Pendidikan Gratis, Amanah Undang-Undang Yang Masih Angan-angan
Solusi pendidikan Gratis, Kelola Sumber Daya Alam Untuk Kepentingan Rakyat
Penulis : Atika
Pendidikan Salah satu Aspek kehidupun terpenting bagi kemajuan suatu bangsa dan kehidupan setiap individu dengan pendidikan anak bangsa dapat memperoleh ilmu pengetahuan yang menjadi bekal untuk meraih kehidupan lebih baik dan peluang kesejahteraan yang lebih tinggi.
Merupakan kewajiban negara untuk memfasilitasi rakyatnya memperoleh pendidikan, setiap negara menjadikan pendidikan sebagai aspek prioritas yang diatur dalam kontitusi. Di Indonesia sendiri Undang – undang dasar 1945 pasal 31 mengamanatkan bahwa pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara tetapi pendidikan dasar merupakan kewajiban yang harus diikuti oleh setiap warga negara dan pemerintah wajib membiayai kegiatan tersebut.Kewajiban negara dalam bidang pendidikan ini juga tertuang dalam Pasal 28C Ayat 1 dan Pasal 28E Ayat 1
Selain itu, dalam pembukaan UUD 1945, disebutkan bahwa salah satu tujuan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
Jelas amanah undang – undang negara berkewajiban membiayai pendidikan alias mengratiskan sekolah. Namun sejak dirumuskan pasal 31 UUD 45 hingga saat ini amanah ini belum dapat dilaksanakan negara sepenuhnya. Amanah inipun diperkuat berbagai aturan yang mendukung sekolah gratis seperti Permendikbud No 75 tahun 2016 yang melarang sekolah melakukan pungutan pada peserta didik dan aturan lainnya yang mendukung.
Sejak era presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) program sekolah gratis dicanangkan dan merupakan program kursial. Agar program ini berjalan SBY menyiasati dengan mengelontorkan Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Tak tangung – tangung 20 persen APBN disiapkan untuk program ini
SBY menyadari Pendidikan adalah alat perjuangan bangsa raih kesejahteraan
Seperti pernyataan Presiden ke Enam ini. dilansir Voa.id,
“Pendidikan di Indonesia dapat diakses oleh semua kalangan, utamanya rakyat miskin”
Kendati sejak SBY dan dilanjutkan pemerintahan Jokowi telah mengembar gemborkan sekolah gratis pada pendidikan formal berjenjang namun tidak seluruh jenjang pendidikan formal menikmatinya.
Sekolah Dasar Negeri (SDN) dan SMPN yang bebas biaya sebagaimana pantauan penulis di beberapa SDN dan SMPN di kota Palembang, dari fakta ini kita lihat negara telah melaksanakan amanah Undang – undang memberi pendidikan dasar bagi setiap warga negara menjamin dan memastikan wajib belajar 9 tahun dapat dijalankan secara menyeluruh dan gratis. Namun tidak semua siswa sekolah dasar dan lanjutan tingkat pertama di Indonesia menikmati sekolah gratis seperti di Palembang.
APBN belum sepenuhnya mampu membiayai sekolah lanjutan atas pemerintah pusat menyerahkan kebijakan pembiayaan pendidikan pada APBD provinsi masing – masing. Ini yang menjadi masalah tidak semua APBD provinsi mampu mendanai sekolah gratis. Walaupun provinsi Sumatera Selatan masuk dalam Enam besar provinsi di Indonesia yang sukses melaksanakan program sekolah gratis ketika tahun 2009 pertama kali sekolah gratis dicanangkan namun kondisi ini tidak bertahan lama.
Kendati pemerintah pusat telah membantu Biaya Opetasional Sekolah (BOS) tapi dana ini masih tidak bisa menutupi kebutuhan sekolah di Palembang. Dikutip Sumateraekspres.id
Mencari sekolah SMA dan SMK gratis di kota Palembang Bagai kucing lepas senja, sangat sulit didapatkan. Dari 23 SMA Negeri dan 8 SMK negeri di kota pempek ini, menerapkan pungutan mulai dari uang pembangun, iuran komite, membayar buku dan pengutan tak terduga lainya.
Orang tua murid setiap bulannya merogoh kocek bayar iuran komite antara 200 ribu hingga 550 ribu. Hal ini sungguh memberatkan bagi mereka apalagi kalamgan menengah kebawah.
Seperti diungkapkan Rina warga jalan Mayor Zen Kecamatan Kalidoni, dia memilik Tiga orang anak yang bersekolah dibangku SD, SMP dan SMA Rina harus pandai mengatur keuangan agar anak – anaknya lancar ke sekolah.
“Setidaknya setiap hari saya mengeluarkan uang 50 ribu untuk jajan dan bensin, belum lagi ditambah uang buku dan iuran wajib setiap bulan” ungkap Rina
Rina juga mengaku, dirinya kerap mengadaikan emas simpananya ketika peneriman siswa baru, disaat ini kita harus menyiapkan uang lebih banyak. Terpaksa gadaikan dulu barang yang ada “Urung belagak pegi kondangan, cincin Emas melok sekolah jugo” seloroh Rina
Berbeda dengan Rina yang ada emas untuk digadaikan membiayai pendidikan anaknya, Susi warga jalan Mojopahit Seberang Ulu Palembang mengaku panik ketika penerimaan siswa baru, suaminya hanya bekerja buruh bangunan sementara kedua anaknya sekolah SMA. Tak jarang dia mencari pinjaman bahkan pernah meminjan pinjol, wajar saja finance.detik.com memberitakan jelang bulan Juni Penerimaan murid baru pinjaman online meningkat hingga 25 persen, mungkin banyak masyarakat yang senasib seperti Susi.
Lain halnya di Palembang jika jenjang pendidikan SD dan SMP digratiskan dan buku – buku paket dipinjamkan, di Samarinda orang tua murid terbebani biaya membeli buku setiap tahun dengan harga hingga jutaan rupiah. Ini yang membuat para orang tua murid mendatangi kantor gubernur Kaltim berdemo mengugat negara nerealisasikan program sekolah gratis viral di media sosial. Jumat 2 Agustus 2024.
Sekolah gratis yang biasanya menjadi alat propaganda calon kepala daerah hanya omong kosong belaka, rasanya masih sulit bagi Indonesia untuk mewujudkan sekolah gratis hingga jenjang tinggi.
Tidak seperti halnya di negara – negara maju. Mereka mengratiskan sekolah dari dasar hingga perguruan tinggi. Kita terkadang terkagum – kagum perhatian pemerintah di negara ini sungguh besar terhadap pendidikan warganya sementara Indonesia negara yang kaya raya dengan Sumber Daya Alam tak mampu membiayai pendidikan anak bangsa.
Menteri keuangan Sri Mulyani dilansir kompas.com 31/5/2024, mengatakan bila negara – negara Nordic (Eropah Utara) mengratiskan sekolah dan kuliah, meraka mengenakan pajak 70 persen wajar saja dapat membiayai pendidikan gratis, beda di negara kita pajak yang hanya 11 persen mana mungkin membiayai pendidikan gratis hingga perguruan tinggi.
Bila APBN tak mampu menopang biaya pendidikan. Tinggal pilih mau sekolah gratis atau pajak yang tinggi.
Menanggapi masalah ini pengamat kebijakan publik dan juga tokoh mubaligh Palembang, Padliyati Siregar M.pd menerangkan dalam sudut pandang Islam Pendiidikan harus menjadi Kebijakan Negara karena untuk mencapai tujuan pendidikan, maka sistem pendidikan tidak bisa terlepas dari kebijakan negara yang menaunginya.
Negara wajib menyelenggarakan pendidikan berdasarkan apa yang dibutuhkan manusia dalam mengarungi kehidupan bagi setiap individu, baik laki-laki maupun perempuan dalam dua jenjang pendidikan, jenjang pendidikan dasar dan jenjang pendidikan menengah.
Negara wajib menyelenggarakan pendidikan bagi seluruh warga negara secara gratis. Mereka diberi kesempatan seluas-luasnya untuk melanjutkan pendidikan tinggi secara gratis dan berkualitas.
Bukan hanya pendidikan nya saja , negara wajib juga menyediakan perpustakaan, laboratorium, dan sarana ilmu pengetahuan lainnya yang representatif, selain gedung-gedung sekolah dan kampus-kampus.
Hal itu, sambungnya, untuk memberi kesempatan bagi mereka yang ingin melanjutikan penelitian dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan, seperti fikih, usul fikih, dan tafsir, termasuk bidang pemikiran, kedokteran, teknik, kimia, serta penemuan, inovasi, dan lain-lain sehingga di tengah umat lahir sekelompok mujtahid, saintis, teknokrat, yang sampai pada derajat penemu dan inovator yang berkepribadian.
Dengan demikian, negara wajib menyelenggarakan pendidikan dengan gratis dan berkualitas di seluruh wilayah negara, baik wilayah yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang berlimpah maupun yang miskin sumber daya alam.
pendidikan secara gratis ini dimungkinkan karena pengelolaan keuangan dilakukan secara sentralisasi sehingga pemenuhan kebutuhan seluruh daerah dipenuhi oleh pusat.
Sementara sumber keuangan untuk membiayai pendidikan gratis salah satunya satunya dari pengolahan Sumber Daya Alam (SDA). SDA seharusnya dikelolah negara untuk kepentingan umat bukan di privatisasi dan diserahkan pengolahanya pada oligarki
Dalam Islam, konsep pendidikan adalah integratif, baik pendidikan umum maupun pendidikan agama harus Oleh karenanya, keduanya di bawah satu Kementerian Pendidikan Agama Islam.
Hal senada disampaikan rekannya Ustadjah Qisti Yeti Handayani. menurutnya, semua negara didunia saat ini menerapkan sistem kapitalis, tidak ada sekolah gratis yang benar – benar dibiayai negara dari sumber lain selain pajak.
Walaupun di negara maju seperti Jerman dan negara Eropa lainnya. Mereka memberikan pendidikan gratis tapi menarik pajak rakyat sangat tinggi, itulah sistem kapitalis yang basic pengurusan urusan rakyat nya untung rugi. Berbeda dengan sistem Islam yang pernah diterapkan dahulu, negara benar – benar mengurusi kepebtingan umat.
Bila negara belum mampu membiayai pendidikan gratis, sebaiknya negara jujur pada rakyat, sekolah gratis jangan menjadi alat propaganda politik yang mengecohkan rakyat (*)