3 November 2024

Apresiasi Imbauan Ketua Komisi ll DPR Rl, Ketua L-KPK Kepri: BPN Harus Tegas dalam Penerbitan Izin HGU, HGB & HPL

Ketua L-KPK Kepri, Kennedy Sihombing Saat Membela Masyarakat Tani Terusir oleh PT BMW dari Tanah Terlantar Yang Dikelola mereka Sejak Puluhan Tahun

BINTAN l Koranrakyat.co.id – Ketua DPD Lembaga Komando Pemberantasan Korupsi (Lembaga KPK) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) mengapresiasi himbauan Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tanjung agar BPN (Badan Pertanahan Nasional) lebih tegas dalam menerbitkan izin Hak Guna Usaha (HGU) kepada Perusahaan terutama di kawasan hutan.

Kennedi menegaskan, BPN harus lebih teliti dalam mengeluarkan ijin HGU, HGB dan HPL kepada setiap Perusahaan, karena menurut dia selama ini banyak Perusahaan yang menjadikan ijin-ijin tersebut sebagai modus atau tameng untuk menguasai seluas-luasnya tanah negara bahkan sebagai dasar untuk menakut-nakuti dan merampas tanah yg dikelola oleh masyarakat.

Banyak Perusahaan menginginkan mendapat ijin HGU, HGB, dan HPL dari BPN, tapi kenyataanya setelah mendapatkan ijin tersebut, mereka rata-rata tidak pernah menjalankan sesuai dengan peruntukannya, sehingga selalu ditemukan lahan atau tanah yang diusahakan mereka akhirnya terlantar, ketika terlantar dan dikelola masyarakat maka selalu menimbulkan Konplik.

“BPN harus tegas dalam proses perpanjangan dan pengajuan izin HGU, HGB dan HPL baru, BPN juga harus lebih aktif mengawasi tahapan pelaksanaan aturan main dari peruntukan masing-masing ijin agar kedepan tidak lagi ditemukan adanya tanah-tanah yang terlantar. Jika Perusahaan tak menjalankan peruntukan sebagai mana mestinya maka BPN harus segera tetapkan tanahnya itu terindikasi terlantar.

Ketua L-KPK Kepri, Kennedy Sihombing Saat Membela Masyarakat Petani yang diusir PT BMW melapor ke Kanwil BPN Kepri

“Jika tanah itu terlantar secara otomatis akan kembali kepada negara, ketika tanah itu kembali kepada Negara, kan bisa dikelola oleh masyarakat, Bumi, air serta kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,” ucap Ketua Anti Korupsi asal Kabupaten Bintan ini.

Berkenaan dengan pengelolaannya, tambah Kennedi sesuai dengan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA), Negara mempunyai kekuasaan untuk mengatur peruntukan, penggunaan, persediaan, pemeliharaan bumi, air, ruang angkasa serta kekayaan yang terkandung di dalamnya.

Dalam upaya pengendalian ruang dan tanah sebagai sumber kesejahteraan negara dan masyarakat, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2020 tentang Kementerian Agraria dan Tata Ruang dan Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2020 tentang Badan Pertanahan Nasional yang selanjutnya dijabarkan dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Nomor 16 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kemen ATR/BPN.

Sebelumnya Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tanjung mengimbau agar BPN dapat lebih tegas dalam menerbitkan izin HGU terutama kepada perusahaan kelapa sawit di kawasan hutan. Pasalnya Komisi II DPR RI kerap menemukan penyimpangan HGU, seperti tumpang tindih antara HGU dengan kawasan hutan, konflik sengketa antara HGU dengan tanah masyarakat, penggarapan lahan yang tidak sesuai dengan izin HGU, serta informasi KLHK mengenai perusahaan yg tidak memiliki izin.

Ketua L-KPK Kepri, Kennedy Sihombing Saat bersama Anggota Komisi Il DPR RI, Ali Sera di Hotel CK TPI T

“BPN harus tegas dalam proses pengajuan izin baru, harus langsung dan jelas plasma (kelapa sawit) 20 persen itu diserahkan kepada siapa dan dalam bentuk yang bagaimana. Seharusnya sejak awal pada saat penerbitan izin, jika sudah tidak memenuhi, saat perpanjangan ya evaluasi. Kalau tidak memberikan plasma minimal 20 persen, ya tidak usah diterbitkan lagi izin perpanjangannya. Ini soal law enforcement dan ketegasan dari aparat kita,” tegas Doli pada media, Senin (4/7/2022) di NTB.

Ditambahkannya, Komisi II DPR RI membentuk Panja Evaluasi dan Pengukuran Ulang HGU, HGB, dan HPL, mengingat adanya temuan kawasan hutan yang kemudian tumpang tindih dengan HGU, HGB, dan sebagainya, kemudian ada juga laporan mengenai penyimpangan izin terhadap HGU.

“Kami sering menerima laporan, bahwa ada perusahaan-perusahaan yang tidak memenuhi peraturan yg mengharuskan mereka memberi plasma minimal 20 persen, tapi izin HGU tetap diterbitkan, bahkan di perpanjang. Pertanyaannya kenapa bisa begitu,” tanya Doli sembari meminta penjelasan dan penyelesaian dari pihak BPN.

Kami berharap, permasalahan pertanahan ini cepat di tuntaskan, sehingga tidak ada lagi pihak yang dikorbankan, terutama masyarakat. Salah satu penyelesaiannya adalah melalui program PTSL, melalui program ini diharapkan nantinya masyarakat betul-betul memiliki haknya dan punya alas hukum legal yang kuat,” pungkasnya. (WK)