Impor Dokter Asing ke Tanah Air dan Untung Ruginya
H.Salman Rasyidin
Wartawan Senior di Palembang
Berbagai ide dan gagasan bermunculan ke publik menjelang akhir kepemimpinan Presiden Jokowi. Dengan minimnya penyerapan aspirasi dari masyarakat, tiba-tiba saja muncul gagasan dan wacana pemerintah dalam hal ini kementrian kesehatan untuk mendatangkan dokter asing ke tanah air.
Rencana mendatangkan dokter asing ke tanah air memang dimaksudkan untuk memperbaiki layanan kesehatan di Indonesia. Namun resiko dan bahaya yang menyertainya tidak bisa diabaikan.
Oleh karena itu saat Menteri Kesehatan Indonesia Budi Gunadi Sadikin, mengumumkan rencana untuk mendatangkan dokter asing ke Indonesia beberapa waktu lalu, dengan mencontoh strategi PSSI yang menaturalisasi sejumlah pemain asing menjadi pemain nasional, rencana ini langsung menuai kontroversi dan mendapat tantangan dari berbagai pihak, termasuk akademisi terkemuka seperti Prof. Dr. Budi Santoso, dr. Sp.O.G, Subsp S.E.R yang akrab dipanggil Prof BUS, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair).
Prof. Dr. Budi Santoso, dr Sp.O.G, Subsp.F.E.R menentang keras rencana tersebut dengan alasan bahwa Indonesia memiliki kapasitas untuk mencetak dokter-dokter berkualitas yang mampu melayani kesehatan anak bangsa.
Menurutnya, penyiapan dokter lokal dengan pendidikan yang memadai dan fasilitas yang baik adalah solusi jangka panjang yang lebih berkelanjutan dibandingkan mendatangkan dokter asing.
Penolakan ini disampaikan dalam berbagai forum dan media, menggarisbawahi pentingnya kemandirian dalam sistem kesehatan nasional.
Reaksi terhadap penolakan ini cukup mengejutkan. Pemerintah, melalui Rektor Unair Prof Dr Taufik Marwah, SE, M.Si, memutuskan untuk mencopot Prof. BUS dari jabatannya sebagai Dekan Fakultas Kedokteran.
Langkah ini menimbulkan kekhawatiran tentang kebebasan akademik dan kemampuan para akademisi untuk menyuarakan pendapat mereka tanpa takut akan konsekuensi. Banyak yang melihat pencopotan ini sebagai upaya membungkam suara-suara kritis terhadap kebijakan pemerintah yang kontroversial. Akibatnya segenap Civitas Akademika Fakultas Kedokteran Unair beserta para Alumni dan Mantan Pejabat Rektor Unair langsung menggelar demo.
Mereka mengancam akan MOGOK mengajar sampai Prof BUS dikembalikan sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Unair. Karena tidak ada satupun alasan pemberhentian seorang Dekan yang dilanggar oleh Prof BUS.
Bahaya Mendatangkan Dokter Asing
Dari berbagai tanggapan di tengah masyarakat ada yang berpendapat kebijakan pemerintah RI akan lakukan naturalisasi dan datangkan dokter asing bukan saja telah melukai hati seluruh rakyat dan bangsa Indonesia. Lebih dari itu, telah melecehkan harga diri dan martabat bangsa, serta merobek kedaulatan kesehatan Indonesia.
Mendatangkan dokter asing bukan tanpa risiko. Berikut adalah beberapa bahaya potensial yang harus dipertimbangkan:
– Penurunan Kualitas Pendidikan Kedokteran Lokal. Ketergantungan pada dokter asing dapat mengurangi insentif untuk meningkatkan kualitas pendidikan kedokteran di dalam negeri. Ini bisa berdampak pada standar pelatihan dan pendidikan dokter lokal, yang pada akhirnya mempengaruhi kualitas layanan kesehatan yang diberikan.
– Ketidakpastian Kompetensi dan Adaptasi. Dokter asing mungkin tidak sepenuhnya familiar dengan kondisi kesehatan setempat, budaya, dan sistem kesehatan Indonesia. Adaptasi terhadap lingkungan baru bisa menjadi tantangan dan dapat mempengaruhi efektivitas layanan kesehatan yang mereka berikan.
– Masalah Legal dan Etika. Proses sertifikasi dan legalitas praktik dokter asing perlu diatur dengan ketat. Itupun kalau terpaksa mendatangkan dokter asing ke Indonesia. Ada risiko bahwa dokter yang tidak memenuhi standar atau memiliki catatan buruk di negara asalnya bisa lolos dan berpraktik di Indonesia, yang bisa membahayakan pasien.
– Mengabaikan Potensi Lokal. Indonesia memiliki banyak talenta di bidang kedokteran yang bisa dikembangkan. Alih-alih mendatangkan tenaga asing, pemerintah bisa lebih fokus pada peningkatan kapasitas pendidikan dan pelatihan dokter dalam negeri untuk memastikan bahwa mereka bisa memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat.
– Kesenjangan Sosial dan Ekonomi. Kehadiran dokter asing bisa menciptakan kesenjangan antara dokter lokal dan asing, baik dari segi pendapatan maupun peluang. Hal ini bisa menimbulkan ketidakpuasan dan ketidakadilan di kalangan tenaga medis lokal.
Berbagai tanggapan dan komentar pun bermunculan dari para pakar dan ahli seperti Dr. Ade Gana dan Dr. Anisah Abdullah. Dr. Ade Gana, seorang ahli kesehatan masyarakat dari Universitas Indonesia, menyatakan bahwa “Mengimpor dokter bukan solusi jangka panjang yang tepat untuk masalah kesehatan di Indonesia. Kita harus fokus pada pemberdayaan dokter lokal dengan memberikan pendidikan berkualitas dan fasilitas yang memadai.”
Dan menurut Dr. Anisah Abdullah, seorang ahli kesehatan global, “Dokter asing mungkin bisa memberikan solusi sementara, tetapi mereka tidak bisa memahami konteks lokal sebaik dokter yang dilatih di Indonesia. Integrasi mereka ke dalam sistem kesehatan kita juga akan memerlukan waktu dan sumber daya yang tidak sedikit.”
Sebagai alternatif menghadapi masalah ini, ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk mengatasi kekurangan dokter di Indonesia:
– Meningkatkan Kapasitas Pendidikan Kedokteran. Pemerintah perlu meningkatkan investasi dalam pendidikan kedokteran, baik dari segi infrastruktur maupun kualitas pengajaran. Ini termasuk memberikan beasiswa dan insentif bagi mahasiswa kedokteran untuk bekerja di daerah terpencil.
– Pengembangan Program Pendidikan Berkelanjutan. Program pendidikan berkelanjutan untuk dokter yang sudah berpraktik bisa membantu mereka terus mengembangkan keterampilan dan pengetahuan mereka. Ini penting untuk menjaga kualitas layanan kesehatan.
– Kerjasama Internasional tanpa Mengimpor Dokter. Kerjasama dengan universitas dan lembaga kesehatan internasional bisa dilakukan dalam bentuk program pertukaran dan pelatihan, tanpa harus mendatangkan dokter asing secara permanen.
– Peningkatan Gaji dan Kondisi Kerja. Memberikan insentif finansial dan memperbaiki kondisi kerja bagi dokter yang bertugas di daerah terpencil bisa menjadi salah satu cara untuk memastikan distribusi dokter yang lebih merata di seluruh Indonesia.
Kemandirian dalam sistem kesehatan, kualitas pendidikan kedokteran, dan pemberdayaan dokter lokal adalah kunci untuk mencapai layanan kesehatan yang berkelanjutan dan berkualitas bagi anak bangsa.
Pencopotan Prof. Budi Santoso sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Unair karena menyuarakan penolakan terhadap rencana ini mencerminkan ketidakdewasaan dalam menangani kritik dan perbedaan pendapat. Kebijakan kesehatan yang baik harus didasarkan pada diskusi yang terbuka dan inklusif, dengan mempertimbangkan berbagai pandangan dan masukan dari para ahli dan praktisi.