21 September 2024

Ruko yang diimpikan Setelah Berdagang 30 Tahun Kini Raib

(Nestapa Pasutri Pak De – Maknyak)

RAUT wajah sedih, nampak sekali terlihat dari pasangan suami istri (Pasutri), DD alias Pakde dan MS akrab dipanggil Maknyak. Keduanya berdemosili (tinggal) di Indralaya Kabupaten Ogan Ilir (OI) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel). Betapa tidak orang yang terbukti menjualkan Ruko miliknya hanya dihukum selama 5 bulan.

Ruko tersebut harapan satu-satunya setelah 30 tahun Pasutri ini berjualan nasi Pecel Lele. Pak De dan Maknyak, sudah bosan menyewa terus untuk tempat berjualan makanan khas Jawa ini. Dan naasnya ketika Ruko tersebut didapat, justru dijualkan oleh orang yang selama ini sudah dikenalnya cukup baik. Tapi ternyata ” Musang Berbulu Ayam.”

Dulu sekitar tahun 2019, seorang owner Ruko baru, menawari Pasutri ini rumah toko dengan harga saat itu Rp 700 juta. Maknyak mengaku ada uang Rp 500 juta tapi masih dipinjam orang. Alhasil dengan bantuan si owner Ruko, uang Rp 500 juta tersebut tertagih. Maka jadilah pasangan Pakde -Maknyak membeli ruko tersebut. Sisanya Rp 200 juta lagi, Maknyak mengutang dana bank.

Cerita utang bank ini, punya kisah sendiri. Adalah M (diinisialkan) yang menjadi pathner Maknyak mengambil kredit bank. Perjanjiannya, pinjaman atas nama Pakde/Maknyak dan jaminan bank dipikul bersama dengan M. Karena M saat itu masih tercatat sebagai karyawati bank tersebut, sehingga tidak bisa kalau pakai namanya.

Lalu uang yang cair sebanyak Rp 750 juta, pembagiannya Rp 450 juta diambil M, dan Rp 300 juta untuk Maknyak. Dari dana Rp 300 juta itu, Rp 200 juta dibayarkan Maknyak untuk melunasi pembelian Ruko. Secara lisan disepakati cicilan bank yang sebesar Rp 15 juta, dibagi Rp 10 juta dibayar M, dan Rp 5 juta dibayar oleh Maknyak setiap bulannya. Ironisnya baru berjalan setahun, M ingkar janji.

Akibatnya Maknyak yang nanggung derita, karena harus membayar penuh ke bank, mengingat secara formal pinjaman tersebut atas nama Pakde-Maknyak. Karena penghasilan dagang nasi pecel lele tidak mencukupi, akhirnya memanfaatkan keringanan di era covid 19, Maknyak setiap bulan diperbolehkan hanya nyicil bunga bank saja, yang setiap bulannya sekitar Rp 5 juta. Walau terkesan seperti relatif ringan, tapi sebenarnya berat, karena utang pokok yang masih tersisa sekitar Rp 620 juta masih tak bergerak. Begitulah derita Maknyak yang saat ini sudah berusia 59 tahun.

Lebih ” rusak andam” lagi, dalam perjalanannya, Ruko yang sudah lunas tersebut dijualkan M kepada orang lain. Informasi yang didapat, Ruko tersebut dijualnya Rp 800 juta, Rp 200 juta untuk mengganti uang seorang nasabah bank yang diselewengkan M. Sehingga si pembeli hanya membayar Rp 600 juta. Dengan demikian kalau dikalkulasi, M mengantongi dana Rp 1 M lebih (Rp 450 juta + Rp 600 juta).

Hebatnya M ini, ia mampu mengecoh owner Ruko sebelumnya. Dengan berbagai cara ia meyakinkan bahwa dirinya memang diamanahi oleh Maknyak untuk menjualkan Ruko tersebut. Cilakanya, si owner awal ini percaya begitu saja, tanpa melakukan konfirmasi lagi dengan Pakde/Maknyak. Bahkan dalam akta jual beli yang dikeluarkan oleh notaris senior yang berkantor di Kelurahan Simpang Timbangan, Ogan Ilir, jual beli tersebut masih atas nama si owner lama.

Setelah sekian tahun terpendam, akhirnya masalah tersebut dilaporkan ke pihak kepolisian, dan dipilih melapor ke Direktorat Pidum Polda Sumsel. Alasannya simpel, karena pengacara yang mendampingi Pakde -Maknyak, pensiunan Polda.

Proses berjalan walau terkesan lamban. Sejumlah saksi dipanggil termasuk saksi ahli. Kesimpulannya hanya M yang bisa diproses. Walau hal.ini masih menyisakan pertanyaan bagi keduanya.

Lalu karena TKP di Kabupaten Ogan Ilir, kasus tersebut dilimpahkan ke Kejari OI, dan tempat sidang di PN Kayuagung OKI.

Sidang berjalan, dan kemana hati sang hakim mudah dibaca. Pada sidang tanggal 20 September 2023, ketuk palu “Wakil Tuhan” tersebut terdengar pelan. Suasana sepi saja karena tak ada berita di media. Hanya 5 bulan untuk M, si terdakwa.

Setelah dikontak Pakde dan Maknyak, sang pengacara parlente menemui jaksa penuntut umum yang memegang kasus tersebut.

Sang Pengacara mengabarkan bahwa vonis yang dijatuhkan majelis hakim kepada terdakwa M, 5 bulan penjara. Jauh di bawah tuntutan jaksa yang menuntut 1 tahun 6 bulan (18 bulan). Padahal kepada M didakwakan pasal 372 dan 378 KUHP, tentang penipuan dan penggelapan, yang ancaman hukumnya cukup tinggi.

Karena itu Jaksa menyampaikan memori banding ke Pengadilan Tinggi Palembang, dan sudah diserahkan ke panitera PN Kayuagung, Selasa 3 Oktober 2023.

Mendengar vonis hakim yang super ringan ini, Pak De dan Maknyak terlihat bersedih. Hatinya gunda gulana. Wajah duka tergambar jelas dari wajah mereka. “Ternyata hukum itu seperti ini ya, gumamnya dengan suara lirih.”

Sepertinya Pasutri yang masih menanggung kehidupan anak-anaknya ini, sudah jatuh tertimpa tangga, lalu terantuk batu besar pula. Betapa tidak setelah diingkari pathner pinjam uang di bank, lalu ruko dijualkannya pula, serta harus jual tanah utk biaya operasional urusan berperkara selama ini.

Tapi terlepas dari ringannya hukuman yang diberikan oleh PN Kayuagung kepada M Keduanya menyimpulkan bahwa M menjualkan Rukonya tanpa hak sudah terbukti. Itu artinya, secara hukum jual beli tersebut tidak sah, dan Ruko tiga lantai ini masih milik keduanya.

Pakde dan Maknyak berharap, masih ada harapan untuk mengambil Ruko miliknya tersebut, yang mereka beli setelah 30 tahun berdagang.

Harapan itu secara hukum tentu akan diperjuangkan lewat jalur perdata. Tapi keduanya berharap ada solusi dari pembeli, karena pada dasarnya Ruko ini dijual oleh orang tak berhak, yang telah berbuat zalim kepada mereka. Harta yang didapat dengan cara zalim, Allah SWT tidak akan rido, dan ujungnya tak akan berkah. Semoga Allah SWT akan memberi solusi yang terbaik kepada Pakde dan Maknyak. (ica)