Program Makan Bergizi Gratis Kabinet Merah Putih: Akses Menuju Pendidikan Berkualitas ??
Abdullah Idi
Guru Besar Sosiologi/Dosen Pascasarjana UIN Raden Fatah Palembang
KoranRakyat.co.iod– Salah satu program dan komitmen politik Prabowo-Gibran (2024–2029) yang patut diapresiasi adalah adanya program Makan Bergizi Gratis (MBG). Hal ini disampaikan kedua pasangan ini ketika pelaksanaan debat Capres/Cawapres pada beberapa waktu lalu. Program MBG memperlihatkan keberpihakannya terhadap terhadap masa depan anak-anak sekolah sebagai generasi penerus estafeta perjalanan bangsa. Dengan kata lain, keberadaan program MBG ini dapat dipandang sebagai akses pendidikan bermutu bagi anak-anak Indonesia, terutama bagi anak-anak yang sebelumnya berlatar belakang sosial-ekonomi kurang beruntung, sehingga terdapat kendala dalam memperoleh asupan makanan bergizi, hidup sehat, dan berprestasi belajar yang berkualitas.
Adanya program MBG ini patut diapresiasi karena menjadi kepentingan nasional jangka panjang. Pogram MBG yang direncanakan akan dimulai 2 Februari 2025, bertujuan untuk menyelamatkan masa depan bangsa Indonesia. Diungkapkan Prabowo, masih banyak anak-anak yang berangkat sekolah tidak sempat sarapan atau makan siang, karena alasan ekonomi keluarga terbatas. Bila anak-anak Indonesia kurang gizi, dipastikan tidak dapat bersaing dengan sesama anak bangsa atau dunia. Anak-anak sebagai calon generasi penerus perlu memperoleh asupan gizi yang cukup.
Di banyak negara, tidak diragukan lagi bahwa program makan siang gratis telah berkolerasi signifikan terhadap proses kemajuan bangsa. Philadelphia dan Boston misalnya merupakan dua kota pertama di Amerika yang menerapkan makan siang bagi anak-anak di sekolah, pada abad ke-19. Upaya makan siang ini, dipelopori organisasi kesejahteraan, seperti Serikat Pendidikan dan Industri Wanita di Boston dan Asosiasi Starr Center di Philadelphia sejak 1894. Ketika itu, respons masyarakat Amerika terhadap program ini sangat positif karena para guru (di Boston) menyepakati bahwa makan gratis dapat membantu anak-anak baik secara fisik maupun mental. Anak-anak terbiasa makan yang sehat dan membantu mereka belajar memilih makanan dengan bijak (National Geografhic Indonesia, google.com/amp/s/nationalgeografhic.co.id/diakses: 3/11/2024).
Sama halnya Jepang, sebagai salah satu negara maju di dunia yang dikenal dengan kemajuan teknologi, budaya, dan pendidikannya, melaksanakan program makan siang di sekolah sejak tahun 1889 tepatya tahun ke-22 era Meiji. Program ini terus berkembang dan menyebar ke seluruh Jepang, terutama setelah Perang Dunia II, dimana banyak anak-anak mengalami kelaparan dan kekurangan gizi. Pada 1954, pemerintah Jepang mengeluarkan undang-undang yang mewajibkan semua sekolah dasar dan menengah untuk menyediakan makanan siang gratis bagi siswanya. Pemerintah juga menyediakan subsidi sebesar 50 persen dari makan siang, sedangkan sisanya ditanggung oleh orang tua siswa. Program ini untuk meningkatkan kesehatan, gizi, dan Pendidikan anak-anak Jepang, serta mengajarkan mereka tentang etika, kerjasama, dan budaya makan (JawaPos.Com/diakses: 8/11/2024).
Di Indonesia, program MBG merupakan salah satu program unggulan Prabowo-Gibran (2024–2029). Program MBG direncanakan akan diberikan kepada anak didik tingkat SD, SMP, SMA, SMK, dan Santri di Pesantren. Adanya program MBG ini diharapkan dapat meingkatkan gizi anak didik, dimana anak sekolah akan mendapatkan asupan nutrisi yang cukup dalam proses pertumbuhan dan peningkatan konsentrasi dan prestasi belajar anak didik. Pada suatu ketika nantinya, mereka diharapkan dapat berkiprah dan bersaing menuju proses pembangunan bangsa ke depan lebih maju.
Selain dapat memotivasi inklusivitas pendidikan, program MBG ini juga diharapkan akan membantu memastikan bahwa apapun latar belakang keluarganya, anak-anak dapat memperoleh akses ke pangan bergizi dan mereduksi disparitas yang masih ada. Menu yang sama bagi semua anak-anak dalam suatu sekolah juga dapat memotivasi kesetaraan dari anak-anak dari latar belakang sosial-ekonomi berbeda. Siswa yang memperoleh asupan gizi yang lebih baik cenderung lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran dimana akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih baik ke depan. Pemberian makan bergizi gratis juga akan membantu anak-anak dan para orang tua tentang pentngnya makanan bergizi, kebiasaan makanan sehat, dan budaya disiplin waktu makan.
Di sisi lain, sudah dipastikan, program MGB ini membutuhkan pendanaan yang besar yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dadan Hindayana, Kepala Badan Gizi Nasional, memperkirakan anggaran untuk program MBG pada tahap awal akan tembus Rp800 miliar per hari, atau 75% dari total anggaran sebesar Rp1,2 triliun per hari bila dijalankan secara penuh. Jika program MBG ini nantinya telah berjalan secara penuh, total penerima akan mencapai 82,9 juta orang anak didik dengan kebutuhan anggaran sekitar Rp400 triliun. Hal ini mennginformasikan bahwa pemerintah Kabinet Prabowo-Gibran akan melakukan investasi besar-besaran terhadap sumber daya manusia (human resources) Indonesia, dan yang paling besar itu di makan bergizi. Bila nantinya program MBG ini sudah berjalan penuh, terdapat sekurangnya 30 ribu satuan pelayanan di seluruh Indonesia. Setiap pelayanan akan mengakomodasi kebutuhan makan gratis dari 3.000 anak sekolah per kecamatan. Nantinya, dibutuhkan juga sekurangnya tiga pegawai Badan Gizi yang ditugaskan di masing-masing satuan pelayanan. Pada 2025 minimal dibutuhkan 5.000 satuan pelayanan. Pada tahap awal penyaluran MBG akan melayani 3 juta anak dulu, dan selanjutnya akan melayani 6 juta pada April 2025, dan terdapat 15 juta anak pada Juli 2025 (Sumber: cnnindonesia.com/ekc/diakses: 6/11/2024).
Dalam suatu kebijakan, untuk merealisasikan program MBG memerlukan dukungan sumber daya keuangan dari APBN yang signifikan. Persoalan tranparancy, accountability, dan fairness, agaknuya akan menjadi perhatian serius. Karenanya, lebih jauh, dalam pengelolaannya nantinya sedapat mungkin dapat dihindari adanya kemungkinan mal-administrasi dalam banyak hal: membagi makanan kepada puluhan juta anak-anak di daerah dengan aksesibilitas dan kondisi tofografis beragam. Selain itu, secara teknis, diperlukan pula adanya penyaluran tepat waktu, bermutu dan standar kebersihan dan keamanan pangan yang terjamin. Kebiasaan diet setempat, budaya, dan religius yang bertalian dengan pangan dan pantangan bagi siswa tertentu, merupakan dimensi lain yang perlu menjadi pertimbangkan dalam menetapkan standar makan gratis dan bergizi.
Tercapainya tujuan kebijakan atau program MBG ini, sekurangnya membutuhkan partisipasi politik dan masyarakat (civil society) yang optimal. Orientasi dan tujuan kebijakan yang tidak jelas dan tanpa partisipasi masyarakat, maka diperkirakan akan menjadi masalah serius dalam penerapannya. Dalam proses awal implementasinya, MBG ini agaknya diperlukan suatu partisipasi dan persepsi yang sama dari berbagai elemen masyarakat luas, baik secara langsung atau tidak langsung, dalam pentingnya berpartisipasi dalam mewujudkan program MBG. Sehingga, keberadaan kebijakan MBG diharapkan memiliki output-nya memang menyentuh kebutuhan atau keinginan masyarakat dalam memberi akses Pendidikan bermutu yang luas di Tengah masyarakat. Oleh karena itu, upaya menumbuhkan partisipasi masyarakat (civil society) merupakan suatu elemen terpenting dalam menentukan arah keberhasilan implementasi program MBG pada tahap awal.
Relevansi program MBG terhadap pentingnya memberi dan memperluas akses pendidikan bermutu bagi semua anak-anak dari latar belakang berbeda, dapat dilihat dalam UUD 1945 Pasal 31 (Setelah Amandemen). Pada Pasal 31 Ayat (1): Setiap warga negara berhak mendapat Pendidikan; dan Ayat (4): Negara memperiortaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan pendidikan nasional. Suatu yang menarik dari Ayat (4) bahwa kewajiban membiayai pendidikan tidak hanya dibebankan terhadapa APBN tetapi juga bisa dibebankan kepada APBD. Oleh sebab itu, jika pemerintah pusat melalui APBN dan pemerintah daerah melalui APBD, sangat mungkin dan logis sekali kalau program MBG ini dapat meningkatkan kualitas pendidikan nasional sebagai upaya memberi akses bagi anak-anak terhadap pendidikan bermutu.