12 Oktober 2024

Saat Rocky Gerung, Said Didu, dan Syahganda Nainggolan Bisa Bungkam

Catatan Ilham Bintang

Ini momen langka. Mungkin bagi aktifis dan pemikir sekelas Rocky Gerung, Said Didu, Syahganda Nainggolan, Ahmad Yani, dan Ferry Juliantono, bisa beberapa jam berkumpul tanpa orasi yang seperti biasa dengan analisis tajam menyelami ke kekedalaman masalah-masalah aktual. Hari itu mereka ” puasa” bicara politik.  Hanya ngobrol “ngalor ngidul ” disertai derai dan gelak tawa panjang dari siang sampai sore, menjelang Maghrib.

Peristiwa itu terjadi Sabtu (2/7) siang di “Kebonnya Oma”, Komplek Taman Villa Meruya, Jakarta Barat. Saya mengistilahkan, lima sahabat itu sedang menikmati momen- momen “memanusia” atau menikmati hidup secara “normal”. Lepas dari rutinitas yang menjadikannya seperti “mesin”, sebagai konsekwensi sekian tahun konsisten mendengungkan perubahan ke arah lebih baik segala aspek kehidupan di Tanah Air. Sekitar 5 jam mereka tertawa lepas, terpingkal- pingkal “dibungkam” Anwar Fuady yang “berstand up comedy”, melakonkan dirinya dalam beberapa episode kehidupan yang lalu.

Sekedar mengingatkan, DR Anwar Fuady adalah aktor film legendaris Indonesia. Dia seniman pertama yang sampai sekarang masih satu-satunya yang pernah mengajukan diri menjadi calon presiden pada tahun 2004 lewat Konvensi Partai Golkar. Saat ini Anwar Fuady politikus Partai Hanura dan Ketua Umum Koordinator Nasional Jokowi Centre.

Menu kepala ikan kakap

Ihwal pertemuan di “Kebonnya Oma” dimulai Minggu lalu, ketika saya bertemu Rocky Gerung di acara Indonesia Lawyers Club (ILC). Ia “menagih” bersantap lagi di rumah dengan menu Gulai Kepala Ikan Resto Medan Baru. Roger — begitu panggilan akrab pengamat politik terkenal itu – setiap kali berkunjung ke rumah saya jamu dengan menu utama yang sama sejak awal : gulai kepala ikan kakap.

Dan, Sabtu (2/7) siang tagihan itu saya tunaikan. Menu lezat tentu tidak seru kalau cuma dinikmati hanya dua tiga orang. Maka, saya kontaklah beberapa teman dan sahabat untuk bersantap bersama di rumah. Ada sebagian berhalangan. Seperti Karni Ilyas, yang pas hari itu harus menghadiri promosi Doktor Brigita Manohara, presenter TVOne, di kampus Universitas Indonesia.

Juga aktor Deddy Mizwar yang tak bisa hadir karena mendadak ada acara keluarga. Satu lagi : da’i kondang Ustaz Das’ad Latif yang masih di Kalimantan. Tamu yang memenuhi undangan aktor Anwar Fuady, wartawan senior Marah Sakti Siregar, CEO Group Media Republik Merdeka Teguh Santosa, produser film sekjen PPFI Zairin Zain.

Selain gulai kepala ikan, menu lezat lainnya, seperti disebut tadi, adalah perbincangan “ngalor ngidul” dengan derai dan gelak tawa panjang, berlangsung sejak siang hingga menjelang Maghrib. Humor segar aktor Anwar Fuady yang heboh mengalahkan komedian stand up comedy manapun. Itu alasan yang tepat mengapa waktu serasa berjalan begitu cepat.

Beruntung tak jadi Presiden

Episode kehidupan Anwar Fuady yang paling menarik, tentulah ketika memutuskan maju untuk calon Presiden RI di dalam Konvensi Partai Golkar pada tahun 2004. Saat mendaftar di kantor Partai Golkar, ia diantar oleh tiga bus aktor artis film dan sinetron. Puluhan infotainmen memberitakan acara itu berhari-hari di seluruh televisi.

Hari-hari selanjutnya, adalah liputan televisi memberitakan bagaimana Anwar Fuady harus bersaing dengan tokoh – tokoh politik nasional yang sudah kampiun, seperti Akbar Tanjung, Jusuf Kalla, Surya Paloh, Prof Muladi, Tuty Alawiah, Marwah Daud, untuk menyebut beberapa nama.

“Saya bersyukur juga tidak terpilih,” kata Anwar Fuady. Lho? ” Mungkin satu jam setelah dilantik saya mati, dikeroyok lebih 2000 orang yang saya janji jabatan. Untuk jabatan Wapres saja, saya tawarkan kepada 48 orang, yang saya sendiri pun lupa nama-namanya,” kenang Anwar yang direspons gelak tawa panjang spontan para tamu. Saya baru pertama melihat tawa Rocky Gerung, Said Didu, Syahganda Nainggolan, dan Ferrry Julianto, pecah.

Anwar bercerita lagi. Kisah sewaktu menghadiri Kongres PWI di Palangka Raya, Kalimantan Tengah, delapan belas tahun lalu.

“Ini ada Pak Ilham saksinya. Kami bersama Surya Paloh menumpang private jet Ketum Parpol Nasdem itu menghadiri Kongres PWI yang dibuka oleh Presiden RI, Megawati Soekarnoputri,” paparnya.

Menjelang Palangka Raya. Surya Paloh mengumumkan pesawat tidak bisa mendarat karena awan tebal. Dia menawarkan pilihan landing sementara di Pangkalan Bun atau Banjarmasin. Saya mengusulkan yang terakhir. Pesawat pun mendarat di Bandara Banjarmasin.

Pemandangan menakjubkan ketika pintu pesawat dibuka. Digelar karpet merah, pemuda pemudi berpakaian adat menyambut dengan membawa karangan bunga untuk dikalungkan kepada tamu VVIP. “Waktu itu saya membisiki Surya Paloh. Luar biasa ini, baru capres konvensi saja sambutan sudah begini, bagaimana nanti kalau sudah presiden,” ungkap Anwar.

Tidak sampai di situ. Di ruang VVIP sambutan lebih meriah, berlimpah makanan disajikan. “Saya melirik Komandan pangkalan, saya bilang kepada yang bersangkutan siap-siap jadi KSAU. Siap, sahutnya dengan sikap tegap menghornat.

Hari itu saya menjajikan jabatan kapada sekitar dua puluh orang. Termasuk menjanjikan jabatan Kapolda dan Kapolri, hehehe,” sambung Anwar.

Tidak tahan lihat ulah Anwar, saya pamit ke toilet. Terus terang saya tak kuat menanggung tawa geli yang menyebabkan otot perut sakit. Masya Alllah darimana Anwar menyerap ilmu “prank” itu. Apakah prank sudah menjadi adab para politikus kita?

Sekitar limabelas menit waktu saya butuhkan untuk menstabilkan diri, baru masuk kembali ke ruang tunggu yang mendadak senyap. Saya memperhatikan para penjemput tamu tadi, petugas yang mengalungkan kembang, dan menggelar tarian sudah tidak ada. Makanan berlimpah di atas meja tadi pun sudah diangkat.

Apa yang terjadi? Rupanya seremoni penjemputan tadi salah wesel. Acara itu disiapkan untuk rombongan Presiden Megawati yang semula akan mendarat darurat di Banjarmasin. Juga karena alasan cuaca yang tak bersahabat di atas Palangka Raya. Namun, pendaratan di Banjarmasin batal karena ternyata cuaca telah membaik dan pesawat Presiden pun mendarat dengan selamat di Palangka Raya. Konsewensinya, sesuai protokol, pesawat yang kami tumpangi harus menunggu satu jam di bandara baru boleh take off.

“Ya, waktu itu kami hanya bisa saling memandang,” kisah Anwar. Tawa tamu kembali pecah. Rocky Gerang tampak seperti tertawa guling -guling. Juga : Said Didu, Ferry Juliantono, Syahganda Nainggolan, Ahmad Yani, dan semua tamu.

Lahirlah kesimpulan pertemuan “memanusia” seperti itu perlu rutin diselenggarakan. Disepakati pertemuan berikutnya dua pekan yang akan datang. Rocky Gerung mengusulkan nama komunitasnya “Partai Kepala Ikan”. Semua setuju. Apapun namanya, gathering berbincang ngalor ngidul diiringi ledakan derai tawa memang perlu untuk memelihara semangat dan daya juang di masa serba sulit dan rumit seperti sekarang. Anda berminat ikut? (*)