibu kota) dipaksakan pindah ke Kalimantan,” jelas Yamamoto kepada koresponden Tribunnews.com di Jepang, Jumat (15/11/2024).
“Jangan pindahkan Jakarta sebagai ibu kota ke ibu kota baru yang ada di Kalimantan,” lanjutnya.
Sosok Riken Yamamoto
Dikutip dari laman Pritzker Prize, Riken Yamamoto lahir di Beijing, Tiongkok, pada 1945.
Ia pindah ke Yokohama, Jepang , tak lama setelah Perang Dunia II Berakhir.
Meski tak pernah bertemu sang ayah yang sudah berpulang sejak ia kecil, Yamamoto meniru karier ayahnya sebagai seorang insinyur dalam beberapa hal.
Pada 1968, Yamamoto lulus dari Universitas Nihon, Jurusan Arsitektur.
Ia kemudian melanjutkan studi untuk meraih gelar Master dalam bidang Arsitektur di Universitas Seni Tokyo dan lulus tahun 1971.
Dua tahun setelahnya, ia mendirikan praktiknya, Riken Yamamoto & Field Shop.
Di awal kariernya, Yamamoto lebih banyak melancong ke berbagai negara untuk mencari pemahaman tentang komunitas, budaya, dan peradaban.
Ia melakukan perjalanan tersebut bersama mentornya, Hiroshi Hara.
Pada 1972, Yamamoto menghabiskan banyak waktu di sepanjang garis pantai Laut Mediterania, mengunjungi Prancis, Spanyol, Maroko, Aljazair, Tunisia, Italia, Yunani, dan Turki.
Dari Eropa, Yamamoto berpindah ke benua Amerika dan Asia.
Lewat perjalanannya, Yamamoto mendapat gagasan mengenai “ambang batas” antara ruang publik dan privat adalah bersifat universal.
Dari situ, ia kembali mempertimbangkan mengenai batas-batas antara ranah publik dan sosial sebagai peluang sosial, berkomitmen pada keyakinan, semua ruang dapat memperkaya dan melayani seluruh komunitas, bukan hanya mereka yang menempati.
Dengan pemikiran itu, Yamamoto mulai merancang hunian keluarga tunggal yang menyatukan lingkungan alami dan buatan.
Proyek pertamanya adalah Yamakawa Villa di Nagano pada 1977, yang terbuka di semua sisi dan terletak di hutan.
Proyek itu dirancang agar terasa sepenuhnya seperti teras terbuka.
Pengalaman itu secara signifikan memengaruhi karya-karyanya di masa depan, saat ia memperluas kariernya dengan menangani proyek perumahan sosial bersama Hotakubo Housing di Kumamoto pada 1991.
Dari proyek itu, Yamamoto berupaya menjembatani budaya dan generasi lewat kehidupan yang relasional.
Transparansi, bentuk, material, dan filosofi tetap menjadi elemen penting dalam karya-karyanya.
Ia menggunakan pendekatan perencanaan kota yang menunjukkan evolusi sebagai properti penting dalam pengembangan Ryokuen-toshi, Inter-Junction City di Yokohama.
Yamamoto terus mendorong masyarakat di gedung-gedung besar dengan mengadaptasi bahasa arsitekturnya ke proyek-proyek seperti Universitas Prefektur Saitama di Koshigaya (1999) dan Perpustakaan Tianjin di Tingkok (2012), yang membuktikan penguasannya terhadap skala.
Karyanya makin banyak, mulai dari rumah tinggal pribadi hingga perumahan umum, sekolah dasar hingga gedung universitas, dan lembaga hingga ruang publik.
Baru-baru ini, ia diangkat menjadi profesor tamu di Universitas Kanagawa, Yokohama.
Yamamoto pernah menjadi profesor tamu di Universitas Seni Tokyo (2022-2024) dan sebelumnya pernah mengajar di Universitas Nihon, Sekolah Pascasarjana Teknik (2011-2013); Universitas Nasional Yokohama, Sekolah Pascasarjana Arsitektur (2007-2011); Universitas Kogakuin, Jurusan Arsitektur (2002-2007); dan menjabat sebagai Presiden Universitas Seni dan Desain Nagoya Zokei (2018-2022).
Ia diangkat sebagai Akademisi oleh Akademi Arsitektur Internasional (2013).
Selama berkarier sebagai arsitek, Yamamoto telah meraih banyak penghargaan, termasuk apan Institute of Architects Award for the Yokosuka Museum of Art (2010), Public Buildings Prize (2004 and 2006), Good Design Gold Award (2004 and 2005), Prize of the Architectural Institute of Japan (1988 and 2002), Japan Arts Academy Award (2001), dan Mainichi Art Awards (1998).
Saat ini, Yamamoto terus berpraktik dan tinggal di Yokohama.
Karya-karyanya bisa ditemukan di seluruh Jepang, Tiongkok, Korea, dan Swiss.
2 Alasan Tak Perlu Pindahkan
Arsitek top dunia asal Jepang Riken Yamampoto, membeberkan alasan mengapa Indonesia tak perlu memindahkan ibu kota negara ke Kalimantan Timur.
Pertama, sebab Jakarta sebagai ibu kota negara Indonesia saat ini, belum bisa membahagiakan warga kampung-kampungnya.
“Jakarta sebagai ibu kota negara saat ini masih kurang nyaman bagi rakyatnya, terutama daerah perkampungan. Masih harus ditata ulang dengan lebih nyaman, lebih baik lagi,” ungkap Yamamoto kepada koresponden Tribunnews.com di Jepang, Jumat (15/11/2024).
Kedua, Yamamoto menjelaskan, apabila pemerintah Indonesia memaksakan pemindahan ibu kota, maka hal tersebut berisiko akan menjatuhkan perekonomian negara.
Jakarta, yang belum bisa membahagiakan warga kampung-kampungnya, kata Yamamoto, akan mengalami kehancuran.
“Jakarta akan hancur berantakan nanti (jika ibu kota dipindah), karena dasar kehidupannya, rakyat perkampungannya saja masih belum nyaman.”
“Perekonomian juga akan jatuh kalau (ibu kota) dipaksakan pindah ke Kalimantan,” urai arsitek penerima Pritzker Architecture Prize 2024 ini.
Karena itu, ia mengimbau agar pemerintah Indonesia tak perlu memaksakan diri memindah ibu kota negara ke Kalimantan.
“Jangan pindahkan Jakarta sebagai ibu kota ke ibu kota baru yang ada di Kalimantan,” tegas Yamamoto.
Ia justru menyarankan agar pemerintah memperbaiki kualitas hidup perkampungan di Jakarta dan warga-warganya dengan melibatkan arsitek setempat.
Sebab, menurutnya, Jakarta masih memiliki daya tarik cukup besar di mata dunia.
“Upaya (membenahi Jakarta) bisa dibantu oleh para arsitek setempat dan pendanaan dari bantuan pemerintah.”
“Semua duduk bersama, musyawarah yang baik, bukan main menang sendiri,” ungkapnya.
“(Karena) pengaruh Jakarta cukup besar di dunia, karena terlihat memiliki power yang luar biasa besar.”
“Jadi Jakarta bukan hanya untuk rakyat Indonesia sendiri, tetapi juga untuk masyarakat dunia,” pungkas dia.
Update Pembangunan IKN
Sebelumnya, Ketua Satgas Pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur yang juga Plt Deputi Sarana dan Prasarana Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN), Danis Hidayat Sumadilaga, mengungkapkan proses pembangunan IKN.
Ia mengatakan, secara kuantitatif, pembangunan IKN yang terbagi menjadi tiga batch, menunjukkan proses signifikan.
Untuk Batch I, kata Danis, telah mencapai 94,4, persen.
“Progres Pembangunan Infrastruktur IKN secara kuantitatif Batch I telah mencapai 94,4 persen.”
“Batch II tembus 69,5 persen, dan Batch II sudah berada pada posisi 23,9 persen,” tutur Danis kepada Kompas.com, Jumat (15/11/2024).
Lebih lanjut, Danis membeberkan, beberapa paket pekerjaan dengan proses konstruksi di atas 95 persen, bakal siap diresmikan akhir tahun nanti.
Paket pekerjaan yang dimaksud adalah Istana Garuda, Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), Gedung Sekretariat Presiden, dan Pusat Pelatihan atau Training Center (TC) Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI).
Menurutnya, paling lambat paket pekerjaan itu bisa saja diresmikan pada awal 2025.
“Paling lambat aawal 2025 semuanya diresmikan,” ucap Danis.
Sementara, progres pembangunan fisik proyek-proyek investasi dengan skema pendanaan swasta dan BUMN Non-APBN Kementerian Pekerjaan Umum (PU) juga terus dikebut.
Hingga Jumat, terdapat 16 paket pekerjaan telah tuntas dan dalam proses konstruksi.
Beberapa di antaranya yang telah tuntas adalah Swissotel Nusantara, Rumah Sakit (RS) Hermina, dan RS Mayapada.
Lalu, proyek investasi dengan pendanaan swasta yang masih dalam tahap konstruksi meliputi Hotel Qubika, RS Abdi Waluyo, dan Bus EV Interchange.
Kemudian, Revitalitasi SDN 020 Sepaku, dan Restoran Kampung Kecil. (*/Sar)