In Memoriem Kofi Annan, Negarawan Internasional yang Cinta Damai
JAKARTA | koranrakyat.co.id — Kabar duka datang dari Bern, Swiss, beberapa saat lalu. Mantan Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan dikabarkan wafat pada usia 80 tahun.
Akun Twitter resmi Annan, yaitu @KofiAnnan, menuliskan sejumlah kesan terkait sosok asal Ghana tersebut. Fokus utama tentu saat Annan menjadi sekjen PBB. Jabatan itu diemban dalam kurun waktu 1997 hingga 2006.
“Kofi Annan adalah seorang negarawan global dan seorang internasionalis yang sangat berkomitmen berjuang sepanjang hidup demi dunia yang lebih adil dan damai. Selama karier dan kepemimpinannya yang luar biasa di PBB, dia adalah seorang pejuang kedamaian, pembangunan berkelanjutan, hak asasi manusia, dan supremasi hukum,” tulis akun itu seperti dikutip CNBC Indonesia, Sabtu (18/8).
Selepas menuntaskan jabatan di PBB, Annan terus bekerja tanpa lelah untuk perdamaian melalui Yayasan Kofi Annan dan The Elders. The Elders merupakan sebuah lembaga yang didirikan mantan Presiden Afrika Selatan Nelson Mandela.
“Dia (Annan) adalah inspirasi bagi orang tua maupun anak muda,” tulis @KofiAnnan.
Lebih lanjut, akun itu juga menuliskan bahwa Annan akan selalu ada di mana ada penderitaan. Annan selalu menempatkan kepentingan orang lain terlebih dahulu sebelum kepentingannya secara pribadi.
“Dia akan sangat dirindukan oleh banyak orang di seluruh dunia serta stafnya di yayasan. Pun mantan rekannya di PBB. Dia akan tetap di hati kita selamanya,” tulis @KofiAnnan.
Perang AS vs Irak
Kofi Annan menghabiskan mayoritas karier diplomatik bersama PBB. Gaya yang aristokratik, kadar tempramen yang rendah, dan kecerdasan politik, berperan besar membuat Annan menjadi sekretaris jenderal ketujuh PBB.
Annan, pria asal Ghana, merupakan sekjen PBB pertama yang berasal dari internal PBB. Ia menjabat selama dua periode, yaitu 1 Januari 1997 hingga 31 Desember 2006. Di sela-sela masa jabatan itu, Annan memperoleh penghargaan Nobel Perdamaian pada 2001.
CNBC Internasional menuliskan ada sejumlah momen berkesan selama Annan menduduki jabatan sekjen PBB. Salah satunya adalah perang yang dipimpin Amerika Serikat (AS) melawan Irak pada 2003.
Semua orang tentu masih mengingat pemicu perang itu adalah serangan Alqaeda terhadap Menara Kembar WTC di New York, AS, 11 September 2001. Krisis setelah serangan itu menguji sosok Annan sebagai diplomat andal.
“Saya piker momen terkelam saya adalah Perang Irak dan fakta bahwa kami tidak dapat menghentikannya,” ujar Annan dalam wawancara dengan Majalah TIME pada Februari 2013. Wawancara itu menandai penerbitan memoar Annan berjudul “Interventions: A Life in War and Peace”.
Selama periode itu, Annan mengaku bekerja sangat keras. Seluruh pemimpin dunia dihubungi untuk memastikan perang tidak terjadi.
“AS tidak memperoleh dukungan dari Dewan Keamanan PBB. Jadi, mereka memutuskan untuk meneruskan kebijakan itu. Tapi saya pikir, dewan telah mengambil keputusan yang benar,” kata Annan.
“Bisakah Anda bayangkan jika PBB mendukung Perang Irak, akan seperti apa reputasi PBB? Meskipun pada saat itu, Presiden Bush (Presiden AS George W Bush) mengatakan langkah PBB tidak relevan, karena kami tidak mendukung perang. Tapi sekarang kita tahu bahwa kami lebih baik,” lanjut Annan.
CNBC Internasional juga menulis bahwa Annan tidak pernah takut untuk berbicara secara terbuka. Sikap itu kadang tidak menyenangkan bagi sejumlah pihak, termasuk AS di bawah pemerintahan Bush. (cnbc.com)